Karya : KZG
Kemarin aku mengadu hidup bersama pagi
Berlari mengejar fajar yang tak mau kalah lebih pagi bangun dari peraduannya
Satu hari aku teringat ada cinta yang harus dijemput
Cinta yang tak bernilai
Kasih yang tak berbalas
Lagi-lagi aku tak sadar kenapa harus pergi mendayung mimpi menerjang badai
Padahal samar-samar angin mengabarkan
Disana tak ada pasir berhias mutiara
Tak ada pantai bermandikan lembayung senja
Yang ada rawa dan keterasingan semata
Diam diam Tuhan berbisik pada pasir putih
Pulanglah kamu tak akan sanggup melewatinya, yang ada hanya rawa perawan, kursi beralas papan, rumah beratap daun dan malam berselimut gelap.
Meski akhirnya aku putuskan untuk pergi dan melawan arus dan jutaan mil untuk menemui mereka yang dikisahkan alam.
Mereka yang tak sedarah denganku,
mereka yang tak mengenali ayah ibuku, tapi aku mengenal mereka melalui layar kaca tanganku dan semilir kabar angin dari sahabatku
Lagi lagi aku kembali bercermin padanya yang sendiri
Hidupku tak seepik kupu-kupu yang bisa terbang dengan bebas
Waktuku tak sebanyak hujan di bulan Juni
Namun aku punya kaki yang siap melangkah
Biar reda hatiku menjawab asa diri
Disana, anak kecil tak banyak berlari
mungkin satu atau dua orang.
Mudah kutemui di sore hari, dia lagi dia lagi mungkin hanya memang itu yang ada
Kucoba tayangkan lembaran cerita baru pada mereka.
Ku ajak bermain tapi tak lama mungkin hanya satu jam saja
awan terlihat menyerupai sayap malaikat menaungiku yang terbakar bara siang hari.
Berkumpul jadi satu ditepian sungai yang tak berdermaga, dan bermain bersama senja pada hari yang hampir gelap.
Pernahkan kau berada pada titik yang tak mungkin seragam, berharap semua akan baik
Aku tidak paham mengapa tak ada segenggam pasir disini
lalu aku berpikir dalam dua perhelatan hati
terdamparkah?
atau memang disini ada segeram atau dua geram cinta yang menjadi muara kasih
Kemudian aku paham, tak selamanya berjuang itu melelahkan justru membahagiakan
Membuka hati menerima hidup
Berteman alam, bertiung semesta
Dimensi waktu semakin dekat
Mengantarku hingga ke tepian laut
Melangkah bersama naluri
Hingga merindu terpisah keadaan
Menunggu sewindu datang kembali
Natuna, September 2019
Penulis : Kang Zeze Guru
Pegiat Literasi Kuningan, Penggagas TBM Hipapelnis Kalimanggis, Guru, dan Aktif di Gerakan Kepramukaan