KUNINGAN (MASS) – Pada dasarnya, pendidikan adalah proses pewarisan budaya dan karakter bangsa bagi generasi muda dan juga proses pengembangan budaya dan karakter bangsa untuk peningkatan kualitas kehidupan masyarakat dan bangsa di masa yang akan datang. Pendidikan harus dikaitkan dengan pendidikan karakter yang baik.
Pendidikan karakter adalah pendidikan yang tidak hanya mengajarkan mana yang benar dan mana yang salah kepada anak, namun lebih dari itu pendidikan karakter adalah bagaimana cara menanamkan kebiasaan tentang yang baik sehingga peserta didik paham, mampu merasakan dan mau melakukan yang baik. Menurut Zuchdi (2011) mengatakan bahwa terdapat 16 nilai-nilai dasar target pendidikan karakter, yaitu diantaranya taat beribadah, jujur, bertanggung jawab, dispilin, memiliki etos kerja, mandiri, sinergis, kritis, kreatif dan inovatif, visioner, kasih sayang dan peduli, ikhlas, adil, sederhana, nasionalisme dan internasionalisme.
Dari kutipan di atas, dapat disimpulkan bahwa salah satu inti dari pendidikan karakter adalah penanaman nilai kejujuran. Kejujuran merupakan perhiasan bagi orang yang berbudi mulia dan berilmu, sehingga sifat ini sangat dianjurkan untuk dimiliki setiap umat manusia, khususnya umat islam (Amin, 2017). Jadi, nilai kejujuran itu sangat penting dalam segala hal karena kejujuran merupakan pondasi utama atas tegaknya nilai-nilai kebenaran dalam kehidupan dan jujur sangat identik dengan kebenaran. Seseorang yang memiliki sifat jujur akan dikagumi dan dihormati oleh orang banyak, karena orang yang jujur selalu dipercaya orang lain untuk mengerjakan suatu yang penting. Kejujuran merupakan nilai karakter yang harus ditanamkan pada diri seorang anak sejak kecil karena kejujuran merupakan kunci dalam kehidupan manusia. Kejujuran harus diintegrasikan dalam lingkungan kehidupan keluarga, masyarakat, dan khususnya di lingkungan lembaga pendidikan (sekolah).
Pada zaman sekarang, kejujuran sudah tidak banyak digunakan oleh orang-orang yang berpendidikan tinggi. Mereka selalu menghalalkan segala cara untuk mendapatkan apa yang diinginkannya, seperti kasus korupsi, suap menyuap menjelang pemilu, dan kasus-kasus yang lainnya. Selain itu, di lingkungan lembaga pendidikan (sekolah) juga nilai kejujuran sudah mulai luntur, banyak siswa yang tidak jujur seperti mencontek pada saat ujian.
Setiap anak pasti menginginkan nilai yang baik dalam ujian, oleh karena itu berbagai macam cara dilakukan untuk mencapai apa yang diharapkan tersebut. Minoritas dari siswa yang benar-benar belajar untuk mendapatkan hasil yang memuaskan dengan kerja kerasnya sendiri. Namun, mayoritas dari siswa adalah melakukan kecurangan agar mendapatkan hasil yang maksimal tanpa harus belajar. Hal ini bisa dilakukan dengan berbagai macam cara diantaranya yaitu membuat catatan kecil untuk contekan, bertanya pada teman, membuka buku ketika kegiatan ujian berlangsung, bahkan searching di internet untuk mendapatkan jawaban tersebut. Hal ini sering terjadi dalam dunia pendidikan khususnya dikalangan anak-anak, yang sering disebut dengan istilah mencontek.
Mencontek adalah perbuatan yang tidak baik dengan menghalalkan berbagai cara untuk mencapai suatu keberhasilan dengan cara yang tidak baik atau tidak jujur. Bukan hanya dikalangan remaja, namun mencontek juga sudah banyak dilakukan oleh anak-anak Sekolah Dasar (SD). Adapun faktor yang menyebabkan seorang anak berani mencontek adalah faktor individu, kurangnya rasa percaya diri dalam diri individu anak-anak, kurangnya kesadaran bahwa hasil nilai dari usahanya sendiri akan lebih memuaskan daripada hasil mencontek. Dan kurangnya pendidikan moral juga menjadikan anak-anak dapat meniru temannya yang suka mencontek karena dalam kenyataannya hasil mencontek itu mendapat nilai yang lebih tinggi padahal belum tentu hasil dari mencontek itu akan lebih bagus.
Kedua yaitu faktor dari keluarga, orang tua sangat menginginkan anaknya mendapatkan nilai yang bagus ketika ujian dan mendapatkan prestasi. Sehingga, anak merasa tertekan dan melakukan berbagai cara yaitu dengan mencontek agar orang tua bangga dengan anaknya sendiri padahal orang tua tersebut tidak tahu bahwa anaknya melakukan sebuah kecurangan. Untuk mengatasi budaya mencontek dapat dilakukan dengan berbagai cara yaitu, dalam faktor individu pada diri siswa perlu diberikan dorongan/motivasi, dan semangat yang dapat membangkitkan rasa percaya diri, menanamkan sifat jujur untuk berpikir lebih realistis dan tidak ambisius. Faktor keluarga juga sangat penting untuk mengatasi budaya mencontek salah satunya adalah peran orang tua harus memberikan perhatian khusus terhadap pendidikan anaknya, memahami pribadi dan keunikan yang dimiliki oleh anaknya, memberikan motivasi dan dorongan kepada anaknya, tidak hanya menuntut anak untuk mendapat nilai yang bagus. Peran guru juga sangat penting untuk mengatasi budaya mencontek yaitu dalam kegiatan belajar mengajar guru harus mempersiapkannya dengan matang, memberikan pengetahuan melalui mata pelajaran secara terus menerus tentang kejujuran.
Dalam hal penanaman nilai kejujuran, seorang guru bukan hanya sekedar menyampaikan pengetahuan tentang kejujuran, tetapi harus berperan sebagai orang yang berprilaku jujur. Artinya, bahwa seorang guru hendaklah berbuat kejujuran itu dimulai dari diri sendiri dan menjadi teladan/contoh yang baik bagi peserta didiknya sehingga peserta didik dapat meniru perilaku guru tersebut dengan baik.
Pada dasarnya, guru itu panutan yang harus digugu dan ditiru. Artinya, digugu adalah dicontohkan oleh peserta didik, dan ditiru adalah diikuti atau menjadi teladan yang baik bagi peserta didiknya. Selain itu, guru juga dapat memberikan reward/hadiah bagi peserta didik yang berprilaku jujur. Dan guru juga dapat memberikan hukuman/punishment terhadap pelanggaran yang merupakan salah satu metode yang dapat dilakukan dalam membiasakan peserta didik berprilaku jujur. Hukuman ini harus dicantumkan dengan jelas dalam peraturan yang dibuat sekolah. Namun demikian, hukuman yang diberikan tidak boleh berlebihan yang justru berdampak tidak baik bagi sekolah, peserta didik dan keluarga.
Oleh karena itu, agar budaya menyontek ini tidak terus menerus turun temurun terjadi dikalangan pelajar maka guru selaku pendidik harus lebih ketat dalam mengawasi peserta yang sedang ujian atau menjalani tes, selalu memperingati siswa untuk rajin belajar, dan memberikan sanksi-sanksi kepada pelaku menyontek agar ia jera dan tidak mengulanginya dikalangan pelajar maka Insya Allah pelajar-pelajar di Indonesia akan semakin berkualitas.
Kemudian, tertanamnya keyakinan Allah selalu mengawasi setidaknya dapat membuat seseorang takut untuk melakukan kecurangan. Untuk menghilangkan kebiasaan itu harus dimulai dari diri kita sendiri sebagai pendidik dan mengarahkan siswa dengan kebiasaan bersikap jujur. Apalah artinya nilai bagus kalau bukan hasil jeri payah sendiri. Kalau kita sudah berusaha lalu mendapat nilai yang tidak memuaskan kita harus menggali potensi kita pada bidang yang lain, serta selalu berusaha dan berdoa. Karena proses dan usaha tidak akan menghianati hasil.***
Penulis: Laeli Ainun Zariyah
Mahasiswa PGSD FKIP Tingkat 3E
Universitas Kuningan 3E/Semester 5