Connect with us

Hi, what are you looking for?

Kuningan Mass

Netizen Mass

JHT : Jeritan Hati yang Tersakiti

KUNINGAN (MASS) – Tahun 2022 merupakan tahun yang mengejutkan bagi rakyat. Banyak kebijakan pemerintah yang mengerutkan dahi, bahkan menyanyat hati. Sebut saja kenaikan harga minyak goreng, berubahnya aturan BPJS Kesehatan, kenaikan TDL, dan yang terbaru adalah pengambilan Jaminan Hari Tua (JHT) harus menunggu usia 56 tahun.

Ini berdasarkan aturan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 2/2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua (JHT). Aturan ini berfungsi untuk mengatur dana JHT yang hanya bisa dicairkan saat usia 56 tahun. Padahal, sebelumnya di Permenaker Nomor 19/2015 bahwa JHT bisa diklaim dalam jangka satu bulan setelah pekerja habis kontrak atau mundur dari tempatnya terakhir bekerja.

Walhasil banyak mengundang kontra di kaum buruh dan beberapa praktisi. Mereka secara tegas menolak keputusan pemerintah yang dinilai sepihak dan merugikan kaum buruh. Lebih-lebih yang terkena dampak pandemi dengan banyak PHK dimana-mana.

Advertisement. Scroll to continue reading.

Harapan pun luluh lantah setelah mengetahui kebijakan tersebut. Uang dari JHT yang seharusnya bisa menjadi modal usaha atau cadangan demi memenuhi kebutuhan hidupnya. Nyatanya, tetap harus bertahan dengan menghemat pengeluaran.

Keluahan rakyat pun dihiraukan pemerintah, karena mengklaim bahwa aturan itu sudah ada komunikasi denga kementrian dan kelembagaan terkait. Ditambah sudah mempertimbangkan banyak hal, seperti menyiapkan Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP), baik berupa bantuan uang tunai, pelatihan kerja, maupun pemberian informasi pasar kerja.

Benarkah demikian? Belum tentu, tergantung berapa persentase yang diterima buruh. Terhitung berapa lama bekerjanya.

Advertisement. Scroll to continue reading.

Dibalik Pencairan JHT

Menurut Mantan sekretaris Kementerian BUMN, Said Didu menduga sebagian besar dana JHT yang mencapai Rp375,5 triliun pada 2021 atau naik sekitar 10,2 persen dari tahun sebelumnya dipergunakan untuk membiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Dimana dana APBN berasal dari investasi negara melalui pembelian Surat Utang Negara (SUN).

Hal tersebut pun ditanggapi pihak Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan Anggoro Eko Cahyo, menjelaskan bahwa dana JHT harus dikelola dengan baik sesuai ketentuan yang berlaku. Beliau merinci jika pengelolaannya diperuntukkan sebagai berikut, 65% diinvestasikan pada obligasi dan surat berharga; 15% ditempatkan pada deposito Himpunan Bank Negara (Himbara) dan Bank Pembangunan Daerah (BPD); 12,5% ditaruh pada saham yang didominasi pada saham blue chip; 7% diinvestasikan pada reksa dana (saham yang masuk dalam blue chip LQ45); sisanya 0,5% ditempatkan pada properti secara langsung. (Wartakota.tribunnews.com, 18/02/2022).

Advertisement. Scroll to continue reading.

Jika benar demikian pengelolaan dana JHT, maka pemerintah benar-benar tak memikirkan kondisi rakyatnya. Dana yang diperuntukkan untuk pekerja yang memang hak-nya, diambil secara paksa demi kepentingan penguasa. Padahal, rakyatnya sedang kesusahan dalam memenuhi kebutuhan pokoknya. Astagfirullah.

Jika, menurut pemerintah dana JHT dapat tergantikan dengan dana Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) sebetulnya tidak sepenuhnya. Karena menurut Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia, Said Iqbal mengatakan bahwa manfaat yang diberikan JKP sangat terbatas dibandingkan JHT. Biasanya JKP hanya diperuntukkan bagi pekerja yang di-PHK.

Dimana Menurut PP No. 37 tahun 2021, manfaat JKP berupa uang tunai diberikan setiap bulan selama enam bulan, dengan rincian 45% dari upah untuk tiga bulan pertama dan 25% dari upah untuk tiga bulan berikutnya. Upah yang diberikan disesuaikan dengan laporan yang diterima BPJS Ketenagakerjaan terhitung dari upah terkahir pekerja dengan batas atas Rp5 juta. (Bbc.com, 17/02/2022).

Advertisement. Scroll to continue reading.

Hal tersebut pun dikomentari dari pengamat ketenagakerjaan, Hadi Subhan, menilai jika hitung-hitungan pemerintah yang membandingkan JKP dengan JHT “tidak jujur” karena contohnya bagi pekerja yang baru bekerja selama dua tahun. Sebab yang lebih dari dua tahun, maka dana JHT akan jauh lebih besar. Jelas perbedaannya, pertama JHT adalah hak buruh, tidak ada hubungan dengan pemerintah. Kedua, JKP itu diakui uang pemerintah, walaupun sebenarnya rekomposisi dari iuran JKK dan JKM. Jadi, tidak relevan kalau JHT diatur pemerintah. (Bbc.com, 17/02/2022).

Dari fakta diatas, diduga pemerintah belum berpihak kepada rakyat. Belum ada keinginan untuk memenuhi tuntutan kaum buruh/pekerja. Dan kebijakan ini pun masih ada kaitannya dengan UU Cipta Kerja yang telah disahkan tahun sebelumnya.

Darisana, maka Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta pihak kementrian terkait untuk merevisi aturannya. Sehingga Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah menyatakan akan segera melakukan revisi aturan pelaksana program JHT tersebut. (Viva.co id, 22/02/2022).

Advertisement. Scroll to continue reading.

Buruh Tak Layak Bahagia

Kebijakan yang dibuat oleh manusia memang akan menuai kontroversi. Karena didasarkan pada asas manfaat semata. Dimana kebijakan yang akan diluncurkan, sejatinya mempertimbangkan keuntungan yang didapatkan. Baik dari pengusaha atau pemilik modal.

Sehingga, apapun kebijakannya kemungkinan akan menjauhkan dari kemaslahatan buruh. Sebab, itulah ciri khas aturan manusia sesuai sistem demokrasi. Penopangnya adalah ekonomi kapitalisme yang memosisikan negara sebagai regulator. Tak heran, jika ekonomi kapitalisme sangat berorientasi pada pertumbuhan ekonomi yang ditopang oleh invetasi. Caranya dengan kerjasama dengan investor, dan menekan upah yang rendah untuk menekan biaya produksi. Namun, upah bagi kaum buruh tidak boleh dinaikkan ataupun diturunkan, harus sesuai dengan upah minimumnya.

Advertisement. Scroll to continue reading.

Itulah yang terjadi, buruh di negeri ini memang sulit untuk sejahtera, bahkan tak layak bahagia. Dengan upah yang didapatkan saja sebenarnya masih kurang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, sebab harga bahan pokok yang terus melambung. Belum lagi, rakyat dijadikan objek pemerasan dengan berbagai macam nama pungutan.

Akhirnya, semua perlu dibayar mahal oleh rakyat. Kalaupun ada yang gratis, itu karena keterpaksaan untuk saling menolong dengan berbagai macam program, bukan karena negara turun tangan dengan tanggung jawabnya. Ya, semuanya itu hitung-hitungan antara penguasa dan rakyat. Bukan diterima secara gratis.

Wajar jika tidak ada yang tersisa bagi rakyat selain berbagai dampak kerakusan dan kezaliman penguasa. Seperti utang negara yang menumpuk, kerusakan lingkungan yang sangat berat, dan semua itu rakyat harus menanggung dampaknya dalam waktu yang sangat lama.

Advertisement. Scroll to continue reading.

Islam Menyejahterahkan Rakyat

Dari Ibnu Umar ra. bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Setiap orang adalah pemimpin dan akan diminta pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Seorang kepala negara akan diminta pertanggungjawaban perihal rakat yang dipimpinnya.” (HR Bukhari-Muslim)

Artinya, Islam memosisikan bahwa penguasa bertindak sebagai penjamin kebutuhan dasar rakyatnya. Tidak perlu ada JHT atau JHP. Baik sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan maupun keamanan, semuanya dijamin oleh Negara (baca: penguasa).

Advertisement. Scroll to continue reading.

Sehingga, dalam Islam tetap ada tunjangan, bukan jaminan. Seperti yang pernah dilakukan Amirul Mukminin, Umar bin Kattab pada tahun ke-6 kepemimpinannya, memberikan tunjangan rata-rata sebesar 50 dinar setara dengan 200 juta per tahun bagi yang membutuhkan.

Semua itu dilakukan semata-mata agar terpenuhinya kebutuhan dasar rakyatnya. Terbukti, setelah diberikan tunjangan, daya beli masyarakat meningkat sehingga perputaran ekonomi makin cepat. Hal demikian pada gilirannya berdampak pada kemajuan ekonomi negara.

Itulah, Islam hadir di tengah kehidupan manusia sebagai aturan yang sempurna dan menyelesaikan perkara manusia. Ditambah, pemimpin atau negara adalah sebagai pengurus (raa’in) dan penjaga umat (junnah), bukan penguasa yang bisa seenaknya menindas rakyat.

Advertisement. Scroll to continue reading.

Seyogianya, sistem Islamlah yang umat butuhkan dan wajib untuk diperjuangkan. Caranya dengan membangun kesadaran bahwa Islam adalah solusi kehidupan sekaligus penerapannya merupakan tuntutan iman. Wallahu’alam bishshawab.

Citra Salsabila
(
Pegiat Literasi)

Advertisement. Scroll to continue reading.
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Advertisement
Advertisement
Advertisement

You May Also Like

Netizen Mass

KUNINGAN (MASS) – Bulan Dzulhijah indentik dengan hewan kurban. Umat Muslim khususnya, berbondong-bondong membeli hewan berupa sapi, kerbau, unta, atau kambing untuk dikurbankan. Iya,...

Government

KUNINGAN (MASS) – Kepala Dinas Ketenaga Kerjaan dan Transmigrasi Kuningan melalui Kabid Perlindungan Tenaga Kerjanya Abdul Razak menyebut, pada dasarnya aturan yang dibuat pemerintah,...

Government

KUNINGAN (MASS) – Badan Buruh dan Pekerja Pemuda Pancasila (PP) Kuningan menyebut pemerintah tidak serius soal kesejahteraan buruh. Hal itu diutarakan ketua Anggi Alamsyah,...

Government

KUNINGAN (MASS) – Petisi penolakan terhadap permenaker no 2/2022 muncul di situs change.org, bahkan sampai berita ini ditulis pada Selasa (15/2/2022) sekitar pukul 08.00...

Advertisement