Burungku Sayang Tak Lagi Terbang
– Ilham Akbar
/1/
di rumahku, terbang satu burung
yang di masing-masing sayapnya
ada tujuh belas bulu, dan dadanya
bernapaskan lima asas.
/2/
di luar rumah, aku mencari-cari
kicau burung itu —entah.
padahal semestinya, setiap orang
senang mendengar kicaunya
dan merawatnya di dalam kepala.
/3/
di sebuah ruang yang mereka
sebut singgasana, aku menghidu bau bangkai;
burungku sayang tak lagi terbang —
sayapnya telanjang,
dan seisi dadanya dibuang.
/4/
kecuali di rumah dan kepalaku,
tak terdengar lagi kicau burung itu di sekitarku,
bintang tak lagi dijadikan cahaya —merajalela kegelapan, rantai diurai berserakan —tak lagi saling mengikat, tak ada lagi tempat berteduh sebab beringin yang rindang ditebang habis —tandus, tak ada lagi yang mewakili setangguh kepala banteng —menjadi sebab adu kekerasan kepala dan enggan bersama, tak ada lagi padi dan kapas yang mengisi ruh sosial —menjelma kesenjangan.
\5\
aku menangis sejadi-jadinya;
di luar sana
burungku sayang tak lagi terbang,
burungku sayang kini telanjang.
Gandok Mahardika, 2020
Yang Bertebaran di Tanah Ini
: Ilham Akbar
Kutemukan pendulum raksasa di tanah ini
terus menerus melenting ke sana-ke sini:
dentingnya merasuki kepala —menjelma memori
Saling curiga seperti kenyataan di tanah ini
sebab di hamparannya, bahasa menjadi-jadi
tertanam tanpa mata, telinga, dan tak berhati.
sungai yang mengalir di tanah ini
adalah percakapan yang tak tersusuri:
hulu dan hilir entah di mana —saling sembunyi.
duri dari bahasa pun bertebaran di tanah ini
dan akan terus tumbuh jika disirami
oleh putus asa, amarah, iri, dan benci.
Kertawangunan, 2020