KUNINGAN (MASS) – Yanti Marhalah SPd guru SDN II Cikeusik Kecamatan Cidahu patut menjadi inspirasi dan motivasi bagi para guru di Kabupaten Kuningan yang selama ini belum melaksanakan tugasnya. Dengan keterbasan fisiknya dimana kakinya lumpuh ia selalu mengajar siswa kelas 3.
Kursi roda menjadi tumpuan Yanti setiap hari untuk melaksanakan kewajibannya. Ia tidak minder, ia tidak frustasi. Keterbarasan fisiknya karena kecelakaaan itu membuatnya justru semangat.
Ia ingin anak-anaknya mampu menyelesaikan sekolahnya karena penting untuk menggapai masa depan. Sang suami yang bernama Totong Kartono benar-benar setia mendampinginya. Ia rela mencurahkan hidupnya untuk membantu sang istri.
Selama 5.5 tahun Yanti melaksanakan tugas mengajarkan di kursi roda. Ia tidak patah arang dalam kurun waktu itu selalu melakukan terapi dan akhirnya Allah membuaatnya bisa berjalan kaki pada Juni 2018. Meski belum normal karena harus menggunakan tongkat tapi kini ia bisa lebih leluasa bergerak.
“Alhamdullillah sejak tahun ajaran baru saya sudah berjalan menggunakan tongkat. Itu juga tongkat yang ada empat penahan. Saya sangat bersyukur karena perjuangan bertahun-tahun bisa berhasil. Ini juga berkat dukungan semua fisik,” ujarnya Yanti kepada kuninganmass.com, Selasa (27/11/2018).
Ia mengaku, dengan menggunakan tongkat aktivitasnya lebih leluasa meski belum bisa mendiri sepenuhnya. Motivasi ingin mengajar dan ingin berbakti kepada suami membuat terus ikhtiar dan doa dikabulkan oleh yang maha kuasa.
“Saya ingin seperti dulu normal. Masa-masa sulit sudah dilewati dan kini ingin lebih fokus mengajar. Membuat mereka tertawa dan menerima ilmu yang diajari adalah kebahagian semua guru tak terkecuali saya,” jelasnya perempuan yang diangkat menjadi PNS pada tahun 2007.
Sekedar informasi perempuan kelahiran Ciawigebang tanggal 23 Juli 1972 itu mengalami kecelakaan lalu lintas pada tahun 2012. Kejadian bermula pada hari Sabtu tanggal 5 Mei 2012.
Hari naas itu ia pulang dari tempat kerja dan pada saat itu anak perempuan semata wayang ikut dalam angdes. Penumpang angdes pada hari Sabtu itu sangat penuh.
Ia sendiri tidak tahu percis apa terjadi. Namun, yang diingatanya pada saat itu adalah ia sudah ada di jalanan dan terlempar dari dalam angdes. Posisi ketika duduk di dalam angdes adalah dekat pintu. Sedangkan anaknya berada dibelakang sang sopir.
Kecelakaan itu telah membuat anak meninggal dunia. Ia sendiri dinyatakan mengalami gangguan pada tulang punggung sehingga tidak bisa berjalan.
Dunia bagi Yanti terasa gelap karena musibah menimpa bertubi-tubi. Hanya dengan keimanan yang kuat membuat ia menerima suratan takdir dari sang khalik.
Sementara sang suami Totong Kartono mengaku, iklas berhenti dari usahnya untuk mengurus sang istri. Bagi dia, sangat istri perlu perhatian khusus sehingga harus fokus mengurus.
Perjuangan itu akhirnya berbuah manis karena sang istri sudah mulai berjalan meski menggunakan tongkat. Ia mengaku, setiap musibah ada hikmah, maka menerima musibah ini dan tentu tidak diam namun tetap berusaha.
Pria kelahiran tahun 1969 itu. mengaku, terapi yang dilakukan ke Kabupaten Sumedang berhasi. Ia tidak lelah setiap minggu berobat. Kayakinan sang istri bakal sembuh menjadi motivasi. (agus “sagi” mustawan).