KUNINGAN (MASS) – Imbas relaksasi harga mintak goreng sawit dirasakan banyak pihak. Tak terkecuali pedagang kecil yang mengandalkan minyak sebagai bahan masaknya.
Ya, hal itulah yang dirasakna pedagang empek-empek dan patrik rock n roll Doni. Lelaki yang biasa berdagang di sekitaran Jalan Juanda-Kuningan itu mengeluh, karena harga minyak di pasaran sangat meroket.
“Karasa pisan atuh a, 50 rebu dapet minyak bae 2 liter, plus parkir,” keluhnya dalam bahasa Sunda, Kamis (17/3/2022) siang.
Doni mengaku, dengan dibebaskannya harga minyak ini imbasnya terasa, karena harganya jadi tinggi. Hal itu tentu berpengaruh pada modal produksi yang digunakannya untuk membuat dagangan gorengan.
Dirinya saat ini mengaku tidak menaikan harga. Ukuran gorengan yang didagangkannya pun tidak diperkecil. Alhasil, untungnya saja yang kian menipis.
Doni mengaku khawatir, jika produknya dikecilkan akan datang komplein. Atau jika harga dinaikan, takut konsumen kabur.
“Ek ditaekeun, sing teu daraekeun. Diletikan sing ngaromong,” ucapnya.
Lain halnya dengan Maya, penjual camilan yang juga notabene digoreng itu memilih menaikan harga jualannya karena tidak ada pilihan.
“Dianikin perkemasannya. Harusnya kan 10 aku jual 12 sekarang mentahnya,” ujarnya menjelaskan harga Cireng.
Dirinya juga tidak mau mengambil minyak goreng curah. Selain soal kualitas, hasilnya juga tidak kuat lama untuk camilannya yang kebanyakan frozen itu.
“Sedih harga minyak naik. Tapi ya kalo pake curah tuh kualitas makanan jadi jelek. Apalagi frozen, cepet tengik,” imbuhnya.
Seperti yang diketahui, imbas dikeluarkannya keputusan SE Kemendag no 9 tahun 2022 tentang relaksasi harga minyak goreng sawit, menghapus ketentuan sebelumnya soal Harga Eceran Tertinggi (HET), membuat minyak harganya naik pesat.
Meski disesuaikan dengan mekanisme pasar yang berlaku, harga minyak goreng yang semula ditetapkan tidak lebih dari Rp14ribu, kini harganya bia mencapai Rp 23ribuan lebih. (eki)