KUNINGAN (MASS) – Dalam kapasitasnya sebagai Wakil Ketua Bidang Kehormatan dan Disiplin Partai DPC PDIP Kuningan, Dede Sembada angkat bicara menyikapi Bupati H Acep Purnama dan Wabup M Ridho Suganda yang tengah “berantem”.
Kebetulan juga Desem (Dede Sembada) ini pernah menjabat wakil bupati mendampingi Acep Purnama selama 2,5 tahun. Ia tahu betul tupoksi dan kewenangan yang dimiliki seorang wakil bupati.
“Perlu adanya sikap kenegarawanan dalam menyikapi penugasan partai dalam rangka mengabdikan diri kepada kepentingan masyarakat khususnya di Kuningan,” ujarnya kepada kuninganmass.com Senin (15/3/2021).
Sikap kenegarawanan tersebut, jelas Desem, ditujukan kepada keduanya baik bupati maupun wabup.
Kaitan dengan tugas wabup ini, ia menyebutkan UU 9/2015 perubahan kedua dari UU 23/2014 tentang pemda. Dari ketentuan itu ada 3 kewenangan yang dimiliki wabup yaitu kewenangan atributif, delegatif dan bersifat mandat.
“Tapi ketiga kewenangan tersebut tetep dalam rangka menjalankan tugasnya itu bertanggungjawab ke bupati,” terangnya.
Kewenangan atributif itu, sambung Desem, melekat pada wabup terlepas diperintahkan atau tidak oleh bupati. Sederhananya, tanpa ada surat tugas. Contohnya monitoring evaluasi penyelenggaraan pemerintahan di semua SKPD dalam membantu bupati.
“Kalau delegatif, yang diperintahkan peraturan perundang-undangan. Contoh penanggulangan kemiskinan itu tugasnya wabup. Kan ketuanya wabup,” kata Desem.
Sedangkan yang bersifat mandat, ketika bupati berhalangan hadir maka diwakili wabup atas disposisi bupati.
Kembali dirinya menegaskan, ketiga kewenangan itu tetap bertanggungjawab ke bupati.
“Kewajiban bupati dan wabup itu melaksanakan tugas bersama kepala daerah sampai akhir masa jabatan. Normatifnya seperti itu sebagaimana tertuang di pasal 66 UU 9/2015,” paparnya.
Oleh karenanya, miss komunikasi yang terjadi di Desa Bojong Cilimus, seharusnya tidak terjadi jika camat dan DPMD memberikan pemahaman yang benar ke kepala desa.
Desem mengatakan, peresmian itu tugas bupati. “Bisa wabup diberi tugas tapi prasastinya atas nama bupati dan ditandatangani bupati. Wabup hanya maraf. Nah kalau itu dipahami, ga mesti terjadi miskom,” bebernya.
Desem apresiasi wabup yang telah menjalankan tugas atributifnya turun ke desa-desa. Tapi pada akhirnya tetap harus dilaporkan dan dipertanggungjawabkan ke bupati. Ketentuan normatifnya seperti itu.
Bagaimana dengan pelaksanaan mutasi? Dia menegaskan itu peran pejabat pembina kepegawaian yakni bupati, sesuai UU 5/2014 tentang ASN. Tugas wabup hanya dari sisi membantu, memberi saran dan pertimbangan.
“Hanya maraf, yang nandatangan bupati. Mutasi itu kewenangan sepenuhnya ada di bupati selaku pejabat pembina kepegawaian. Dulu ada istilah baperjakat, dan sekarang pansel sesuai UU 5/2014 tentang ASN. Ketuanya sekda,” bebernya lagi.
Sewaktu ia menjabat wabup dulu, Desem mengaku membicarakannya di dalam ketika terjadi miss komunikasi. Baik dengan bupati maupun sekda. Menurutnya, Acep merupakan sosok yang mau mendengar asalkan pertimbangannya betul.
“Saya kira selama ini bupati dan wabup sudah bekerja dengan baik. LKPPD bupati dapat penghargaan kinerja terbaik tingkat nasional 3 kali berturut-turut. Itu kan bagus, dan ini tidak terlepas dari peran wabup dalam mengamankan kebijakan melalui monitoring evaluasi. Yang membuat kebijakannya bupati, yang mengamankannya tugas wabup,” urainya.
Jika ada persoalan-persoalan miss komunikasi yang mengemuka, Desem menyarankan agar dibicarakan diantara bupati, wabup dan sekda. Namun masing-masing punya kewenangan dan tupoksi sendiri.
“Kita harus tahu kalau yang membuat kebijakan itu bupati. Tugas wabup hanya mengamankan, mengendalikan, melaksanakan monitoring evaluasi,” ucap ketua Fraksi PDIP di DPRD Kuningan tersebut. (deden)