KUNINGAN (MASS) – Kemudahaan bebas Visa yang awalnya diberikan kepada 11 negara dan tahun 2016 diberikan kepada 169 negara melalui Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2016 tentang Bebas Visa Kunjungan diharapkan memberikan dampak ekonomi yang cukup besar.
Diberlakukannya bebas visa saat itu diniatkan untuk memberikan manfaat ekonomi yang lebih banyak dan peningkatan perekonomian dari jumlah kunjungan wisatawan mancanegara pada khususnya.
Namun dalam pelaksanaannya ternyata kebijakan bebas visa ini lebih banyak menimbulkan mudharat seperti permasalahan gangguan keamanan dan ketertiban seperti yang dikeluhkan oleh masyarakat Bali atas ulah para visitor asing di sejumlah peristiwa, maraknya penipuan secara online/cyber crime, human traficking (perdagangan manusia), penyelundupan narkoba, penyalahgunaan perizinan, tenaga kerja ilegal, penyebaran penyakit dari negara yang belum dinyatakan bersih atau bebas penyakit tertentu dari WHO dan lain-lain.
Dan juga dalam hal pertahanan dan keamanan negara, kebijakan bebas visa ini menempatkan Indonesia dalam posisi rentan dan mudah diinfiltrasi asing.
Kunjungan pariwisata walaupun banyak tapi tidak berkualitas. Manfaatnya seperti Penerimaan negara tidak sebanding dengan resiko yang harus ditanggung.
Kebijakan Bebas Visa Tidak diimbangi Warga Negara Kita Bebas Berkunjung Ke Negara Lain
Kemarin, Kebijakan bebas visa kepada 169 negara tidak mendapatkan perlakuan yang sama dari sebagian negara-negara tersebut sehingga ada ketidakadilan perlakuan dalam hal ini. Hanya 40 negara yang saja menerapkan kebijakan bebas visa bagi Indonesia.
Tentunya harapan dan kemudahaan kunjungan bilateral jadi tidak seimbang.
Ini tidak fair bagi Indonesia. Ini harus diakui bahwa Indonesia masih lemah dalam diplomasi bilateral.
Penghentian Bebas Visa ke 159 menjadi langkah yang tepat
Menteri Hukum dan HAM RI Yasonna Laoly menghentikan untuk sementara kebijakan bebas visa kunjungan (BVK) untuk 159 negara yang dituangkan dalam Keputusan Menteri Hukum dan HAM RI Nomor M.HH-GR.01.07 Tahun 2023, yang disahkan pada 7 Juni 2023. Dan menyisakan 10 negara yang masih bebas visa yaitu negara-negara yang tergabung ASEAN sebagai penerima bebas kunjungan bersama.
Karena terganggunya aspek-aspek dasar bernegara menjadi alasan Keputusan Menteri ini ditetapkan. Hal ini disampaikan oleh Subkoordinator Humas, Achmad Nur Saleh, dikutip dari laman resmi Ditjen Imigrasi Kemenkumham bahwa “Atas dasar pertimbangan tersebut Keputusan Menteri ini ditetapkan,”, Jumat (16/6/2023).
Patut diapresiasi bahwa langkah ini adalah langkah yang tepat. Stabilitas negara harus lebih diutamakan. Dari kasus-kasus yang terjadi menunjukkan bahwa Indonesia belum siap menjalankan kebijakan bebas visa. Jika diteruskan maka instabilitas negara akan semakin meningkat.
Lesson Learned
Kebijakan bebas visa yang akhirnya dihentikan seharusnya menjadi pelajaran berharga bahwa pintu-pintu masuk Indonesia harus dijaga, tidak bisa seenaknya karena kemudahaan kedatangan warga asing ternyata tidak diimbangi dengan manfaat ekonominya.
Langkah berikutnya adalah Pemerintah harus memastikan warga negara yang sudah masuk via jalur bebas visa tersebut harus keluar kembali dari Bumi Indonesia, karena hakikatnya mereka adalah warga negara lain.
Kemenkumham dan pihak imigrasi harus sering melakukan patroli dan bertindak tegas atas pendatang asing yang sudah expired masa tinggalnya di Indonesia.
Jangan sampai keberadaan mereka mengisahkan masalah sosial dan ekonomi dimasa yang akan datang.
Penulis : Achmad Nur Hidayat (Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik Narasi Institute)