KUNINGAN (MASS) – Selaku bakal calon ketua DPD Partai Golkar Kuningan, H Dudy Pamuji MSi membeberkan alasan kenapa ia mundur dari pertarungan melawan Ir H Asep Setia Mulyana. Setidaknya ada 3 alasan penting yang membuatnya mengurungkan niat mencalonkan.
“Pertama, kita harus melihat Golkar kedepan. Kalau banyak calon, maka akan terpecah belah seperti dulu lagi,” sebut owner Obyek Sidomba yang pernah mencalonkan bupati pada pilkada 2018 lalu itu.
Alasan kedua, sambung Dudy, bahwa musyawarah mufakat untuk mencapai sebuah kesepakatan itu penting. Terlebih tujuannya agar tidak terjadi lagi pecah belah ditubuh Golkar.
“Ketiga, saya tidak mendapatkan restu dari orang tua untuk maju jadi kandidat ketua DPD. Bukan berarti saya tidak didukung PK (pengurus Kecamatan) atau yang lainnya. Mungkin banyak PK yang mendorong saya, hanya saja saya tak mendapat restu orang tua,” ungkap Dudy.
Atas dorongan PK atau siapapun yang telah memberikan dukungan kepadanya, Dudy mengucapkan terima kasih. Mereka mau berjibaku bekerja keras serta berjuang untuk mendorongnya.
“Tapi saya mohon maaf karena tidak mendapat restu dari orang tua. Bagi saya itu yang paling penting,” tandasnya.
Orang tua yang Dudy maksudkan yaitu ibunya. Naluri keibuan, menurutnya, tidak berpikir dari sisi politik. Justru seorang ibu sudah memandang cukup perjuangan yang selama ini Dudy lakukan.
“Kata beliau, sekarang mah daripada ribut-ribut, banyak buang energi, buang waktu dan biaya, lebih fokuskan saja ngurusin sekolah ITUS dan Sidomba,” tutur Dudy.
Atas pesan ibunya, Dudy memilih untuk mundur dari pencalonan dan memokuskan diri pada pegurusan sekolah dan obyek wisata.
“Daripada memecah belah partai yang sudah besar, saya berpikirnya gimana agar Golkar tetap solid. Apalagi ibu saya sampai mewanti-wanti, katanya, peupeujeuh sing nurut ka mamah, omat. Itulah naluri keibuan,” ujarnya.
Rasa kecewa karena mundur dari pencalonan, Dudy pastikan ada. Sebab seorang politisi, perjuangannya tentu dalam memenuhi hasrat politik dengan mempunyai tujuan. Namun ia menegaskan, bukan karena PK atau diminta untuk mundur.
“Saya mundur bukan karena PK, atau diminta untuk mundur. Bukan karena siapa-siapa. Ini murni karena ibu saya. Kalau saja ibu gak meminta saya, tentu saya akan maju,” tegasnya. (deden)