KUNINGAN (MASS) – Melihat berbagai sumber sejarah, meskipun dari sumber yang bisa dikatakan umum dan familiar, Kuningan tentunya memiliki banyak nilai sejarah. Paling mencolok yaitu Kuningan pernah dijadikan tempat Perundingan Linggarjati, dan dihadiri oleh Presiden Pertama RI Ir. Soekarno.
Bila lebih jauh lagi Kuningan malahan pernah mengalami zaman pra sejarah yang dibuktikan dengan ditemukannya peti kubur batu dan benda-benda pra sejarah lainnya di wilayah Desa Cipari, Kecamatan Cigugur.
Bukti sejarah tersebut bagi penulis menunjukan betapa eksisnya Kuningan pada masa itu. Sudah beratus-ratus tahun Kuningan “mandiri” atau dikukuhkan menjadi sebuah daerah sendiri. Adakah keistimewaan yang muncul lagi?
Bila melihat potensi, dianggap banyak orang Kuningan memiliki banyak potensi yang mesti digali. Mulai dari sektor pariwisata, ekonomi dan sebagainya. Sektor-sektor tersebut tentunya sangat bermanfaat bila dikelola dengan baik dan sungguh-sungguh. Adakah yang sudah menonjol?
Ada yang menganggap sudah mulai digarap dan ada pula yang memandang masih belum sempurna.
Bagi penulis pribadi, potensi-potensi yang disebutkan banyak orang dimiliki rasanya belum sepenuhnya dimanfaatkan. Wajar apabila menilai masih jauh panggang daripada api, sebab ingin Kuningan benar-benar menguasai hal-hal tersebut.
Perihal potensi wisata, benar Kuningan memang memilikinya. Dari ujung barat hingga timur, dan dari selatan hingga utara, terbukti Kota Kuda ini dihiasi dengan beragam warna wisata. Mulai dari Waduk Darma, hingga Bukit Seribu Bintang, menjadi ciri betapa berlimpahnya pariwisata di Kuningan. Apakah sudah dimanfaatkan secara maksimal?
Tampaknya, masih banyak kekurangan di sana-sini yang belum sepenuhnya diperbaiki. Di sektor pariwisata, Kuningan memang banyak potensinya, tetapi kebijakan tentang bonus tersebut tampaknya masih abu-abu dilaksanakannya.
Menurut penulis pribadi, pemangku kepentingan seperti hanya menjalankan regulasi, normatif, berdasarkan kalender tugas, dan jarang melakukan evaluasi. Dari tahun ke tahun, rasanya seperti sama saja.
Pemerintah Daerah terkesan membuat kebijakan yang seremonial, tergesa-gesa, bombastis, tapi tidak dibarengi dengan evaluasi yang rutin, tidak menghidupkan jiwanya, dan terkesan hanya momen peringatan semata. Jika dalam bahasa sunda ada peribahasa “Obor baralakeun”. Atau meriah seketika, dan padam jua akhirnya. Manfaat yang hidup di masyarakat pun kurang terasa, karena seperti gertakan saja.
Penulis sepakat dengan opini yang ditulis oleh salah seorang senior wartawan Kuningan, Kang Iyan Irwandi, dalam kabarcirebon.com, opini berjudul “Paradoks Memajukan Sektor Wisata”. Ternyata memang dari dulu sektor pariwisata ini digembor-gemborkan dapat mendongkrak Pendapatan Asli Daerah (PAD). Namun sayangnya hingga sampai saat ini tujuan tersebut belum terealisasi juga.
Menurut Kang Iyan, dari tahun ke tahun sektor pariwisata di Kuningan terkesan jalan di tempat atau stagnan, karena tidak ada perubahan signifikan di Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD).
Padahal, kata Kang Iyan, jika benar-benar ingin menggugah sektor pariwisata supaya berdampak pada rencana pembangunan, maka jangan sebatas ditulis pada visi dan misi pembangunan saja, tetapi berbagai faktor pendukungnya pun mesti direalisasikan sebagaimana mestinya, sehingga segala sesuatunya bisa berjalan sesuai harapan. Sepakat.
Lebih jauh lagi, dia mencontohkan misalnya, anggaran yang sudah digelontorkan untuk sektor pariwisata itu ditunjang progam-program yang nyata dan terarah. Tak lupa juga melibatkan sektor Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) untuk terlibat di dalamnya.
Nampaknya memang hanya dilakukan setengah hati setiap kebijakan tentang peningkatan sektor kepariwisataan itu, sebab penyiar radio, Sujono, pun menekankan agar setiap kebijakan dan program yang telah dicanangkan oleh pemerintah daerah jangan dianggap angin lalu. Namun, harus diikuti dan dilaksanakan oleh seluruh jajarannya dengan memberikan contoh yang baik kepada masyarakat umum, sehingga tujuan pembangunan terutama di sektor wisata bisa tercapai.
Malahan, ia menyinggung soal banyaknya oknum pejabat, termasuk kepala desa di Kuningan, yang ketika Pemerintah Daerah terus berusaha maksimal mempromosikan sektor wisata agar terkenal dan didatangi pengunjung luar daerah, tetapi mereka malah melakukan kegiatan di luar daerah. Seperti jomplang saja.
Sepertinya butuh Satria Piningit yang memiliki sifat militan untuk mengembangkan potensi di Kuningan. Yaitu mereka yang mampu memikirkan sinkronisasi antara kebijakan dan potensi yang tersedia, dan fokus pada apa yang seharusnya, serta tidak semata selesai pada administrasi. Artinya fokus dan berlanjut, dan benar-benar dijiwai.
Ada sebagian orang yang sama gemas atas kondisi ini. Melihat aturan banyak yang tumpang tindih, dan ujungnya terbengkalai.
Berharap di tangan pemangku kepentingan sekarang, Kuningan bisa dibawa menuju masa keemasan. Sesuai cita-citanya, Mandiri Agamis Pinunjul (MAJU) Berbasis Desa Tahun 2023. Ingin Kuningan benar-benar memanfaatkan potensinya dan itu menjadi ciri khas tersendiri.
Dengan banyaknya potensi wisata, berharap Kuningan bisa menatanya, sehingga para pelancong yang tiba dapat merasakan kepuasan yang tiada tara, ingin berlama-lama, dan ingin kembali bersua dengan Kota Kuda. Bagaimana caranya?
Pekerjaan Rumah bagi pemangku kepentingan mungkin banyak, diantarnya jalan sebagai akses ke lokasi, budaya masyarakat sekitar, dan tak lupa cindera mata yang ada supaya bisa ditonjolkan di sana. Benar pula masyarakat sekitar pun harus juga mendukung upaya-upaya pemerintahnya. Sangat berharap sekali kebijakan-kebijakan yang dibuat dapat terasa oleh semua pihak.
Sebetulnya penulis mendukung setiap produk hukum yang dikeluarkan, asalkan itu tertuju bagi kesejahteraan masyarakatnya. Contohnya, mencanangkan Kuningan sebagai Kabupaten Pendidikan memang elegan, tapi jangan sampai cita-cita ini hanya dilakukan labelisasi dan dikerjakan setengah hati.
Sangat berharap pemerintah juga bisa menujukan keseriusannya dengan terus fokus mewujudkan hal tersebut satu demi satu, sehingga harapan itu benar-benar terasa dan hidup dalam masyarakatnya. Artinya, tidak sebatas diperingati sebagai seremonial semata, tetapi benar-benar diresapkan pada sanubari (yang semestinya dilakukan) sebagai cita-cita bersama.
Memang jika diklaim sebagai Kabupaten Pendidikan seharusnya sudah muncul bibit-bibit yang berpendidikan, sehingga labelisasi itu meresap juga dibenak orang banyak. Atau dalam artian, jika memang sebuah daerah itu ” sudah begitu” otomatis orang di luar sana pun akan menyebutnya “begitu”.
Tapi, ini memang cita-cita luhur, artinya butuh dukungan dari semua pihak supaya cita-cita ini benar-benar terwujud. Semuanya mesti sama-sama memikirkan untuk bagaimana mencapai hal tersebut supaya terealisasi.
Pemerintah memang sudah seharusnya mendengarkan aspirasi rakyatnya. Jadi, ketika mengeluarkan sebuah kebijakan, sangat diharapkan produknya itu disukai juga oleh masyarakat. Jika begini, artinya demokrasi juga berjalan dengan baik, dan otomatis rakyat menaruh rasa percaya di pundak pemerintah.
Selanjutnya, berharap direalisasikannya janji-janji. Sehingga, jangan sampai pemerintah Kuningan ini disebut cuma obral janji. Sangat berharap juga pemangku kepentingan dapat mempertanggungjawabkan apa yang dulu digaungkan ketika kampanye.
Penulis sangat teringat sekali visi Kuningan Baranang yang digaungkan oleh Bupati saat ini. Ini mungkin belum selesai direalisasikan, karena di sebagian wilayah memang masih ada yang mengalami kegelapan. Apalagi sekarang ditempa dengan pandemi. Sekali lagi, berharap jangan sampai dilupakan.
Doa dan dukungan selalu penulis limpahkan untuk kemajuan Kuningan. Kota kecil dengan sejuta kenangan ini jangan sampai padam, karena tidak sesuai dengan namanya, yang mestinya harus terus menyilaukan setiap orang yang memandang.
Berharap sekali antara legislatif dan eksekutif memiliki suara yang sama, yaitu suara yang berasal dari masyarakat banyak, kemudian sebisa mungkin suara itu dapat dijadikan produk hukum. Dan sangat tidak diharapkan sekali jika pemerintah di Kuningan mendengarkan sebagian suara dari sekelompok orang tertentu yang memiliki kepentingan untuk kelompoknya sendiri. Dengarkanlah suara masyarakat Kuningan yang menghidupi Kabupaten Kuningan. Dirgahayu Kuningan ke – 522.
Penulis : Tedy Ageng Setiady, Pemuda dari Desa Cibinuang, Kecamatan/Kabupaten Kuningan.