KUNINGAN (MASS) – Indonesia merupakan negara yang memiliki karakteristik geografi dan demografi yang sangat spesifik. Belasan ribu pulau dengan kontur alam yang variatif, bagi Polri tentu membutuhkan kendaraan operasional yang mampu dioperasikan di medan operasi sesuai dengan situasi daerahnya, guna menjamin pelaksanaan tupoksi Polri dalam harkamtibmas, linyomyanmas dan gakkum.
Pada kesempatan ini, kuninganmass.com berbincang-bincang dengan Dede Farhan Aulawi salah seorang Komisioner Kompolnas RI yang tinggal di Kota Bandung, Sabtu (25/8/2018). Ia memahami konsep rancang bangun teknologi alat dan peralatan pertahanan dan keamanan.
Dede menjelaskan, saat ini Polri dalam hal ini Brimob telah menggunakan kendaraan taktis karya anak bangsa Indonesia yang difabrikasi di Bandung yang dikenal dengan nama Indonesian Light Strike Vehicle (ILSV). Ada 2 jenis ILSV, yaitu jenis Multy Terrain Vehicle (MTV) dan Armorred Personnel Vehicle (APC). Kendaraan ini dibuat oleh PT. Jala Berikat Nusantara Perkasa dengan dukungan engineering dari PT. Dirgantara Indonesia (PT. DI).
Adapun pertimbangan menggunakan produk dalam negeri ini, adalah Komitmen Polri yang tinggi untuk melaksanakan amanat UU No. 16 Tahun 2016 tentang Industri Pertahanan.
Pasal 8 ayat 3 menyebutkan bahwa Pengguna wajib menggunakan alat peralatan hankam yang telah dapat diproduksi oleh industri pertahanan dalam negeri sehingga mendorong terwujudnya kemandirian industri pertahanan.
Termasuk ditegaskan lagi dalam pasal 43 ayat 1. Sementara pasal 43 ayat 2 menegaskan juga tentang pengguna wajib melaksanakan pemeliharaan dan perbaikan alat peralatan pertahanan dan keamanan di dalam negeri.
Jadi penggunaan rantis ILSV oleh Brimob ini menunjukan Komitmen Polri yang begitu kuat untuk melaksanakan amanat UU No. 16 Tahun 2012. Selain komitmen pelaksanaan amanat UU juga ada keuntungan lain, yaitu ketersediaan suku cadang ada di dalam negeri, perawatan dan perbaikan juga bisa dilakukan di dalam negeri.
“Devisa negara tidak lari keluar. Perputaran ekonomi terjadi di dalam negeri, serta memberi kesempatan kepada putera puteri Indonesia untuk menguasai teknologi dibidang alat peralatan hankam,” jelas Dede.
Apresiasi yang tinggi, imbuhnya, perlu disampaikan kepada seluruh pihak terkait yang memiliki komitmen secara kolektif dan partisipatif untuk mewujudkan industri pertahanan dan keamanan yang maju dan mandiri.
“Dalam menerapkan teknologi biasanya tidak langsung sempurna, seringkali dalam perjalanannya ada perbaikan – perbaikan. Ini normal terjadi di negara manapun, bahkan di industri manapun yang disebut dengan Continuous Process Improvement,” pungkasnya. (deden)