KUNINGAN (MASS) – Wakil Ketua DPRD Kuningan, H Ujang Kosasih MSi turut menanggapi keberadaan dua gerai daging dan telur ayam (Prima Freshmart dan Ceha) yang mulai menjamur. Rupanya, Ujang yang notabene ketua PKB memiliki perbedaan pendapat dengan Bupati H Acep Purnama MH yang kebetulan ketua PDIP.
Dalam wawancaranya, Ujang mengakui dengan perdagangan bebas, terdapat ruang bagi siapapun untuk melakukan usaha perdagangan. Baik itu orang Kuningan sendiri maupun luar Kuningan, kran usaha perdagangannya dibuka lebar.
Hanya saja yang harus jadi catatan, kata Ujang, kebebasan orang untuk melakukan usaha tersebut harus difilter oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku di daerah itu.
“Contoh Prima Freshmart dan Ceha yang merupakan usaha dibidang gerai yang masuk toko modern, silakan saja membuka usahanya, tapi tidak bisa sebebas-bebasnya melakukan itu. Saat mendirikan gerai, ya harus menyesuaikan dengan perda yang berlaku tentang toko modern,” paparnya akhir pekan ini (20/6/2021).
Mulai dari perijinannya sudah ada atau belum, serta bagaimana jarak antar gerai, menurut Ujang harus jadi perhatian serius. Oleh karenanya, pemerintah daerah dalam hal ini Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Perijinan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) dan Dinas Koperasi, Perdagangan dan Perindustrian (Dinkopdagperin) harus terjun langsung melakukan pengawasan terhadap keberadaan gerai-gerai tersebut.
“Jangan dibiarkan gerai itu berdiri seenak maunya, tapi harus memperhatikan ketentuan perda. Boleh gerai berdiri tapi penuhi syaratnya. Secara teknis, biasanya kalau ijin diproses, ada tim teknis yang melakukan kajian. Tim teknis disini dituntut profesional dan mengacu pada peraturan,” pinta Ujang.
Ujang Memaknainya Toko Modern, Bukan Agen atau Grosir
Apakah masuk kategori toko modern atau keagenan (agen/grosir)? Menurut Ujang perbedaan dalam memaknainya memerlukan sebuah diskusi mendalam, terutama di lembaga-lembaga teknis. Sedangkan dirinya memaknai bahwa kedua gerai tersebut masuk kategori toko modern.
“Kalau dimaknai agen atau grosir (pendapat bupati, red), argumentasinya gimana? Kalau menurut saya, kalau toko menerapkan fasilitas pelayanan yang self service maka itu masuk kelompok toko modern. Self service disini kan begini, pembeli datang, memilih barang sendiri, membawanya ke kasir untuk membayar,” jelasnya.
Berita sebelumnya: https://kuninganmass.com/ditanya-prima-dan-ceha-bupati-saya-baru-denger/
Sejumlah toko yang menerapkan self service, imbuh dia, diantaranya seperti Fajar, Indomaret, Surya dan lainnya, fasilitas pelayanan yang diberikannya self service. Ini sama dengan dua gerai Prima Freshmart dan Ceha, sehingga ia memasukannya kedalam kategori toko modern.
Berbeda dengan agen atau grosir, Ujang menerangkan, biasanya barang dicarikan oleh petugas toko. Pembeli hanya memberikan catatan barang yang akan dibeli, lalu petugas toko mencari barangnya, kemudian dihitung dengan harga grosir.
“Jadi Ceha dan Prima, saya kira sama dengan toko modern, sehingga saya konotasikan sama dengan toko modern. Nah kalau sama toko modern, maka harus menggunakan perda toko modern,” terang Ujang.
Atas perbedaan pemaknaan tersebut, diakui dia, harus ada penjelasan tuntas dari eksekutif. Kalaupun dimasukan ke dalam kategori keagenan maka aturannya harus mengacu kemana sehingga tidak terkesan seolah-olah diberikan kebebasan seenaknya.
“Gak bagus juga kalau seperti itu. Toh yang kena dampaknya para pedagang kecil. Masyarakat pedesaan atau daerah-daerah yang punya modal tidak besar dengan berdagang daging dan telur ayam, pasti akan kena imbas,” tandasnya.
Baca juga: https://kuninganmass.com/soal-ceha-dan-prima-freshmart-bupati-dikritik/
Ujang menegaskan, masalah ini harus betul-betul mendapat perhatian serius agar masyarakat kecil yang mengais rizki dari jualan dengan modal kecil tidak terkena imbasnya. Dikhawatirkan, ketika menjamur sampai ke tiap kecamatan atau desa, dampaknya nanti akan luar biasa. Maka dari itu pemda diminta olehnya untuk serius.
Kaitan dengan Predikat Kabupaten Termiskin
Setiap orang dalam meningkatkan daya belinya, sambung Ujang, maka berikhtiar dalam mendapatkan penghasilan. Salah satunya dengan cara berusaha jualan daging dan telur ayam. Secercah harapan itu kemudian muncul, tapi kemudian terganggu oleh keberadaan gerai yang membuat mereka lumpuh kembali.
“Kalau lumpuh kembali, maka otomatis daya belinya turun. Jelas lah itu akan menambah poin untuk Kuningan jadi kabupaten miskin,” logika Ujang.
Apakah para pedagang daging dan telur ayam perlu membentuk sebuah paguyuban atau organisasi dalam menghimpun kekuatan untuk melawan kebijakan yang tidak berpihak pada mereka?
Pucuk pimpinan partai yang mulai berjuluk partai wong cilik tersebut menandaskan, setiap warga negara diberikan keleluasan untuk membentuk organisasi, atau dengan istilah lain diberikan kebebasan untuk berserikat dan berkumpul. Namun hal itu tergantung para pedagangnya.
“Kalau mau memperkuat komunikasi, saling dukung dan memandang perlu ada sebuah lembaga atau organisasi, ya dibolehkan. Tapi itu tergantung mereka (para pedagang, red),” jawabnya.
Namun menurut Ujang, yang terpenting adalah bagaimana pemda itu hadir dalam suasana kebatinan masyarakat. Pada saat pemda hadir, maka masyarakat merasa diadvokasi dan dibantu oleh pemerintah. Jika memang kehadiran gerai-gerai tersebut sangat mengganggu, Ujang mempersilakan untuk menyampaikan ke pemda.
“Menurut saya, logikanya jika lahir gerai di beberapa tempat, saya yakin mengganggu pedagang kecil. Makanya pemda harus hadir di tengah masyarakat, apakah dengan cara mengadvokasi kepentingan pedagang kecil atau penegakan aturan terhadap gerai-gerai yang akan membuka usahanya,” tegas Ujang.
Masalah Garis Sempadan Sungai dan Jalan
Dia melanjutkan, ketentuan garis sempadan sudah jelas dalam persyaratan Ijin Mendirikan Bangunan (IMB). IMB itu lahir setelah terpenuhinya aturan. Kalau sudah terbangun maka secara logika tidak melanggar aturan. Karena kalau melanggar, IMB tidak akan diberikan.
Kalau fakta di lapangan terdapat pelanggaran, menurut Ujang, berarti keluar dari beberapa item yang disepakati untuk melahirkan IMB. “Tapi saya kira tidak ada yang dilanggar. Kalau ada mah, penegak perda atau satpol pp juga pasti sudah melakukan tindakan,” duganya.
Ia mengajak untuk berhusnuzon ketika sebuah bangunan sudah dibangun maka tidak ada pelanggaran IMB. Termasuk ketika tidak ada tindakan dari aparat penegak perda maka tidak ada yang dilanggar. (deden)