KUNINGAN (MASS) – Meski potensi pendapatan yang dapat diperoleh dari kerjasama dengan PAM Indramayu mencapai Rp6,2 miliar namun PAM Kuningan tak mau memaksakan. Ini menyusul adanya penolakan warga di lima desa penyangga mata air wilayah Kecamatan Pasawahan.
“Semangat kami ini PAD (Pendapatan Asli Daerah). Kekayaan air di Kuningan dapat dimanfaatkan guna menghasilkan income yang besar untuk daerah. Nah MoU dengan PAM Indramayu itu salah satu caranya,” kata Direktur PAM Tirta Kamuning, H Deni Erlanda SE MSi.
Debit air yang akan disalurkan ke Indramayu itu berkisar 405 liter/detik. Saat dihitung estimasi pendapatan yang bisa diperoleh, perbulannya mencapai Rp518 juta. Itu apabila mengambil selisih Rp500 saja dari keseluruhan debit air yang disalurkan.
“Tapi itu hanya sekadar estimasi. Kan masih berproses meskipun MoUnya sudah ditandatangani. Kemarin kita masuk tahapan sosialisasi ke masyarakat Pasawahan, tempat mata air Cisamaya yang hendak dimanfaatkan,” ujarnya.
Pada saat sosialisasi, terdapat warga di 5 desa penyangga yang menolak pemanfaatan air tersebut. Sebab muncul kekhawatiran, air yang dihasilkan dari mata air itu berebut dengan kebutuhan pertanian warga setempat.
“Gak masalah kalau memang begitu. Kita masih bisa mencari potensi lain. Karena memang semangat kita untuk masyarakat Kuningan. Gak mungkin mau mengorbankan masyarakat Kuningan sendiri,” tutur Deni.
Hanya saja pihaknya masih merasa heran terhadap kajian teknis yang telah dilakukan Kementerian Kehutanan yang didalamnya BTNGC. Kalau saja debit air dari mata air Cisamaya tidak layak, maka seharusnya tidak dikeluarkan izin.
“PAM hanya melaksanakan tahapan sosialisasi ke masyarakat desa pemilik mata air, bukan desa penyangga sebenarnya ya. Nah yang mengeluarkan izin pemanfaatan airnya kan kemenhut. Jadi jangan mengira PAM yang menggebu-gebu seolah-olah akan mengeksploitasi,” jelasnya.
PAM Kuningan sendiri sudah mengantongi izin dari Kemenhut untuk 11 mata air. Ajuannya sejak 5 tahun lalu, dan baru bisa keluar izin pada 2019 lalu, yang berarti harus menunggu 4 tahun. Termasuk ada biaya yang harus dikeluarkan per mata airnya.
Beberapa mata air yang berada di wilayah Pasawahan, posisinya berada di bawah. Sehingga tidak bisa dimanfaatkan untuk kebutuhan masyarakat di Cibingbin misalnya, atau wilayah Kuningan kota.
“Agar termanfaatkan, makanya kita kerjasama dengan Indramayu, Cirebon, dan lainnya supaya bisa mendongkrak PAD. Karena posisi kabupaten tersebut berada di bawah mata air,” terangnya.
Terlebih air yang hendak digunakan hanya berkisar 10% dari total debit air yang dimiliki. Sehingga menurutnya tidak akan merusak atau mengorbankan masyarakat. Ditambah lagi, hal itu berdasarkan hasil kajian teknis yang dilakukan kemenhut/BTNGC selaku pihak yang mengeluarkan izin.
“Sekali lagi, semangat kita untuk Kuningan, tak mungkin kita akan mengorbankan masyarakat Kuningan. Jika masyarakat menolak, kita bisa cari potensi mata air lain. Kita gak bisa memaksakan izin. Evaluasinya, yang mengeluarkan izin. Kalau gak, cabut lagi aja izinnya. Jangan sampai kita diadukan dengan masyarakat,” pungkas Deni. (deden)