KUNINGAN (MASS) – Seorang doktor yang kini menjabat kepala Dinas Perhubungan, Dr Deni Hamdani MSi, memaknai Tugu 0 Kilometer (titik nol) sebagai awal untuk membangun Kuningan. Titik nol itu pun bisa dimaknai sebagai awal membangun kesejahteraan masyarakat Kuningan.
“Secara manfaatnya dapat dimaknai begitu. Bisa juga sebagai awal membangun perekonomian Kuningan. Karena memang lokasinya di situ jadi pusat pertumbuhan perekonomian, indikantornya di situ. Perdagangan, indikatornya di situ. Aktivitas masyarakat, indikatornya di situ. Dan pusat keramaian juga di situ,” ungkap Deni.
Ia mengakui keberadaannya tidak dilirik oleh kebanyakan orang. Orang yang lewat ke situ pun seolah tidak merasa ada apa-apa di lokasi tersebut. Padahal menurut Deni, di situ adalah tempat pertama menentukan jarak kemanapun akan berangkat.
“Mau ke Bandung, Surabaya, Ciamis, ke Majalengka, dari situ kita menghitungnya. Untuk menentukan penghitungan awal kita semisal dari Kuningan ke Jakarta, Kuningan-Cirebon, Kuningan-Luragung, dihitungnya dari situ,” terang Deni.
Ketidakterawatan tugu 0 KM itu, dijanjikan olehnya akan dikoordinasikan dengan dinas terkait yakni Dinas PUPR. Sebab berdasarkan undang-undang jalan, untuk penentuan jarak kilometer itu ada di Binamarga atau PUPR.
“Ini bagus diingatkan oleh temen-temen media untuk merawat, memelihara kembali keberadaannya,” ujar dia, Senin (11/11/2019).
Baca juga: https://kuninganmass.com/social-culture/soal-titik-nol-sejarawan-harusnya-dirawat/
Menurut Deni, di daerah lain pun sama kondisi titik nol kurang diperhatikan. Padahal jika dilihat dari segi sejarah dan segi manfaatnya, sebetulnya bisa dijual untuk menjadi ikon wisata dan ikon selfie di sana.
“Cuma di sana sudah ada aktivitas pertokoan barat Siliwangi. Tapi gak masalah, dari segi estetikanya nanti bisa dikomunikasikan dengan Dinas Pariwisata, temen-temen budayawan, arsitek, bagaimana mendesainnya supaya lebih bagus,” ucapnya.
Tugu 0 KM itu akan dikemas dalam bentuk apa, sambung Deni, dapat didiskusikan pula dengan mahasiswa, jurnalis, budayawan, arsitek dan lainnya. Ide dan gagasannya ditunggu untuk bisa dikomunikasikan kepada pimpinan daerah yakni bupati dan wakil bupati.
“Sekali lagi ini sebagai pengingat bagi kita bahwa yang seperti itu harus ada makna buat kita. Titik 0 KM gak mungkin dipindah, karena perhitungannya di situ. Kita berangkat akan mencapai tujuan itu dari situ,” ungkapnya.
Saat dipintai pendapatnya kenapa Belanda waktu itu menempatkan tugu 0 KM di Jalan Siliwangi, Deni beropini bahwa Belanda jago infrastruktur. Sewaktu pembangunan Jalan Pantura lintas Jawa, Cirebon dan jalan lainnya, kemungkinan titiknya berada di situ.
“Orang Belanda ada rumus. Bagaimana membangun rumah kuat tahan gempa seperti apa, Belanda kan jago. Bisa dilihat di Cigugur ada gua Vanbeck, itu kan luar biasa kuat-kuat,” pungkas Deni. (deden)