KUNINGAN (MASS) – Seorang janda tidak mampu, Titi Setianah (43) terpaksa tidak meneruskan pengobatannya. Pasien mata yang tinggal di Desa Parakan Kecamatan Maleber itu tidak dikasih cap/stempel oleh BPJS ketika hendak dioperasi di RSCM Jakarta.
Akibatnya, komunitas yang mengatasnamakan Asbaku (Aspirasi Barudak Kuningan) mengadu ke dewan. Selasa (27/3/2018) siang mereka sebanyak 22 orang meminta agar wakil rakyat bisa mengatasinya.
“Karena ibu Titi lagi sakit, beliau tidak ikut serta ke sini. Kita ke sini merasa peduli kepada nasib bu Titi yang butuh pengobatan. Beliau sekarang tak bisa melihat. Beliau janda tak mampu. Kalau tak percaya wakil rakyat datang saja ke rumahnya,” ketus Koordinator Asbaku, Erwin Setiadi.
Kedatangan Asbaku diterima Ketua Komisi IV DPRD, H Ujang Kosasih beserta seorang anggotanya Hj Titi H Noorbandah. Dihadirkan pejabat dari Dinkes, RSUD 45 dan RSU Linggajati. Sedangkan dari BPJS hanya dihadiri perwakilan.
“Ceritanya begini, kan bu Titi sakit mata. Hasil diagnosa dokter mata di Klinik KEC (Kuningan Eye Center), beliau harus dirujuk ke RSCM Jakarta untuk dioperasi. Karena di Kuningan tidak ada alatnya, termasuk di RSUD 45,” ungkap Erwin.
Surat rujukan dan berbagai persyaratan lain dipenuhi oleh Titi selaku pasien agar bisa dioperasi di RSCM. Namun ternyata tidak bisa dicap oleh pihak BPJS. Meski dari perwakilan BPJS saat itu hadir memberikan penjelasan, namun menurut Erwin tidak logis.
“Katanya mending ganti Faskes pertamanya di Jakarta yang dekat dengan RSCM. Terus ngantri juga. Bagi kami alasannya tidak jelas,” tutur Erwin.
Melihat gelagat begitu, Ujang Kosasih selaku ketua komisi IV meminta agar masalah tersebut segera diselesaikan. Bukan hanya kepada Titi, tapi juga kepada masyarakat lain yang membutuhkan pelayanan BPJS.
“Saya lihat surat rujukan dan diagnosanya sudah sesuai aturan yang dapat diklaim oleh BPJS. Jadi kami meminta agar masalah ini bisa segera selesai,” pinta politisi PKB itu.
Komisi IV mempersilakan pihak BPJS yang meminta waktu untuk mempelajari kasus Titi. Di dalamnya termasuk konfirmasi kepada dokter yang mendiagnosa pasien. Jika dalam waktu 1 sampai 2 hari tidak selesai, Ujang meminta agar Titi maupun Asbaku melaporkannya kembali ke komisi IV.
Rupanya bukan masalah Titi saja yang diaspirasikan oleh Asbaku. Soal BPJS Center di tiap RS pun jadi pembahasan. Dengan tidak adanya BPJS Center tiap RS, membuat pasien mesti bolak-balik ke kantor BPJS pusat.
Asbaku juga memandang sosialisasi dan edukasi BPJS kepada masyarakat kurang dirasakan sehingga masih ditemukan banyak masyarakat yang awam BPJS. Termasuk membicarakan pengklaiman BPJS yang telat masuk ke RS sehingga memperlambat pelayanan. (deden)