KUNINGAN (MASS) – Kekosongan jabatan pada puluhan posisi strategis di lingkup Pemkab Kuningan dari semua tingkatan eselon (2, 3 dan 4) dikhawatirkan akan mempengaruhi optimalisasi hasil kerja. Kekhawatiran tersebut cukup beralasan jika didasarkan pada asumsi bahwa pengaruh atau wibawa seorang Plt (pelaksana tugas) rendah.
“Pengaruh atau wibawa pimpinan yang berstatus PLT tak akan sama dengan yang berstatus definitif. Adanya beberapa camat yang berstatus PLT juga tidak mustahil akan berpengaruh terhadap tingkat kepatuhan pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan dari kecamatan tersebut,” kata Ketua F-Tekkad, Soejarwo, Minggu (11/11/2018).
Ada hal lain yang patut menjadi perhatian serius dari bupati selaku pemangku Kebjakan tertinggi di Kabupaten Kuningan. Terutama menghadapi tahun anggaran 2019 yang RAPBD-nya saat ini sedang dalam pembahasan antara legislatif dengan eksekutif.
“Itu jika kebijakan anggaran Plt kadis/kaban berbeda ‘paham’ dengan pejabat yang akan dipercaya sebagai pimpinan pada SKPD tersebut. Bahkan tidak berlebihan muncul asumsi, bahwa kebijakan pengelolaan anggaran seorang kadis/kaban yang berstatus Plt akan cenderung mengabaikan program kerja SKPD yang ‘dipimpinnya’,” duga Jarwo.
Menurutnya, sangatlah bijak jika Bupati H Acep Purnama melakukan pengisian melalui mekanisme mutasi, rotasi dan promosi sebelum mengakhiri masa jabatan periode 1 pada 4 Desember 2018. Tujuannya untuk menghindari berbagai dampak kurang positif terkait banyaknya posisi yang dijabat dengan status Plt serta untuk mengoptimalkan hasil kerja dari SKPD.
“Munculnya kekhawatiran akan sulitnya mendapatkan rekomendasi dari KASN dan Kemendagri pasca terjadinya tragedi mutasi di Kabupaten Cirebon yang berujung pada penangkapan Bupati Sunjaya, hendaknya tidak dijadikan alasan untuk melanggengkan status quo pada beberapa SKPD,” kata pria yang akrab disapa mang Ewo itu.
Ia juga berbicara soal 5 posisi eselon 2-b kosong yang akan menerapan kebijakan mutasi eselon yang sama dari SKPD lain. Tentu menurut Jarwo, proses open bidding untuk mengisi kekosongan pada SKPD yang terdampak harus tetap dilakukan dalam waktu yang tidak terlalu jauh dengan proses mutasi tersebut.
“Sehingga ke depannya tidak terulang kembali terjadinya kekosongan pada SKPD karena sudah tersedia ‘stok’ birokrat hasil open bidding,” sarannya. (deden)
