KUNINGAN (MASS) – Dalam beberapa tahun terakhir, dunia pendidikan tinggi di Indonesia diwarnai dengan berbagai kasus pelecehan seksual yang mencoreng nama baik kampus sebagai institusi yang seharusnya menjadi tempat aman bagi mahasiswa. Kasus-kasus ini mencuat ke permukaan melalui berbagai media, baik konvensional maupun sosial, dan menimbulkan keprihatinan mendalam bagi banyak pihak, mulai dari kalangan akademisi, mahasiswa, hingga masyarakat luas.
Penyebab kekerasan seksual di kampus dapat berasal dari berbagai faktor, seperti perbedaan hubungan kekuasaan, perbedaan gender, dan lingkungan yang tidak aman. Dalam beberapa kasus, kekerasan seksual di kampus terjadi karena kurangnya pengawasan dan pengambilan tindakan yang tepat oleh pihak birokrasi kampus. Mengapa pelecehan di kampus semakin marak?, dan apa yang bisa kita lakukan untuk mengatasinya?
1. Kebijakan Kampus yang Lemah
Salah satu faktor utama yang menyebabkan maraknya pelecehan di kampus adalah lemahnya kebijakan institusi pendidikan dalam menangani kasus ini. Banyak kampus yang belum memiliki peraturan yang jelas dan tegas mengenai pelecehan seksual, atau jika ada, implementasinya masih sangat lemah. Ketidakjelasan ini membuat korban merasa enggan melaporkan kejadian yang menimpa mereka, karena takut tidak akan mendapatkan perlindungan yang memadai atau justru akan mendapat stigma negatif.
Sebagaimana telah disebutkan data dari Komnas Perempuan menunjukkan bahwa hanya 19% perguruan tinggi di Indonesia yang memiliki aturan jelas dalam mengatur kasus kekerasan seksual di kampus. Hal ini menunjukkan bahwa pengimplementasian aturan terkait kekerasan seksual di kampus masih dirasa tidak serius dan perlu diperbaiki.
2. Budaya Patriarki dan Ketidaksetaraan Gender
Budaya patriarki yang masih kental di masyarakat Indonesia juga turut berkontribusi terhadap tingginya angka pelecehan di kampus. Pandangan yang menganggap laki-laki lebih superior daripada perempuan sering kali memicu tindakan pelecehan. Ketidaksetaraan gender ini menciptakan lingkungan yang tidak kondusif bagi perempuan untuk merasa aman dan dihargai, baik sebagai mahasiswa maupun staf pengajar.
3. Kurangnya Edukasi dan Kesadaran
Masih minimnya edukasi mengenai pelecehan seksual di kalangan mahasiswa dan staf pengajar juga menjadi masalah besar. Banyak yang belum memahami sepenuhnya apa yang dimaksud dengan pelecehan seksual dan bagaimana dampak buruknya terhadap korban. Ketidaktahuan ini sering kali membuat pelaku merasa tidak bersalah atas tindakannya, sementara korban tidak menyadari hak-hak mereka atau cara untuk melaporkan kejadian tersebut.
4. Rendahnya Kepercayaan Terhadap Proses Hukum
Banyak korban pelecehan seksual di kampus yang enggan melaporkan kasusnya karena rendahnya kepercayaan terhadap proses hukum. Proses hukum yang berbelit-belit, stigma sosial, serta ketakutan akan pembalasan dari pelaku membuat banyak korban memilih untuk diam. Selain itu, kurangnya dukungan psikologis dan emosional dari pihak kampus juga memperparah keadaan ini.
Solusi dan Langkah ke Depan
Untuk mencapai perubahan yang signifikan dalam hal kekerasan seksual di kampus, perlu ada upaya yang berkelanjutan dan terintegrasi. Hal ini dapat dicapai melalui pengambilan tindakan yang tepat oleh lembaga birokrasi kampus, pendidikan dan pembelajaran yang berkaitan dengan kekerasan seksual, dan pemberian fasilitas untuk korban kekerasan seksual. Selain itu, masyarakat umum juga harus bertindak dan membantu mengurangi stigma dan diskriminasi terhadap korban kekerasan seksual.
Untuk mengatasi maraknya pelecehan seksual di kampus, diperlukan langkah-langkah konkret dari berbagai pihak:
1. Penerapan Kebijakan yang Jelas dan Tegas:
Kampus harus memiliki kebijakan yang jelas mengenai pelecehan seksual, termasuk mekanisme pelaporan yang mudah diakses dan transparan. Penegakan hukum internal yang tegas juga diperlukan untuk memberikan efek jera bagi pelaku.
2. Pendidikan dan Pelatihan:
Edukasi mengenai pelecehan seksual harus menjadi bagian dari kurikulum wajib di kampus. Selain itu, pelatihan bagi staf pengajar dan karyawan mengenai cara menangani dan melaporkan pelecehan seksual juga sangat penting.
3. Dukungan Bagi Korban:
Kampus harus menyediakan layanan dukungan yang memadai bagi korban pelecehan seksual, termasuk konseling psikologis dan bantuan hukum. Memberikan ruang aman bagi korban untuk berbicara dan melaporkan kejadian adalah langkah awal yang krusial.
4. Peran Aktif Mahasiswa:
Mahasiswa dapat membentuk kelompok atau organisasi yang fokus pada pencegahan pelecehan seksual di kampus. Partisipasi aktif mahasiswa dalam mengawasi dan melaporkan kasus-kasus pelecehan juga sangat diperlukan
5. Kerja Sama dengan Pihak Luar:
Kampus perlu bekerja sama dengan lembaga-lembaga yang berfokus pada isu pelecehan seksual dan ketidaksetaraan gender. Kolaborasi ini dapat membantu dalam pengembangan kebijakan yang lebih baik dan penyediaan dukungan bagi korban.
Maraknya kasus pelecehan di kampus adalah masalah serius yang memerlukan perhatian dan tindakan segera. Dengan kebijakan yang tegas, edukasi yang memadai, dan dukungan bagi korban, diharapkan kampus dapat menjadi tempat yang aman dan nyaman bagi seluruh mahasiswa, staf maupun dosen . Hanya dengan kerja sama dan komitmen dari semua pihak, kita dapat menciptakan lingkungan akademik yang bebas dari pelecehan seksual.
Penulis : Apriyono mahasiswa dari UIN Siber Syekh Nurjati Cirebon