KUNINGAN (MASS) – Mengacu pada hasil real count sementara, terlihat angka golput cukup fantastis. Persentasenya mencapai sekitar 40 persen dari total hak pilih 837.365 orang.
“Ini berarti angka partisipasi pemilihnya hanya 60 persenan. Saya melihat ini mengkhawatirkan. Berarti banyak masyarakat Kuningan yang apriori dan apatis terhadap pilkada,” ujar Ketua Orsat ICMI Unisa, Figih Pratama SSos MSi, kepada kuninganmass.com Sabtu (30/6/2018).
Melihat kondisi itu, tak heran jika tim Paslon Sentosa belum mengakui kemenangan Paslon AR. Dikatakan, angka 40 persen menunjukkan mayoritas warga Kuningan memang mendambakan perubahan.
“Dari angka tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa geliat warga Kuningan yang mendambakan perubahan itu tinggi. Bukan saja dilihat dari angka golput, tapi juga dilihat dari angka dukungan yang terpecah ke paslon 1 dan 2,” ungkapnya.
Figih berpendapat, legitimasi terhadap kepemimpinan nanti kurang. Sebab 60 persen angka partisipasi terpecah kepada tiga pasangan calon. Ditambah lagi tim Sentosa mencurigai adanya indikasi penggelembungan suara.
“Kalau keadaannya seperti ini saya mengkhawatirkan 5 tahun ke depan masyarakat akan sengsara. Ini berkaitan erat dengan legitimasi kepemimpinan. Tapi mudah-mudahan enggak,” ujar Figih.
Pada pesta demokrasi berikutnya, dia berharap agar bisa terlaksana secara jujur dan adil. Slogan jurdil diminta olehnya bukan hanya formalitas belaka.
“Aturan dibuat tidak semata-mata dibuat dan tidak dilaksanakan, bagi masyarakat luas agar tidak semata-mata diberi money politic lalu memilih orang yang memberi, namun akan sengsara 5 tahun lamanya,” ucap Figih.
Ia mengutip ungkapan Joseph Stalin pemimpin Uni Soviet “Orang yang memberikan vote (suara) tidak menentukan hasil dari pemilu namun orang-orang yang menghitung vote itulah yang menentukan hasil pemilu”. (argi)