KUNINGAN (MASS) – “Beri aku 10 pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia”. Sebuah kalimat legenda yang dipekikkan oleh bapak bangsa, Bung Karno, dalam rangka memotivasi dan memberikan semangat kepada para pemuda saat itu untuk berkarya untuk bangsa. Di era sekarang, perkataan itu masih relevan kalau kita melihat aktifitas para pemuda di Bandung di sosial media yang disebut Pandawara Grup. Dengan konten mengajak masyarakat menjaga kebersihan lingkungan khususnya berhubungan dengan sampah dan pembersihan selokan, sungai dan pantai, pandawara group telah mengguncang Indonesia. Mereka menyadarkan dan menginspirasi bangsa Indonesia untuk terus menjaga kebersihan, menjaga kualitas air dan ekosistem yang hidup di dalamnya.
Aksi mereka yang berusaha mejaga kualitas air serta ekosistemnya sejalan dengan poin Sustainable Development Goals (SDGs) nomor 6 yaitu mencapai akses universal terhadap air bersih dan sanitasi. SDGs merupakan komitmen global dan nasional untuk mencapai kesejahteraan masyarakat dengan tetap melestarikan lingkungan. Air bersih dan sanitasi layak menjadi hak dan kebutuhan dasar bagi semua manusia. Masa depan yang bersih dan berkelanjutan merupakan tanggung jawab kita semua.
Menurut Bank Dunia (2014) terdapat 780 juta orang tidak memiliki akses terhadap air bersih dan lebih dari 2 miliar penduduk bumi tidak memiliki akses terhadap sanitasi. Hal ini mengakibatkan ribuan nyawa melayang tiap hari dengan kerugian materi hingga 7 persen dari PDB dunia.
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) dalam buku Statistika Indonesia 2023, sanitasi layak adalah fasilitas sanitasi yang memenuhi syarat kesehatan, yaitu kloset menggunakan leher angsa; tempat pembuangan akhir tinja menggunakan tangki septik (septic tank) atau Instalasi/Sistem Pengolahan Air Limbah (IPAL/SPAL) dan untuk di daerah pedesaan menggunakan lubang tanah; serta fasilitas sanitasi digunakan oleh rumah tangga itu sendiri, bersama dengan rumah tangga lain tertentu maupun di MCK komunal.
Masalah air bersih dan sanitasi layak menjadi perhatian bagi semua masyarakat, tidak terkecuali masyarakat di Kabupaten Kuningan. Berdasarkan data BPS, pada tahun 2022 Rumah Tangga di Kabupaten Kuningan yang memiliki akses terhadap sanitasi layak yaitu sebesar 69,29 persen. Angka tersebut terbilang masih cukup jauh dari target pemerintah dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2020-2024 yang menargetkan 90 persen masyarakat Indonesia pada tahun 2024 memiliki akses sanitasi yang layak. Sedangkan, sebanyak 94,66 persen rumah tangga di Kabupaten Kuningan sudah menggunakan sumber air bersih. Jumlahnya meningkat sebesar 1,65 persen dari tahun sebelumnya yaitu sebesar 93,01 persen. Hal ini menunjukkan bahwa kesadaran masyarakat akan pentingnya mengakses air bersih semakin meningkat.
Pada tahun 2022 sebanyak 93,18 persen rumah tangga di Kabupaten Kuningan sudah menggunakan jenis kloset leher angsa dan sisanya masih menggunakan jenis pembuangan akhir lainnya, seperti cemplung/cubluk, plengsengan, ataupun yang lainnya. Angka tersebut sudah menunjukkan peningkatan dari tahun sebelumnya yang jumlahnya sebesar 90,18 persen. Jenis kloset dengan saluran pembuangan berbentuk leher angsa dipilih karena bentuknya efektif untuk mencegah tinja agar tidak langsung jatuh ke lubang penampung kotoran sehingga secara tidak langsung dapat menghalangi mikroba dan bakteri serta mengurangi keluarnya bau busuk dari penampung kotoran. Sehingga, penting bagi setiap rumah tangga untuk menggunakan jenis kloset tersebut.
Jika dilihat berdasarkan penggunaannya, sebesar 91,41 persen rumah tangga di Kabupaten Kuningan sudah memiliki fasilitas pembuangan air besar sendiri, sedangkan sisanya masih menggunakan fasilitas pembuangan air besar lainnya seperti fasilitas bersama, MCK umum, dan tidak menggunakan fasilitas buang air besar. Persentase ini meningkat sebesar 0,6 persen jika dibandingkan tahun 2021. Ditinjau dari tempat pembuangan akhir tinja, sebanyak 72,01 persen masyarakat di Kabupaten Kuningan sudah menggunakan tangki septik (septic tank)/IPAL/SPAL sebagai tempat pembuangan akhir tinja. Hal ini menunjukkan bahwa, sebanyak 27,99 persen rumah tangga di Kabupaten Kuningan masih menggunakan tempat pembuangan lainnya seperti kolam/sawah/sungai/danau dan lubang tanah. Miris tentunya melihat masih banyaknya masyarakat di Kabupaten Kuningan yang belum menggunakan tempat pembuangan tinja yang layak. Padahal, sanitasi yang buruk akan berdampak terhadap kesehatan, di mana ketika berlanjut dalam jangka panjang hal ini akan memengaruhi kualitas hidup masyarakat dan menghambat pertumbuhan ekonomi lokal.
Pemerintah Kabupaten Kuningan melakukan berbagai upaya untuk terus meningkatkan fasilitas akses air bersih dan sanitasi layak. Misalnya, ketika baru-baru ini sebagian besar desa di Kuningan mengalami kekeringan, PAM Tirta Kamuning Kabupaten Kuningan telah melakukan upaya pendistribusian air bersih sebanyak 367 ribu liter. Selain itu, PAM Tirta Kamuning juga melakukan penjagaan dan perawatan terhadap sejumlah mata air serta lebih ekstra melakukan program tanam ulang jenis pohon sebagai sumber penyimpanan air tanah. Upaya ini dilakukan agar dapat memenuhi permintaan air masyarakat terhadap air bersih. Pemerintah Kabupaten Kuningan juga terus berupaya membangun sanitasi bersih, misalnya Pemerintah Desa Bojong, Kecamatan Kramatmulya, telah membangun Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) untuk 55 pemukiman. Upaya lainnya juga dilakukan oleh Pemerintah Desa Padahurip, Kecamatan Selajambe yang sedang membangun septic tank individu untuk 73 KK.
Dalam rangka memonitoring pemanfaatan bantuan yang diberikan, Pemerintah Kabupaten Kuningan berupaya mengubah kebiasaan buruk dari masyarakat yang masih memiliki kebiasaan membuang air sembarangan dengan memberikan penyadaran kepada masyarakat melalui sosialisasi Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). Pemerintah berharap Kabupaten Kuningan dapat segera menjadi Kabupaten ODF (Open Defecation Free) atau berhenti membuang air sembarangan dalam rangka mengatasi kebiasaan buang air besar sembarangan masyarakat Kabupaten Kuningan. Seluruh pihak harus bekerja sama agar terwujudnya air bersih dan sanitasi layak untuk 100 persen masyarakat di Kabupaten Kuningan yang dikenal dengan prinsip ketiga SDGs yaitu No One Left Behind atau memastikan bahwa tidak ada satupun yang tertinggal.***
Penulis : Kania Devy An Nur (Mahasiswa Magang IPB di BPS Kabupaten Kuningan