KUNINGAN (MASS) – Aksi bela Palestina menjadi hangat kembali setelah penggalangan dana untuk Palestina yang dilakukan oleh Ustadz Adi Hidayat (UAH) berhasil menembus angka Rp.30 miliar dalam waktu enam hari.
Penggalangan dana ini kemudian dipertanyakan-lebih tepat mengarah pada fitnah oleh pegiat media sosial Eko Kuntadi dan kawan-kawan.
UAH yang dikenal sebagai sosok ulama cerdas, kali ini tidak tinggal diam. Beliau sudah menyatakan secara terbuka akan menempuh jalur hukum sebagai ikhtiar mencegah orang agar tidak mudah menyebarkan fitnah dan perpecahan di antara anak bangsa.
Menanggapi bergulirnya tuduhan kepada UAH, Inisiator Gerakan KITA, Ikhsan Marzuki menyampaikan pandangannya.
Menurutnya, selain upaya men-downgrade UAH, narasi tersebut juga sebagai upaya menghentikan minimal mengurangi dukungan terhadap Palestina yang begitu masif terjadi di berbagai belahan dunia dan merembet ke Indonesia.
Diterangkan, maraknya Aksi Bela Palestina dan Penggalangan Dana yang dilakukan oleh elemen-elemen masyarakat di berbagai daerah di Indonesia saat ini harus menjadi kesempatan bagi ikhtiar mengedukasi masyarakat agar tetap menjaga akal sehat.
“Selain do’a untuk memohon keselamatan dan kemenangan bangsa Palestina, ada satu hal yang perlu ditegaskan dan perlu dilakukan, yakni pentingnya bagi kita untuk menyisipkan doa dan memohon semoga akal sehat kita tetap terjaga,” ungkap Ikhsan.
Ikhsan menjelaskan kenapa ikhtiar menjaga akal sehat dalam kondisi saat ini menjadi penting?
Menurutnya, saat ini ia melihat bahwa sudah begitu masif bertebaran pernyataan yang justru seringkali bertabrakan dengan akal sehat kita.
Sedikitnya ada empat pernyataan yang bagi para aktivis Palestina dan kemanusiaan seringkali dianggap menabrak akal sehat.
Pertama, berkembangnya penyataan bahwa Palestina bukan urusan kita.
“Pernyataan yang disampaikan oleh salah seorang tokoh nasional ini sangat jelas melawan akal sehat bangsa Indonesia. Palestina itu justru negara pertama yang memberi dukungan bagi Kemerdekaan Indonesia sebelum Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya” papar Ikhsan.
Selain itu, aktivis sosial ini mengatakan Pembukaan UUD 1945 tegas menyatakan, bahwa sesungguhnya Kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.
“Dan jangan sampai kita lupa pidato Bung Karno tahun 1962 yang menjadi pengikat hubungan tiada akhir antara Indonesia dan Palestina, yang secara tegas mengatakan, selama kemerdekaan bangsa Palestina belum diserahkan kepada orang-orang Palestina, maka selama itulah bangsa Indonesia berdiri menantang penjajahan Israel,” tegas Ikhsan.
Pernyataan kedua yang menabrak akal sehat ungkap Ikhsan adalah permintaan audit untuk setiap sumbangan ke Palestina yang dilontarkan oleh salah seorang politikus anggota DPR RI.
“Dari dulu bangsa dan rakyat Indonesia membantu Palestina tanpa diributkan oleh suara permintaan audit dan segala macamnya. Pembangunan Rumah Sakit Indonesia di Jalur Gaza maupun di Hebron, Pembangunan Mesjid Istiqlal Palestina di Khan Yunis, Gaza, sekedar contoh bantuan yang sudah dan sedang berlangsung tanpa harus diramaikan dengan permintaan audit,” ungkap Ikhsan.
Menurut Ikhsan, permintaan audit ini sebenarnya tidak salah, hanya konteksnya yang tidak tepat.
Kenapa lanjut dia, permintaan audit tersebut tidak ditujukan kepada perampokan Dana Bansos, Korupsi Jiwasraya, BPJS, ASABRI, dan yang lainnya, yang sudah jelas-jelas menghancurkan sendi-sendi kehidupan sosial, ekonomi bahkan politik rakyat Indonesia.
Pernyataan ketiga yang dirasa mengganggu akal sehat yaitu pernyataan yang sering dilontarkan dengan mempertanyakan kenapa harus jauh-jauh bela Palestina, kehidupan di negeri sendiri aja sedang susah?
“Kita harus lihat sejarah, sebelum Indonesia merdeka negara Palestina sudah mendukung dan mengakui kedaulatan Indonesia pada 1944. Saat itu, mufti besar Palestina Syekh Muhammad Amin Al-Husaini dan seorang saudagar kaya Palestina, Muhammad Ali Taher menyiarkan dukungan rakyat Palestina untuk kemerdekaan Indonesia melalui siaran radio dan media berbahasa Arab pada 6 September 1944,” terang Ikhsan.
Sejak negara Palestina mengakui kedaulatan Indonesia pada 1944, dukungan terus mengalir.
Bahkan salah seorang saudagar kaya raya Palestina, Ali Taher rela mengeluarkan kekayaannya untuk kemerdekaan.
Ikhsan mengingatkan, kesulitan-kesulitan yang dialami oleh bangsa kita di negeri sendiri tetap harus menjadi perhatian bersama.
Di luar kesulitan-kesulitan bangsa Indonesia yang diakibatkan salah kelola negeri, rakyat Indonesia tanpa dikomando pun selalu bergerak membantu kesulitan sesama seperti yang diakibatkan bencana, kecelakaan atau penindasan kemanusiaan.
Terakhir, pernyataan keempat yang dirasa mengusik akal sehat, menurut Ikhsan adalah pernyataan yang mengambarkan seolah-olah urusan Palestina adalah persoalan internal Palestina dan Israel.
“Persoalan Palestina dengan Israel justru merupakan persoalan bersama yang dari dulu sudah menjadi bahasan PBB. Dan yang pasti bukan semata persoalan Agama. Ini menyangkut urusan Kemanusiaan dan Ketidakadilan,” kata Ikhsan.
Ikhsan menjelaskan, bahwa hari ini mata dunia mulai terbuka dan tumbuh kesadaran kritisnya atas nilai-nilai Kemanusiaan dan Ketidakadilan yang menimpa warga Palestina.
“Rakyat di negara-negara non muslim saat ini justru yang menjadi penggerak dalam menyuarakan pembelaan Kemanusiaan dan Ketidakadilan, ” pungkasnya. (agus)