KUNINGAN (MASS) – Sekretaris Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) Purwadi angkat bicara soal perizinan pembangunan usaha di kawasan wisata Palutungan, Cisantana, dan Cigugur pada Podcast Kuninganmass, Jumat (25/8/2023).
Purwadi mangatakan untuk mendapatkan izin usaha disana memang langkah awalnya adalah penyesuaian tata ruang oleh Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR). Oleh karena itu, para pemohon peizinan usaha harus memperhatikan lahan yang akan dijadikan tempat usahannya.
“Memang kalau dari tupoksi, ada dua hal di kami itu yang mungkin akan berkaitan erat dengan pemanfaatan kawasan wisata di Palutungan, yang pertama perizinan tata ruang atau kesesuaian penggunaan tata ruang. Jadi kalau ada yang ingin berusaha, titik awalnya itu mereka harus bertanya dulu, apakah lahan yang digunakannya itu boleh untuk usaha tersebut atau tidak, itu kesesuaina tata ruang namanaya. Baru sesudah sesuai tata ruangnya, baru mereka melangkah ke berbagai hal yang menyangkut jenis usahanya,” kata Purwadi, Jumat (25/8/2023).
Setelah mendapatkan izin kesesuaian tata ruang, menurut Purwadi langkah selanjutnya adalah Persetujuan Bangunan Gedung (PBG). Ia mengatakan bahwa untuk endapatkan PBG, para pemohon harus terlebih dahulu beberapa syarat yang cukup banyak, salah satunya ialah kajian lingkungan dari Dinas Lingkungan Hidup (DLH).
“Dan terakhir, jika mereka akan mendirikan bangunan, itu mereka akan mendapat PBG (Persetujuan Bangunan Gedung) atau dulu itu namanya IMB. Nah itu dua-duanya itu memang di kami, walaupun untuk PBG itu banyak syaratnya, kalau gampangnya untuk usaha pasti ada kajian lingkungan dari LH, ada kajian lalu lintas dari Dishub, kemudian kalau menyangkut pertanian ada kajian dari Dinas Pertanian. Nanti sesudah lengkap baru para pemohon itu boleh mengajukan PBG. Kurang lebih seperti itu lah kalau soal perizinan ya,” ucapnya.
Lebih lanjut, Purwadi dalam Podcast Kuninganmass menyampaikan bahwa di PUTR, kawasan itu terbagi dua antara kawasan konservasi dan kawasan budidaya. Ia mengatakan bahwa kawasan budidaya itu adalah kawasan dimana kita bisa menumbuhkan berbagai usaha seperti wisata dan kuliner. Purwadi menjelaskan bahwa area Palutungan, Cisantana, dan Cigugur adalah kawasan budidaya dimana kita bisa menumbuhkan ekosistem usaha.
“Dari segi teknis, tata ruang itu hanya membagi dua, dua peruntukan kawasan, ada kawasan konservasi, ada kawasan budaya. Kawasan konservasi adalah kawasan yang akan dijaga supaya tidak berubah, artinya kalau kawasan tersebut hutan ya tetap hutan, kalau kawasan tersebut mungkin badan air seperti waduk akan tetap dijaga seperti itu. Nah disisi lain ada kawasan budidaya namanya, kawasan budidaya ini gampangnya adalah ruang dimana kita bisa menumbuhkan usaha. Pertanyaannya, kawasan palutungan itu termasuk kawasan apa dari dua pembagian ini. Kawasan Palutungan, Cigugur, Cisantana, diluar TNGC itu kawasan budidaya,” jelasnya.
Saat ditanya mengenai batasan pembangunan usaha di kawasan budidaya, Purwadi mengatakan bahwa tidak serta merta bebas mendirikan usaha di kawasan budidaya. Ia menjelaskan bahwa kawan budidaya juga dibagi lagi menjadi beberapa kawasan, dengan syarat yang berbeda-beda dalam setiap kawasan itu.
“Gak bebas, kawasan budidaya itu dibagi lagi, gampang membayangkannya seperti rumah, rumah kita juga kan dibagi-bagi ada ruang tamu, ruang tengah, dapur, ada gudang. Nah semuanya boleh dipake, kecuali kamar orang tua, kalau diibaratkan kamar orang tua itu kawasan konservasi berarti kan dibatasi tuh, sisa ruangannya akan dipake sesuai pruntukan, tapi setiap ruangan punya fungsi masing-masing. Nah tata ruang juga sama, kawasan budidaya itu dibagi lagi, ada yang untuk pengembangan perumahan, ada yang untuk ke pertanian lahan kering, ada yang untuk pertanian lahan basah, ada yang untuk resapan air, ada yang untuk kawasan rawan bencana. Boleh gak digunakan? Boleh, dengan syarat yang berbeda-beda. Contoh kalau resapan air nih di palutungan , boleh gak dibangun? Boleh, syaratnya yang dibangun hanya 10% dari area yang digunakan. Jadi kalau yang mau usaha di palutungan, pasti lebih mahal,” lanjutnya.
Tidak hanya itu, Purwadi juga menjelaskan bahwa di kawasan resapan air, setiap bangunan yang dibangun tidak boleh dibangun secara permanen. Bangunan di kawasan resapan air hanya boleh dibangun secara semi permanen, artinya bangunan tersebut harus mempunyai konsep seperti rumah panggung.
“Resapan air itu bangunannya secara umm harus semi permanen. Tapi sekaarang kalau tiangnya dibuat dari pancang besi dan bawahnya dibeton masih boleh, sepanjang tidak ditutup. Ya kaya rumah panggung, dibawahnya itu masih ada rongga,” katanya.
Sedangkan untuk area rawan bencana, aturannya sedikit lebih longgar. Bangunan di kawasan itu boleh dibangun secara permanen. Menurutnya, hal itu dikarenakan agar bangunan tidak mudah roboh saat terjadi bencana, bahkan bisa dijadikan shelter untuk berlindung orang-orang.
“Ada juga fungsi kawasan di area Cisantana palutungan yang namanya kawasan rawan bencana gunung berapi. Nah di kawasan ini aturannya sedikit lebih longgar, jalannya boleh diperkeras? Boleh untuk area-area tertentu, untuk apa? Untuk evakuasi. Jadi nanti ada spesifikasi ‘kok ada bangunan permanen ya di area rawan bencana?’ ya karena kita membutuhkan beberapa spesifikasi bangunan yang nanti tidak akan roboh kalau ada bencana, sehingga bisa jadi shelter orang. Tetapi secara umum daerah palutungan itu yang fungsinya resapan air, maka stansar izinnya adalah semi permanen.” Tutupnya. (hafidz)
Video : https://www.youtube.com/live/_A6Psv6VgcY?si=zrf58JjndhGLF4Co