KUNINGAN (MASS) – Nampaknya celah bagi pejabat publik baik bupati, wakil bupati maupun para kadis untuk mencalonkan Ketua KONI Kuningan, tertutup rapat. Pasalnya pengurus komite olahraga tingkat daerah tersebut telah sepakat untuk menaati peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Kesepakatan tersebut ditelorkan Jumat (1/2/2019) di Sekretariat KONI Kuningan, Kompleks Stadion Mashud Wisnusaputra. Dari 28 cabor yang hadir, sebanyak 24 cabor yang menyetujui untuk patuh pada aturan, khususnya aturan tentang rangkap jabatan.
Perangkapan jabatan kepala daerah, wakil kepala daerah, pejabat struktural dan fungsional, anggota DPRD serta PNS dengan kepengurusan KONI itu dilarang. Sebab dinilai tidak sesuai dengan ketentuan pasal 40 UU 3/2005 tentang sistem keolahragaan nasional, pasal 56 PP 16/2007 tentang penyelenggaraan olahraga, serta SE Mendagri No 800/2398/SJ tanggal 26 Juni 2011 tentang rangkap jabatan.
Selain itu, rangkap jabatan juga tidak sesuai dengan SE KPK No B-903/01-15/04/2011 tanggal 4 April 2011. Berdasarkan hasil kajian KPK, rangkap jabatan pejabat public pada penyelenggaraan keolahragaan di daerah dapat menimbulkan konflik kepentingan.
Soal tersebut tidak sesuai pula dengan hasil Yudisial Review dari Mahkamah Kontitusi No 27/PUU-V/2007 terhadap Uji Materi Pasal 40 UU 3/2005 dan pasal 56 PP 16/2007 terhadap permohonan Saleh Ismail Mukadar yang menjabat ketua KONI Kota Surabaya.
Menyikapi hal itu, Pemerhati Hukum Abdul Haris SH mengacungkan jempol. Dia mengapresiasi 100 persen keberanian KONI dibawah pimpinan H Didi Sutardi yang berani membuat terobosan dalam supremasi hukum.
“KONI mengacu pada aturan baku. Saya sangat mengapresiasi, dan berarti pejabat public terjegal untuk menjadi ketua KONI,” tandasnya.
Justru seharusnya, sambung Haris, pemda berguru kepada KONI. Tidak seperti kegiatan ke Semarang tempo hari. Plt kepala Bappeda harus mempertanggungjawabkan kegiatan tersebut.
“Jangan sampai bertabrakan dengan hukum. Juklak dan juknisnya itu tidak bisa dilaksanakan. Kan belum dicairkan. Makanya saya bertanya itu pakai RKA tahun berapa? Ini mengundang kecemburuan SKPD lain, karena mereka belum bisa mencairkan tapi Bappeda sudah,” kata Haris. (deden)