KUNINGAN (MASS) – Ir H Jajat Sudrajat MSi, kepala Dinas PUPR yang memasuki usia pensiun 2 pekan lagi mengeluarkan saran kaitan dengan siapa yang layak jadi sekda definitif.
“Sekda itu yang akan membawa gerbong untuk mencapai tujuan. Tujuannya visi dan misi. Sekda-lah lokomotifnya. Jadi, pahami dulu visi misi Kabupaten Kuningan, lalu oleh sekda dijabarkan,” tuturnya, Senin (16/7/2018).
Ia menganalogikan visi misi itu sebuah barang yang dibutuhkan masyarakat. sifatnya umum karena berbangsa dan bernegara konteksnya itu kesejahteraan umum yakni terpenuhinya kebutuhan dasar. Kebutuhan tersebut dipenuhi lewat kebijakan.
“Kalau visi misi ini dianalogikan sebagai kacamata, banyak macamnya. Ada kacamata gaya, kacamata hitam, kacamata las, kacamata renang, kacamatan minus, kacamata plus,” ucap Ajat, sapaan akrabnya.
Dari berbagai fungsi kacamata tersebut, mesti dicari kacamata apa yang mampu mendorong masyarakat tetap berkarya. Karena masyarakat yang usia 40 tahun ke atas itu biasanya menggunakan kacamata bantu, maka itulah yang punya sifat keumuman.
“Anggap saja usia 40 tahun ke atas sudah perlu pakai kacamata plus, untuk membaca, mencari ilmu, mengembangkan wawasan. Setelah dipersentasekan, dari 1 juta penduduk itu misalnya terdapat 60 persen yang butuh kacamata plus,” papar Ajat.
Setelah itu, imbuhnya, baru mulai membuat. Bagaimana bentuknya, warna dan lainnya. Bappeda nanti yang merancang dan diimplementasikan bersama SKPD-SKPD lainnya. Pembuat kaca oleh dinas A, yang mewarnai dinas B dan seterusnya.
Lantaran waktunya hanya 5 tahun, maka tiap satu tahun sekali dievaluasi. Sehingga setelah 5 tahun berlalu dapat dilihat apakah tercipta sebuah kacamata plus atau tidak.
“Jangan-jangan malah jadi kacamata las. Lebih parah lagi kacamatanya dipakai di atas rambut, jadi bondu,” ketus Ajat sambil tertawa terbahak-bahak.
Fungsi pemerintah, menurut Ajat, bagaimana memberdayakan masyarakat. Untuk menjadikan masyarakat mandiri itu membutuhkan proses. Masyarakat harus belajar dan mau melakukannya. Karena mandiri merupakan suatu keadaan.
Untuk itu, seorang sekda harus mampu membawa gerbong dinas atau SKPD. Tujuan akhirnya masyarakat sejahtera.
“(Dari 13 nominator, red) mudah-mudahan ada. Kadis itu kan prosesnya panjang. Kalau dari sisi keilmuan banyak, tinggal sisi keinginan untuk menjabarkan visi misi,” harapnya.
Ajat menggarisbawahi, yang kerap dianggap mudah tapi susah itu komunikasi dan koordinasi. Ketika komunikasi per individunya sudah baik, maka kedinasan pun akan baik.
Apakah harus senior? Ia menjawab tidak harus. Yang penting punya kecakapan individu, tahu tugas. “Jadi kokolot lah. Bukan berarti orang tua atau kolot. Walaupun muda tapi kalau punya kemampuan seperti itu, ya bagus. Mesti punya dedikasi yang tinggi,” sebut dia.
Setelah komunikasi dan koordinasi, tinggal implementasi. Kalau semuanya sudah siap, tinggal kebijakan anggaran karena sekda ketua TAPD (Tim Anggaran Pemerintah Daerah).
“Sekarang kan dinas masing-masing. Semua ke bupati. Bupati kan urusannya banyak. Dibatasi lah lewat sekda. Maka dari itu sekda harus masagi ilmunya, kahayangna, kemudian cerdik,” ungkapnya.
Cerdik disini, ketika APBD sangat terbatas maka ia mampu menjalin hubungan dengan pemerintah pusat. Sebab terdapat dana dekon yang dikucurkan pusat lewat gubernur.
“Jangan berharap dari APBD. Gak mungkin lah. Segitu-gitunya. Nah gimana caranya agar bisa mendapatkan dana dari pemerintah pusat dan provinsi,” kata Ajat.
Mencari seorang sekda yang berkarakter, kredibel dan berdedikasi itu menurut dia harus jeli. Keilmuannya nanti diuji lewat open bidding. Ia menyarankan agar jangan coba-coba mencari sekda yang tidak punya jaringan. Terlebih tidak disukai oleh sesama kadis.
“Karena semua orang itu mengaku mampu. Geuning si eta. Aing ge bisa padahal. Walaupun dia gak pernah berbuat, menilai itu gampang,” cetusnya menggunakan Bahasa Sunda.
Ia menambahkan, seorang sekda itu harus jadi motor penggerak. Punya dedikasi dan harus memahami bahwa dirinya pelayan masyarakat. Artinya, kepentingan umum yang harus dikedepankan. Bukan malah gila hormat.
“Sekali lagi sekda harus masagi ilmu pemerintahannya. Apalagi ditambah dengan jiwa entrepreneurshif. Jangan cepat tersinggung. Kalau jabatan dibawa-bawa keluar, tak akan berhasil. Misal, saya teh kadis, kok disuruh nunggu lama,” ungkapnya.
Dia mengingatkan, gerbong kereta yang relnya sudah kuat pun terkadang bertabrakan. (deden)