KUNINGAN (MASS) – Kegemukan atau obesitas saat ini semakin banyak dialami masyarakat. Pola hidup tak sehat seperti kurang bergerak dan asupan makanan berlebih, membuat lemak menumpuk di tubuh. Bahkan yang terekstrim, ada sejumlah kasus obesitas diakhiri dengan kematian. “Obesitas tak membunuh seketika, bertahap, pasti enggak langsung 300 kilogram,” tegas Ahli Gizi Universitas Indonesia (UI), Dr. Tirta Prawitasari, MSc, SpGK, Minggu (31/12/2017).
Obesitas
Kemajuan dibidang ilmu pengetahuan dan ekonomi telah menciptakan suatu lingkungan dengan gaya hidup cenderung sadentari dan pola makan yang enak yang tinggi kalori dan lemak. Kelebihan asupan energi disimpan dalam jaringan lemak, lama kelamaan akan mengakibatkan terjadinya obesitas (Mahdia, 2004).
Obesitas terjadi disebabkan banyak faktor. Faktor utamanya adalah ketidakseimbangan asupan energi dengan keluaran energi. Di Indonesia, akibat dari perkembangan teknologi dan sosial ekonomi terjadi perubahan pola makan dari pola makan tradisional ke pola makan barat seperti fast food yang banyak mengandung kalori, lemak dan kolesterol (Mahdiah, 2004)
Obesitas merupakan suatu kelainan atau penyakit yang ditandai oleh penimbunan jaringan lemak dalam tubuh secara berlebihan. Sedangkan menurut Dariyo (2004) yang dimaksud dengan obesitas adalah kelebihan berat badan dari ukuran normal sebenarnya.
Menurut Papalia Olds, Feldma dan Rice (dalam Galih Tri Utomo 2012) ada tiga penyebab obesitas yakni, faktor fisiologis, faktor psikologis dan faktor kecelakaan. Faktor fisiologis adalah faktor yang muncul dari berbagai variabel, baik yang bersifat herediter maupun non herediter. Dilihat dari faktor-faktor yang menyebabkan obesitas, dari faktor-faktor tersebut salah satunya adalah pola makan atau jenis makanan yang dikonsumsi dan jenis kegiatan yang dilakukan. Obesitas dapat terjadi pada siapa saja, baik balita maupun orang dewasa.
Obesitas harus diatasi sejak dini karena banyaknya dampak buruk yang disebabkan obesitas. Dampak buruk obesitas terhadap kesehatan, sangat berhubungan erat dengan penyakit serius, seperti tekanan darah tinggi, jantung, diabetes mellitus dan penyakit pernafasan.
Pola Konsumsi
Kehidupan masyarakat, semakin dinamis dari waktu ke waktu. Kehidupan modern ini juga mempengaruhi pola makan dari masyarakat tersebut. Dengan alasan pengefektifan pemakaian waktu, mereka sering kali memilih untuk mengonsumsi makanan siap saji atau fast food. Makanan siap saji memang dianggap lebih ‘bersahabat’, selain enak dan praktis, makanan ini juga mengenyangkan, harganya tidak terlalu mahal, dan restoran fast food juga mudah dijumpai di berbagai penjuru kota. Setelah bertahun-tahun pola hidup ini berjalan, ternyata muncul dugaan bahwa makanan siap saji dapat menimbulkan obesitas.
Salah satu bentuk perilaku makan yang tidak sehat ini adalah kebiasaan mengonsumsi makanan siap saji. Makanan siap saji memang memiliki kandungan gizi, seperti lemak, protein, vitamin, dan mineral, tetapi makanan ini juga mengandung sejumlah besar lemak jenuh, kolesterol, garam natrium, dan kalori dalam jumlah besar serta hanya sedikit mengandung serat. Rata – rata makanan siap saji mengandung sebanyak 50% dari jumlah kalori yang diperlukan sehari, berkisar antara 400 kalori sampai 1500 kalori, dan 40 – 60% kalori dalam fast food ini berasal dari lemak.
Maka dapat disimpulkan, makanan siap saji akan memicu obesitas. Kebiasaan makan yang tidak sehat seperti mengonsumsi makanan siap saji, yang mengandung lemak trans, kolesterol, dan bahan lainnya, dapat menaikkan berat badan spesifik. Oleh karena itu, pengonsumsian makanan siap saji haruslah dihindari. Solusi lain untuk mengatasi masalah ini adalah dengan memberikan edukasi kepada produsen fast food untuk menambah kadar serat pada makanan siap saji tersebut untuk mengimbangi kadar lemak yang tinggi dan bahan lainnya yang menyebabkan meningkatnya kolesterol. Gaya hidup yang sehat dan aktif, serta olahraga yang teratur juga sangat penting untuk menghindari resiko obesitas.
Angka konsumsi makanan jadi yang merupakan bagian dari konsumsi penduduk di Kabupaten Kuningan (Angka SUSENAS, Survey Sosial Ekonomi Nasional) dari tahun 2016 dan 2017 dalam persentasenya menunjukkan kenaikan proporsi. Tahun 2016 dari pengeluaran untuk konsumsi perkapita penduduk per bulan adalah sebesar Rp 396.092,- sebesar 12,60 persennya adalah konsumsi penduduk untuk makanan jadi. Sementara pada tahun 2017, menjadi 19,42 persen atau sebesar Rp 146.200,- hanya untuk konsumsi makanan jadi saja. Sebuah pertumbuhan yang tidak sehat tentunya.
Dampak Makanan Jadi
Efek makanan cepat saji terhadap tubuh yakni dapat mempengaruhi tingkat energi tubuh. Junk food tidak mengandung nutrisi yang dibutuhkan tubuh agar tetap sehat. Sebagai hasilnya, anda mungkin merasa lelah dan kekurangan energi yang anda butuhkan untuk menyelesaikan tugas sehari-hari.
Tingginya tingkat gula dalam makanan cepat saji membuat metabolisme tidak terkendali, ketika makan gula halus, pankreas mengeluarkan insulin dalam jumlah yang tinggi untuk mencegah lonjakan berbahaya dalam kadar gula darah karena makanan cepat saji dan junk food tidak mengandung jumlah protein dan karbohidrat yang cukup dan baik, kadar gula darah akan turun secara tiba-tiba setelah makan, hal ini membuat merasa mudah marah-marah, lelah.
Junk food berkontribusi terhadap kinerja buruk dan obesitas, Junk food juga mengandung sejumlah besar lemak, dan sebagai lemak terakumulasi dalam tubuh. Pengkonsumsi akan bertambah berat badannya dan bisa menjadi obesitas. Berat lebih yang terjadi akan semakin mendekatkan pada risiko penyakit kronis serius seperti diabetes, penyakit jantung dan arthritis (Husein, 2012).
Penelitian lebih lanjut menemukan bahwa jenis lemak yang terkandung dalam makan siap saji adalah lemak trans yang berbahaya. Belum lama ini Badan Pengawasan Makanan dan Obat Amerika Serikat (US-FDA) dan British Nutrition Foundation (BNF) mempersoalkan kembali soal lemak trans. Lemak trans diduga menjadi penyebab utama obesitas. Lemak trans merupakan minyak yang diolah melalui proses hidrogenasi parsial (yakni dengan menambahkan hidrogen ke dalamnya). Pengolahan ini dilakukan untuk meningkatkan stabilitas oksidatif agar tak mudah mengalami proses oksidasi. Sebetulnya proses hidrogenasi parsial dilakukan industri pangan untuk membuat margarin. Secara natural, lemak trans juga terbentuk dalam rumen/lambung ternak besar seperti sapi. Jadi, produk-produk seperti mentega atau susu mengandung lemak trans dalam jumlah 2-5%.
Ahli Gizi UI lainnya, Prof. Dr. Endang L. Anhari Achadi, MPH, Dr.PH menjelaskan obesitas bisa menyebabkan seseorang mengalami gagal jantung. Sebab ketika seseorang berbobot besar, jantung mempunyai peran besar sekali menyampaikan sirkulasi darah ke seluruh tubuh. “Yang dialiri jantung kan besar sekali bebannya,” kata Endang.
Sehingga lemak yang tinggi membuat organ tertutup, beban menjadi berat. Sesak napas yang dialami seseorang dengan obesitas bisa karena gagal jantung, atau paru-paru, dan kegagalan sirkulisasi. “Ada faktor-faktor hormonal endokrin juga yang membuat tubuh bengkak tak terkontrol,” jelasnya.
Kuncinya, kata Endang, adalah dengan selalu mengecek berat badan minimal 1 bulan sekali. Selain itu pedoman makan gizi seimbang juga harus dipenuhi. “Jika makan dengan konsep gizi seimbang sejak awal sebetulnya enggak masalah. Lalu jangan lupa memonitor berat badan ideal. Sebetulnya tiap bulan bagus,” tegas Endang.
Obesitas Di Kabupaten Kuningan
Anggapan medical check up membutuhkan biaya yang mahal sebenarnya juga tidak benar. Harga yang dipatok untuk medical check up juga beragam dan tidak seluruhnya mahal karena bergantung pada apa yang ingin dicek kesehatannya di tubuh kita dan tempat di mana kita melakukan medical check up.
Pemeriksaan terhadap obesitas adalah bagian dari medical check-up yang sederhana dan berbiaya ringan bahkan di Kabupaten Kuningan pemeriksaan obesitas termasuk layanan tanpa biaya, jadi semuanya kembali kepada tingkat kesadaran dari penduduk/masyarakat untuk memanfaatkan pelayanan tersebut.
Berikut data yang dikutip dari Profil Kesehatan Kabupaten Kuningan. Pada tahun 2016 penduduk yang melakukan pemeriksaan obesitas di Pos Bindu (Pos Pembinaan Terpadu) adalah sejumlah 186.196 orang atau 22,77 persen dari penduduk berumur 15 tahun ke atas, dan tercatat 16.650 (8,94 persen) orang terindikasi sebagai orang yang mengalami obesitas.
Pada tahun 2017, kesadaran penduduk untuk melakukan pemeriksaan obesitas meningkat menjadi 265.653 orang atau 30,82 persen dari total penduduk berusia lebih dari 15 tahun. Dan penderita obesitas sebanyak 23.898 orang atau 9.01 persen.
Angka penderita obesitas pada tahun 2016 dan 2017 menunjukan kenaikan sejumlah 7.248 orang. Sebuah angka kenaikan yang terbilang tinggi dalam hal jumlah walaupun dalam kecil dalam persentase.
Perlu langkah-langkah yang terukur dan berkala bagi terciptanya kondisi obesitas yang lebih terkendali jumlahnya. Karena mengendalikan obesitas secara keseluruhan juga berarti mengendalikan tingkat penyakit lainnya yang ditimbulkan oleh obesitas.
Pengendalian Obesitas Di Kabupaten Kuningan
Secara umum di seluruh desa/kelurahan yang menjadi binaan dari puskesmas yang ada di Kabupaten Kuningan seluruh petugas medis bekerjasama dengan kader kesehatan di desa/kelurahan tersbut secara berkala harus melakukan kegiatan Pos Bindu (Pos Pembinaan Terpadu) minimal 1 (satu) bulan sekali.
Salah satu agenda dari kegiatan Pos Bindu di desa/kelurahan adalah pengukuran obesitas penduduk diwilayah desa/kelurahan terebut. Tingkat kesadaran dari penduduk untuk memeriksakan obesitas bagi penduduk lebih dari 15 tahun pada tahun 2016 dan 2017 baru berada pada tingkat 22,77 persen dan 30,82 persen. Artinya masih lebih banyak penduduk yang belum mau atau mungkin tidak tahu tentang kegiatan pemeriksaan obesitas ini.
Demi kesehatan penduduk di Kabupaten Kuningan yang lebih baik dan lebih berkualitas maka kebiasaan untuk menyempatkan diri memeriksa tingkat obesitas penduduk harus menjadi prioritas bagi penduduk. Sebab Perlu diingat walaupun secara tidak langsung obesitas dapat membunuh tanpa terasa. Dan bagi seluruh kader kesehatan desa dan petugas medis di puskesmas di seluruh Kabupaten Kuningan, perlu dioptimalkan kembali perannya dalam menimbulkan motivasi dan keinginan penduduk untuk memeriksakan kondisi kesehatannya termasuk dalam hal ini kondisi obesitas yang dialaminya.***
Penulis: Ima Ratna Puri, A.Md (Fungsional Statistisi Terampil, Badan Pusat Statistik (BPS) Kab. Kuningan)
BIODATA PENULIS
Nama : Ima Ratna P, A.Md
Instansi : Badan Pusat Statistik (BPS) Kab. Kuningan
Jabatan : Fungsional Statistisi Terampil
No. HP/WA : 082316626804
Email : [email protected]