KUNINGAN (MASS) – Pasangan suami istri tidak dibolehkan menjadi penyelenggara pemilu secara bersamaan. Namun ini terjadi di Kecamatan Cilimus, terutama dalam keanggotaan KPPS.
“Di kecamatan ini ada pasangan suami istri yang sama-sama jadi anggota KPPS. Suaminya di TPS 1 misal, sedangkan istrinya di TPS 2,” ungkap salah seorang sumber kuninganmass.com, Jumat (29/3/2019).
Informasinya suami istri yang sama-sama jadi penyelenggara pemilu tersebut ditemukan sebanyak 4 pasang di Kecamatan Cilimus. Sebelum pelantikan KPPS Rabu (27/3/2019), temuan itu sudah ditindaklanjuti.
“Salah satu dari suami atau istrinya, dibatalkan untuk dilantik dan digantikan sama orang lain,” ungkap pria yang meminta identitasnya disembunyikan itu.
Berdasarkan UU 7/2017 pasal 21 dan PKPU 3/2018 pasal 36, sesama penyelenggara pemilu tidak dalam ikatan perkawinan. Tak heran jika temuan di Kecamatan Cilimus langsung menjadi pembahasan serius.
“Mungkin saja di kecamatan lain pun ada yang begitu seperti di Kecamatan Cilimus,” duga sumber ini.
Sementara, dalam Rakor Bawaslu dengan Pemantau Pemilu di Wisma Pepabri Linggajati, Jumat, masalah hampir serupa ditanyakan peserta. Suaminya anggota penyelenggara, sedangkan istrinya masuk ke dalam jajaran sekretariat.
“Kalau aturannya yang tidak boleh itu komisionernya. Tidak boleh ada ikatan perkawinan. Sedangkan kalau sekretariat itu kan ada ASN dan ada juga profesional atau tenaga kontrak,” jelas Kasubab Teknis Penyelenggaraan Pengawasan Pemilu Bawaslu Jabar, Tulus Arifan.
Biasanya, tenaga kontrak tidak ada ketentuan yang tersurat secara langsung. Untuk itu mesti dilihat dulu posisi dia dimana dan bagaimana. Sebab untuk ASN memiliki aturan tersendiri yang saling kait-mengait.
“Jadi harus dilihat dulu. Kalau dianggap mempengaruhi, ya, pokoknya kita harus lihat dulu,” kata Tulus menjawab konfirmasi peserta sekaligus wartawan, Nunung Nurhasanah. (deden)