KUNINGAN (MASS) – Merujuk pada UU No 2/2002 dan Perpres No 17/2011, Komisi Kepolisian Nasional adalah lembaga negara yang memiliki fungsi sebagai pengawas fungsional Kepolisian. Dalam melaksanakan fungsinya, Kompolnas diberi kewenangan untuk melakukan klarifikasi terhadap pengaduan masyarakat yang disampaikan kepada Kompolnas. Pengaduan masyarakat selama ini banyak yang terkait dengan kinerja Kepolisian.
Baru-baru ini (28/11/2018), Komisioner Kompolnas Dede Farhan Aulawi dengan didampingi oleh pendamping Kombes Pol Joko Purwanto dan Ikbal melaksanakan fungsinya berkunjung ke Polda Aceh.
“Maksud dan tujuan dari kunjungan kerja ke Polda Aceh adalah dalam rangka melaksanakan tugas untuk melakukan klarifikasi terhadap beberapa pengaduan yang dilakukan oleh masyarakat. Proses klarifikasi dilaksanakan untuk mengetahui apakah pengaduan yang disampaikan ke Kompolnas itu benar atau tidak,” terang Dede kepada kuninganmass.com, Jumat (30/11/2018).
Tanpa melakukan klarifikasi, lanjutnya, kompolnas tidak bisa mengetahui mana pengaduan yang benar dan mana pengaduan yang tidak benar. Jika ada pengaduan yang benar tentu akan ditindaklanjuti dengan proses selanjutnya, misalnya wasriksus ataupun pemeriksaan lanjut oleh propam tergantung permasalahannya.
“Jika pengaduan tersebut tidak benar, maka kompolnas akan menyampaikan surat jawaban kepada pengadu dan menjelaskan hasil klarifikasinya. Intinya Kompolnas itu netral dan tidak berpihak pada siapapun. Mengawal proses yang ada di kepolisian agar tetap sesuai perundang-undangan dan peraturan serta prosedur yang berlaku,” ucapnya.
Menurut Dede, kompolnas dan masyarakat itu memiliki keinginan yang sama. Diantaranya, ingin polri bertindak secara profesional dalam melaksanakan tugasnya, bisa memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, serta mampu memberi pelayanan, pengayoman dan perlindungan yang terbaik buat masyarakat, agar Polri semakin dipercaya dan dicintai oleh masyarakat.
Persoalan yang sering muncul banyak didominasi soal penegakan hukum. Padahal kesulitan terbesar dalam penegakan hukum itu adalah soal pembuktian terhadap dugaan atau sangkaan atau tuduhan. Proses penegakan hukum tidak bisa didasarkan oleh asumsi dan tendensi, tapi harus merujuk pada fakta-fakta hukum yang valid dan bisa dipertanggungjawabkan.
“Mulai dari pemeriksaan saksi pelapor, saksi terlapor, saksi lain yang dianggap mengetahui/terkait, dan bukti-bukti di lapangan. Keterangan yang satu akan dicocokkan dengan keterangan lainnya serta bukti-bukti. Jika fakta-fakta hukumnya terpenuhi, tentu proses penyelidikan akan dinaikan statusnya menjadi penyidikan dan penetapan tersangka,” paparnya.
Setelah berkas perkara lengkap lalu disampaikan ke Kejaksaan. Jika berkas perkaranya dinilai lengkap oleh kejaksaan maka disebut P21 Tahap 1, lalu akan ditindaklanjuti dengan penyerahan barang bukti dan tersangka atau biasa disebut P21 Tahap 2. Namun sebaliknya jika penyeran berkas dinilai oleh Jaksa belum lengkap, maka kejaksaan akan mengembalikan berkas perkaranya ke kepolisian atau disebut P19.
Disamping pengembalian berkas, kata Dede, jaksa pun biasanya memberikan petunjuk jaksa terkait hal-hal yang masih harus dilengkapi. Hal-hal yang berkaitan dengan prosedur penyelidikan dan penyidikan inilah yang belum banyak diketahui oleh masyarakat, sehingga masyarakat banyak yang mengadu ke kompolnas.
“Pada kesempatan ini, kompolnas sangat menghargai respon cepat dari Polda Aceh dalam menjawab setiap pengaduan dari masyarakat. Semoga apa yang dilakukan oleh Kompolnas ini bisa memberi nuansa penegakan hukum di kepolisian yang berkeadilan, transparan dan bebas nilai. Begitupun dengan harapan dari visi dan misi kapolri untuk mewujudkan polri yang promoter bisa tercapai,” pungkas Dede. (ali)