KUNINGAN (MASS) – Kisruh galian batu di Desa Cipondok Kecamatan Cibingbin, diseriusi oleh Plt Bupati Dede Sembada. Setelah meninjau langsung ke lokasi, ia mengintruksikan Satgas Pengawalan Berusaha untuk terjun ke lapangan.
“Tadi saya sudah intruksikan satgas untuk meninjau lokasi langsung. Lihat kondisi yang ada untuk dilaporkan ke gubernur. Kondisi yang sebenarnya ya,” tegas Bupati Pray itu kala dikonfirmasi kuninganmass.com Senin (9/4/2018).
Dia mengakui ijin eksplorasi dari gubernur sudah terbit. Namun untuk ijin lingkungan (UPL-UKL) yang dikeluarkan oleh pemda, ia meminta satgas yang diketuai Pj Sekda untuk terjun langsung.
“Gimana UPL UKL yang telah dilakukan pengusaha. Kan UPL-UKL itu hanya janji. Gimana kenyataannya sehingga dampaknya tidak menimbulkan bahaya kepada warga sekitar tambang,” tandasnya.
Selain itu, Andal Lalin (lalu lintas) nya pun perlu ditinjau. Bagaimana cara mengatasi masalah jalan yang sempit sebagai bahan laporan ke gubernur. Ia merasa kasihan kepada masyarakat Cipondok apabila mereka menerima dampak negatifnya.
“Kalau masalah penutupan itu bukan kewenangan kami. Begitu pula pidananya, jangan tanyakan ke kami. Paling tidak, kita mah ijin lingkungannya yang atas dasar UPL-UKL, sehingga ditinjau ulang dengan dilihat oleh mata kepala sendiri. Jangan hanya duduk di meja,” ketusnya.
Luas areal pertambangan, disebutkan oleh Desem sekitar 15 hektar. Letaknya di Bukit Sarongge Desa Cipondok. Ia menyayangkan lokasi tersebut sangat dekat dengan pemukiman. Desem juga menyesalkan, sebelum ijin keluar mestinya tidak boleh ada aktivitas pertambangan.
“UU Minerba itu mengamanatkan agar jangan melakukan pertambangan sebelum ijin keluar. Ini ketika saya meninjau lokasi, ada batu yang sudah dibelah, batu yang siap diangkut. Itu tidak boleh,” pinta Desem.
Soal perijinan, ada istilah WIUP (Wilayah Ijin Usaha Pertambangan). Dasar WIUP itu ijin lingkungan (UPL-UKL). Baru setelah WIUP keluar, terbit Ijin Eksplorasi. Sesudahnya dilakukan studi kelayakan yang nanti dapat dikeluarkan ijin eksploitasi produksi.
“Ini WIUP baru terbit sudah ada eksploitasi. Menyalahi aturan. Kalau masalah pidananya jangan tanya ke saya, itu ranah kepolisian,” ungkapnya.
Ia juga menjelaskan, Ijin Lingkungan keluar atas dasar persetujuan warga. Namun ketika dirinya ke lokasi, masyarakat merasa tidak dilibatkan. Sesuai UU 32/2009 tentang lingkungan hidup, masyarakat punya hak legal standing untuk melakukan class action.
“Memang kemarin sempat ada informasi pengumpulan 100 tandatangan penolakan dari masyarakat, tapi baiknya infonya tertulis, bukan hanya sekadar lisan,” pungkasnya. (deden)