KUNINGAN (MASS) – Soal kemiskinan, Ketua Komisi IV DPRD Kuningan, Tresnadi mengatakan, pernyataan Gubernur Jabar Ridwan Kamil ada benarnya. Namun ada pula yang kurang pas terutama kaitan dengan lonjakan penduduk miskin di Kabupaten Kuningan.
“Semua kabupaten/kota terjadi penambahan tapi lonjakan tertinggi itu bukan di Kuningan. Penambahan penduduk miskin di Kuningan, dari 2019 ke 2020 itu hanya 16 ribu orang. Sedangkan di daerah lain yang mencapai 70 ribu orang,” bantah Tresnadi paska rapat dengan Dinsos, Disnaker dan BPS Kuningan, Kamis (4/2/2021).
Jika secara nominal, penambahan penduduk miskin di Kuningan hanya 16 ribu orang. Sedangkan secara persentase penambahan dari 2019 ke 2020 sebesar 13% hingga kini menjadi 12,82%.
Karena secara nominal hanya 16 ribu orang penambahan penduduk miskin, maka Kuningan menempati rangking 13 se Jabar. Sementara untuk total penduduk miskin di kota kuda ini mencapai 139 ribu orang.
Hanya saja untuk indeks kedalaman kemiskinan, acuan pertama adalah garis kemiskinan yang mencapai Rp352.358 peorang perbulan, dari hitungan kebutuhan kalori 2.100 Kg.
Baca berita sebelumnya: https://kuninganmass.com/dianggap-miskin-jika-gaji-ayah-beranak-3-hanya-rp15-juta-gimana-ngitungnya/
“Nah antara garis kemiskinan dengan yang dinikmati atau dikonsumsi, secara rata-rata dari 139 ribu penduduk miskin, jadi angkanya 2,41. Nah selisih ini memang tertinggi. Tapi tidak berarti akan berakibat bertambahnya orang miskin, karena yang dihitung itu memang dari orang miskin itu sendiri,” jelas politisi PDIP tersebut.
Jadi menurut Tresnadi, ungkapan gubernur ada yang kurang pas karena secara nominal penambahan penduduk miskin hanya 16 ribu orang sehingga peringkat 16 se Jabar. Kendati demikian, pernyataan gubernur ia terima untuk memacu perbaikan kondisi.
Kedepan pihaknya akan menginventarisasi permasalahan di sector mana saja yang harus digenjot agar tidak terlalu jauh jarak dari garis kemiskinan (indeks kedalaman kemiskinan).
“Kita akan mendesak pemda untuk melakukan langkah upaya agar jarak antara garis kemiskinan dengan capaian orang miskin tidak terlalu jauh,” tandasnya.
Untuk sector pertanian, ia juga akan melihat apakah program bantuan selama ini dinikmati oleh buruh tani atau pemilik sawah. Contoh bantuan bibit, apakah berdampak kepada pemilik lahan atau buruh taninya. Sehingga dapat diformulasikan program lain semacam padat karya atau sejenisnya.
Kaitan dengan pertanian dan angka pengangguran, Tresnadi lebih menekankan, penyebab pokoknya akibat panjangnya pandemic. Dirinya mengingatkan dulu sewaktu PSBB 1 perantau Kuningan yang mudik mencapai 90 ribu orang lebih.
“Yang tadinya usaha di Jakarta, Jogja dan daerah lain, mungkin sekarang omsetnya turun. Yang biasa aplus seminggu sekali, mungkin jadi tidak aplus. Contoh usaha travel yang ke Jakarta, biasanya 2 hari sekali ke Jakarta, apakah sekarang 7 hari sekali bisa berangkat? Gimana dengan keluarganya?,” tutur dia.
Baca berita sebelumnya: https://kuninganmass.com/kuningan-maju-dalam-lompatan-kemiskinan/
Tresnadi menegaskan, panjangnya masa pandemic sangat berpengaruh, tidak hanya di Kuningan. Secara indeks kedalaman memang betul Kuningan tertinggi. Namun untuk lonjakan penambahan penduduk miskin tertinggi, menurutnya itu kurang pas dengan data BPS.
“Bogor itu 70 ribu orang penambahannya. Di kita hanya 16 ribu,” pungkasnya. (deden)