Connect with us

Hi, what are you looking for?

Kuningan Mass

Netizen Mass

Cerpen: Kursi Peninggalan Kakek

Hari sudah usai. Burung-burung telah tiba di peraduan. Sinar mentari samar-samar terpancar dari pekatnya langit senja.

Diantara suara adzan Ilham berjalan tergesa-gesa. Tas ransel yang digendong di pundak sebelah kiri sesekali dibenarkan supaya tidak jatuh. Baju flannelnya agak basah bercampur keringat. Sesekali ia melompat melewati genangan air. Atau berhenti sejenak karena sorot lampu kendaraan yang menyilaukan mata. Hujan sore tadi membuat basah seluruh jalan.

Setibanya di gang ke rumahnya, Ilham tertegun melihat Mbok Dariyem. Usianya sudah terpaut jauh dengan dirinya. Rambut Mbok Dariyem seluruhnya putih. Kulitnya sangat keriput. Daging yang membalut tulang pun sudah habis digerogoti waktu.

Ia menarik nafas panjang, kemudian menghampiri Mbok Dariyem sejenak.

Advertisement. Scroll to continue reading.

“Mbok, wis ndalu,”

Mbok Dariyem hanya membalikan pandangan, meraba-raba siapa yang datang. Katarak membuat matanya sangat tidak awas.

“I..Iyo.. cuk,” sambil menggengam tangan Ilham.

“Mari, Mbah. Sugeng Ndalu,”

Advertisement. Scroll to continue reading.

Si Mbah hanya mengangguk.

…………………..

Tok…tok..tok… suara pintu diketuk. Tak lama kemudian keluar seorang perempuan belia.

“Dih bau,” katanya menyambut Ilham.

Advertisement. Scroll to continue reading.

“Nih bau nih, bau,” timpal Ilham sambil mencoba merangkul adiknya.

“Ilham, mandi dulu nak,” kata Ibu.

Tak dihiraukan ia lantas berjalan menuju meja makan. Dilihatnya tempe goreng tepung begitu menggoda. Baru saja ibu masak. Menu hari ini ada tempe goreng, sayur kol, sambel dan juga kerupuk. Perutnya tak kuasa menahan lapar.

“Mandi dulu, baru makan!,” kata Ayahnya dari pojok.

Advertisement. Scroll to continue reading.

Sambil makan gorengan ia pergi ke kamar. Menyimpan tas, dan langsung menjatuhkan diri di kasur.

“Ee…,” terperanjat dan langsung bangun lagi, “Sial, baju ku basah,”.

Dengan segala rasa cape yang terus meninabobokan diri, Ilham melawan dengan berjalan ke kamar mandi. Byur…byur… Badannya dibasuh dengan air yang berasal dari sumur.

Jam menunjukan pukul 19.28 WIB. Masih memakai sarung Ilham kemudian duduk di kursi depan. Sudah menjadi tempat istimewa setiap malam – kecuali malam Minggu – untuk duduk di kursi depan. Kursi itu terbuat dari kayu nangka yang ditebang dari hutan belantara.

Advertisement. Scroll to continue reading.

Sengaja kakek membuat kursi itu. Dari cerita ayahnya, kayu itu didapat ketika kakek sedang pergi berburu bersama teman-temannya. Saat itu kakek belum menikah. Tubuhnya masih kuat mendaki gunung dan menuruni lembah.

Katanya, saat itu kakek berburu kijang. Tapi harus melawan maut karena Sang Raja Rimba masih banyak berkeliaran. Kijang pun dapat dua, dan diperjalanan pulang rombongan kakek terhalang pohon tumbang. Pohon itulah yang kini dijadikan kursi.

Memang hampir setiap malam Ilham duduk termenung di atas kursi peninggalan kakeknya itu, hanya untuk bersantai memandangi langit yang gelap. Kerlap-kerlip bintang memberi warna di kegelapan. Matanya menoleh ke sana kemari. Hanya gelap dan pekat yang terlihat.

Kopi hitam sedikit manis memecah kesunyian. Tak lupa juga beberapa batang rokok ikut tampil menambah kesyahduan.

Advertisement. Scroll to continue reading.

Dikala sunyi menghampiri tiba-tiba ia terkejut mendengar teriakan.

“Haramjadah sia,” kata yang berteriak, “Aing ditipu ku sia Ha..Ha..Ha..,”.

Sial. Seorang gangguan jiwa berjalan dengan pakaian compang camping. Dia terus berteriak dikesunyian malam. Bahasanya pun sungguh kasar. Sesekali dia bernyanyi. Liriknya pun itu-itu saja.

Tak lama kemudian orang gila itu bersandar di tiang listrik. Rambutnya yang panjang, kusam dan sedikit gimbal terurai ke bawah. Kumis dan janggutnya sudah tak terurus. Badannya hitam, kotor, dan terlihat kurus. Lama kelamaan tubuhnya dibiarkan jatuh ke bawah. Sambil duduk kembali dia berteriak “Haramjadah sia. Aing ditipu ku sia Heu…Heuu….!!,” tapi kali ini sambil menangis. Setelah itu dia bangun. Lalu lari terbirit-birit.

Advertisement. Scroll to continue reading.

“Dia itu dulunya pemborong,” kata seseorang dari sebelah kanan.

Ku kira hanya diriku saja yang menyaksikan orang gila itu. Kata Ilham dalam hati.

“Kenapa jadi gila?,” tanya Ilham ke suara itu.

“Bisa kamu dengar sendiri?,” jawab suara itu lagi, “Dia tertipu oleh rekan bisnis dan teman kencan wanitanya,”.

Advertisement. Scroll to continue reading.

Dalam hatinya Ilham berkata. Pantas saja orang gila itu sering berteriak dan menyanyikan lagu tentang cinta.

Wussshh…. Tiba-tiba bayangan hitam lewat dihadapannya. Seketika itu ia terkejut dan menoleh ke kanan – ke kiri.

“A… Apa itu?,” tanyanya penuh ketakutan.

“Jangan takut,” jawab suara yang berbisik tepat di depan telinganya. Aura dingin menerpa tubuhnya, “Aku akan menjadi temanmu,”.

Advertisement. Scroll to continue reading.

“Si.. Siapa kamu?,” tanya Ilham sambil mencari dimana wujud suara itu.

“Aku Rodenda,” suaranya besar kali ini.

“Si.. Siapa.. kau sebenarnya?!,” Ilham benar-benar takut.

“Diam. Dan jangan takut, Tuanku!,”

Advertisement. Scroll to continue reading.

“To…. to..!!,” berat sekali untuk berteriak meminta tolong. Kini tubuhnya sulit untuk digerakan. Hanya bola mata yang mampu digerakan melihat bayangan hitam yang terbang mengelilinginya. Angin malam menerpa tubuhnya. Tiba-tiba mata merah bayangan hitam menyala tepat di depan mata Ilham.

“Jangan takut, Tuanku,” kata makhluk yang entah apakah itu.

Ilham tak berkata. Apalagi berteriak. Untuk menganga saja pun tak kuat. Keringat dingin mengalir dari kepala dan punggungnya. Nafasnya pun terasa berat dan kencang. Tubuhnya kaku tak bisa digerakan.

“Aku penunggu kayu ini, dan aku berterima kasih padamu. Ha…Ha..!,”

Advertisement. Scroll to continue reading.

Tangan bayangan hitam itu merangkul bahu Ilham.

Sorot matanya menatap tajam ke arah Ilham.

Dia tak bisa bergerak banyak. Tubuhnya sudah mati rasa karena ketakutan yang maha dahsyat. Ia pun pasrah ketika makhluk yang entah bagaimana bentuknya itu membuka mulut dan hendak melahap tubuhnya. Taringnya runcing dan berwarna hitam. Tenggorokannya membara nyala api. Dan dengan sekejap ia pun terbangun dari mimpi yang amat buruk itu.

“Huh.. Hah.. Huh.. Hah.. Haduh beruntung sekali ini hanya mimpi,” katanya sambil menarik nafas panjang.

Advertisement. Scroll to continue reading.

Keringatnya dilap menggunakan sarung. Cape sekali meskipun itu bunga tidur.

Kendati begitu Ilham tetap penasaran dengan suara yang ada di dalam mimpinya  tadi. Makhluk seperti apa yang datang menerkamnya itu. Seakan tak percaya dia lantas melihat ke arah sumber suara di mimpinya. Gelap dan tidak ada siapa-siapa. Lalu dilihatnya ke sekeliling atau di sekitar kursi yang ia duduki. Sama saja.

Ah. Pikirinya. Ini mimpi yang benar-benar seperti nyata.

Penutup kopi lalu dibuka.

Advertisement. Scroll to continue reading.

Sruputt… Kopi yang sudah dingin pun tetap enak diminum.

Pikirannya kembali teringat pada kejadian awal sebelum tertidur. Ia pun bertanya pada dirinya sendiri kemana perginya orang gila itu?….

“Ke arah barat,” kata sebuah suara besar yang datang dari arah kanan/

Serentak bulukuduknya berdiri. Tubuhnya kali ini benar-benar kaku. Keringat dinginnya lagi-lagi mengucur deras. Ia pun tak berani menengok ke arah suara itu. Gemetar kaki dan seluruh tubuhnya. Tiba-tiba………

Advertisement. Scroll to continue reading.

Bersambung ~

Penulis : Genta

Foto ilustrasi, sumber : https://pixabay.com/

Advertisement. Scroll to continue reading.
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Advertisement

Berita Terbaru

Advertisement
Advertisement

You May Also Like

Netizen Mass

“Bangun, sudah siang!,” Suara Ibuku lantang di telinga. Waktu masih pukul 5 pagi, tapi kata Ibu sudah terlalu siang. Aku lantas pergi ke tempat...

Netizen Mass

Sruputt… Kopi yang sudah dingin pun tetap enak diminum.Pikirannya kembali teringat pada kejadian awal sebelum tertidur. Ia pun bertanya pada dirinya sendiri kemana perginya...

Netizen Mass

Burung walet yang terlihat di langit biru terbang menukik tajam ke bawah, kemudian bermanuver dan kembali lagi terbang ke atas. Berlenggak-lenggok di awang-awang menembus...

Advertisement