KUNINGAN (MASS) – Gerakan #2018GantiBupati meluas. Dalam setiap momen, aksi tersebut digulirkan. Termasuk saat Car Free Day, Minggu (29/4/2018) kemarin, komunitas ini berjalan kaki di sepanjang Jl Siliwangi sambil mengenakan kaos gerakannya.
Menurut mereka, masyarakat baru sadar bahwa dinasti politik di Kuningan telah berlangsung selama 15 tahun, dan akan diperpanjang 5 tahun lagi. “Kita ingin menunjukkan kepada masyarakat bahwa ganti bupati itu sebuah perjuangan. Jika tidak, maka tak akan pernah ada perubahan di Kuningan,” tandas Saipuddin saat berada di Tamkot.
Menurut ketua Setgab Paslon Sentosa itu, tema #2018GantiBupati yang diwujudkan dalam aksi jalan santai mendapat respons postif dari masyarakat. Melly misalnya, warga Awirarangan yang tengah berolahraga menyambut baik aksi tersebut.
“Tidak perlu ada yang dikhawatirkan dari aksi ini, karena itu hak setiap warga negara untuk menyampaikan pendapatnya,” ucap Melly.
Ia sepakat bupati harus diganti karena menurutnya sudah terlalu lama pemerintah daerah Kuningan hanya diisi oleh teman-teman dan kroninya saja. “Pola dinasti seperti ini tidak baik untuk masa depan demokrasi,” kata Melly yang masih kuliah di Depok Jawa Barat ini.
Di samping itu lanjut Melly, isu dinasti politik adalah isu nasional yang memang harus diwaspadai sesuai anjuran ketua KPK, karena berpotensi melanggengkan kekuasaan dan rawan korupsi.
Mochtar warga Cigugur, dia pun setuju dengan aksi Ganti Bupati tahun 2018 yang diinisiasi oleh anak-anak muda Kuningan. Menurutnya salah satu kemandulan Kuningan karena pejabatnya tidak memiliki kreativitas lagi dalam membangun dan menggunakan anggaran.
“Mungkin karena terlalu lama memimpin sehingga mereka pikir baik-baik saja. Padahal banyak ide dari masyarakat yang bisa diakomodasi Pemda untuk dikembangkan,” ucapnya.
Dalam pandangan Mochtar, mungkin ini salah satu bahaya politik dinasti yang diwanti-wanti oleh pemerintah bahwa pemerintah daerah terlalu asyik dengan kelompoknya. Mereka, kata Mochtar tak sempat untuk mendengarkan pihak-pihak di luar lingkungan kelompoknya. Oleh karena itu ia sepakat dinasti politik di Kuningan harus dihentikan.
“Menghentikan politik dinasti wajib hukumnya, tidak hanya di Kuningan, tetapi di daerah lain juga,” tegasnya.
Faisal warga Sindangsari juga berujar senada. Menurutnya aksi ini menyadarkan kepada masyarakat luas akan adanya pergantian Bupati Juni 2018-2023 mendatang. “Ide penggantian rezim adalah ide yang cerdas dan kreatif. Saya dukung ganti Bupati 2018 dan dukung stop politik dinasti,” kata dia.
Sementara, Ketua Aksi, H Andy yang juga Ketua APIK (Aliansi Persatuan Islam Kuningan) menyebutkan, peserta aksi datang dari berbagai daerah di Kabupaten Kuningan yang dipusatkan di lapangan pendapa Paramarta.
Dari Pandapa, mereka melakukan jalan sehat hingga ke Taman Kota Kuningan sambil mengenakan berbagai model kaos tagar #2018GantiBupati. Sepanjang aksi, masyarakat yang berada di lokasi ikut mengancungkan satu jari tanda dukungan terhadap pasangan Sentosa (Toto-Yosa)
Diakui Andy, hastag #2018GantiBupati memang sudah viral di dunia maya. Ia menganggap viralnya tulisan #2018GantiBupati di kaos itu, merupakan salah satu respons masyarakat atas kegagalan pemerintah saat ini. Andi melihat ekspresi kekecewaan masyarakat terungkap dalam banyaknya dukungan terhadap aksi tersebut.
“Itu respons kreatif dari masyarakat kepada pemerintah daerah yang gagal memenuhi janjinya. Di era keterbukaan saat ini, memungkinkan masyarakat menyampaikan kritik secara kreatif,” ucap dia.
Menurut Andy, di era milenial dan kreativitas, semua jadi alat kontrol bagi pemerintah. Itu bisa menjadi pelecut bagi pemerintah untuk menyadari kekeliruannya agar bekerja dengan benar dan jujur, bukan pencitraan.
Haji Andy menyebut Gerakan #2018GantiBupati merupakan bentuk kebebasan berdemokrasi dan bentuk optimisme masyarakat untuk menyambut pemimpin baru. “Siapapun yang sadar akan kondisi Kuningan terkini, pasti mendukung gerakan ini,” kata Andy. (deden)