KUNINGAN (MASS) – Rasa heran muncul tatkala pencanangan Gerakan Mahasiswi Sentosa (Gerimis) dimasalahkan. Padahal, gerakan tersebut lahir atas keprihatinan terhadap peran mahasiswa yang abai terhadap kondisi Kuningan yang terlalu lama dipimpin dinasti.
Pernyataan tersebut diutarakan beberapa mahasiswi yang bergabung dalam Gerimis. Mereka justru menyayangkan, suara mahasiswa nyaris tak terdengar melihat kondisi Kuningan yang butuh solusi. Oleh karena itu mereka sepakat berjuang dengan bendera Gerimis laksana perjuangan Kartini muda.
Nida misalnya, mahasiswi UNIKU ini mengaku heran dengan protes para mahasiswa atas deklarasi Gerimis. Ia bertanya, apa yang salah dengan deklarasi itu. Bukankah sebaiknya mereka melakukan hal yang sama, ketimbang mengumpat di belakang.
“Kita kan tidak membawa bendera mereka. Selama tidak dilakukan di kampus, mengapa dipersoalkan,” kata Nida, Sabtu (21/4/2018).
Hal senada dikemukakan Nurotul Imaniah, salah satu mahasiswi deklarator Gerimis. “Mereka ngomong apa sih, kok sampai ada pelacuran segala. Berbuatlah, bukan berkoar,” sindirnya.
Apa yang Gerimis lakukan, menurut Nurotul, tidak ada yang dilanggar. “Kami deklarasi atas nama Gerimis. Mereka mau bikin gerakan mahasiswa yang lain, mangga atuh,” imbuhnya.
Ia menegaskan, mahasiswa merupakan status universal. Siapapun yang menyandang mahasiswa, boleh menggunakan status itu untuk berjuang di mana saja.
“Yang tidak boleh itu pelacur yang ngaku-ngaku mahasiswa, itu tidak elok,” ketus mahasiswi jurusan Bahasa Inggris UNIKU tersebut.
Terpisah, Mantan Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa UNIKU (2016-2017), Indra Adila Pratama, mengaku kaget membaca sebagian kecil komentar mahasiswa di media.
“Kok mereka mempersoalkan idealisme kami. Inilah idealisme kami, mana idealisme kalian? Kalau cuma ngopi-ngopi, tanpa ada gerakan, mana bisa kita tahu apa yang mereka lakukan?,” celetuknya.
Siapapun mahasiswanya, lanjut Indra, berhak menggunakan status itu untuk berjuang mendukung calon bupati, gubernur, bahkan presiden. Kata “mahasiswa”, sambungnya, adalah milik semua, bukan milik kelompok tertentu.
“Jadi, tak ada pihak manapun yang mengklaim mahasiswa adalah miliknya. Silahkan berserikat dan berkumpul, itu dijamin undang-undang kok,” seru Indra.
Sebaik-baiknya mahasiswa, tambah dia, adalah mereka yang kritis terhadap ketimpangan. Dikatakan, banyak yang harus dikritisi dari pemerintah saat ini. Itulah fungsi mahasiswa sebagai agen perubahan, bukan diam melihat ketimpangan.
“Apalagi sampai mencibir mahasiswi, para Kartini muda yang sedang berjuang. Pokoknya, lanjutkan perjuanganmu wahai Gerimis,” tegas Indra. (argi)