KUNINGAN (MASS) – Ratusan ribu hektar hutan dan lahan yang memiliki berbagai fungsi penting bagi kehidupan kembali terbakar untuk puluhan kalinya.
Kebakaran hutan dan lahan atau karhutla adalah suatu peristiwa terbakarnya hutan dan lahan, baik secara alami maupun oleh perbuatan manusia, sehingga mengakibatkan kerusakan lingkungan yang menimbulkan kerugian ekologi, ekonomi, sosial budaya dan politik.
Tercatat ada sebanyak 2.168 titik api yang menyebar di 13 kabupaten dan kota di Kalimantan Selatan.
Ribuan titik api tersebut menyebabkan karhutla telah melahap hingga 163,15 wilayah di Kalsel. Data tersebut berdasarkan laporan tim Pusdalops-PB BPBD Kalsel per Sabtu kemarin.
Menurut Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Riau Genman Hasibuan, kebakaran dipicu aksi pembukaan lahan dengan cara membakar untuk perkebunan kelapa sawit.
Tim penyidik BBKSDA Riau dan polisi setempat sudah memeriksa kelompok warga yang diduga membakar habitat Gajah Sumatera.
Kebakaran lahan meluas ke kawasan suaka margasatwa di Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau. Diperkirakan, 10 hektare habitat gajah Sumatera ini musnah terbakar sejak pertengahan Juni lalu.
BMKG juga mengimbau kepada masyarakat khususnya petani agar berhati-hati dan bijak terhadap penggunaan api.
Dia mengimbau petani agar tidak membersihkan atau membuka lahan dengan cara membakar, terutama dalam kondisi cuaca yang sangat panas pada beberapa hari ini, karena dikhawatirkan terjadinya hal yang tidak diinginkan.
Manajer Pusdalops-PB BPBD Kalsel Ricky Ferdyanto dalam keterangannya menyebutkan, karhutla melanda Kalsel dan perkiraan luas sekitar 132 hektare dengan jumlah titik api sebanyak 2,1 ribu lebih di 13 kabupaten dan kota.
“Pusdalops melakukan pemantauan melalui perangkat komunikasi radio repeater”.
Titik Panas Karhutla Terus Bermunculan
Ia menyebutkan jarak pandang di area bandara khususnya landasan pacu (runway) masih normal mencapai 1,5 kilometer, sehingga memenuhi syarat bagi pesawat untuk melakukan terbang.
Pemadaman Karhutla di Area Ring Satu Bandara Syamsudin Noor
“Kami selalu memonitor kabut asap dan meningkatkan komunikasi juga koordinasi dengan BMKG dan Airnav, sehingga bisa mengantisipasi hal-hal yang dapat mengganggu jadwal penerbangan,” ujarnya.
“Bandara Syamsudin Noor masuk ring satu karhutla di Provinsi Kalsel, sehingga sekecil apapun kebakaran yang terjadi di area cakupan bandara, akan menjadi fokus perhatian utama untuk dipadamkan.
BPBD (badan penanggulangan bencana daerah) Kalsel melakukan berbagai upaya untuk menangani karhutla di Kalsel yang hingga saat ini telah melanda sekitar 132 hektare.
Hal itu berdampak pada kerusakan lingkungan yang mengerikan. Polutan berbahaya ini menjadi bukti, rezim dengan berbagai neolibnya. Gagal mengatasi kebakaran hutan dan lahan, sementara tidak sedikit perhatian dan anggaran yang dihabiskan.
Harus diakui, betapa berbahayanya sistem kapitalisme memberikan fasilitas lahan dan hutan, berupa pemberian hak konsesi kepada korporasi sawit, bahkan tindakan ini dikategorikan sebagai pintu kejahatan.
Pasalnya, seperti tahun-tahun sebelumnya, sehingga pada tahun ini puluhan hingga ratusan titik api ditemukan di wilayah ratusan ribu hektar, jauh lebih berbahaya, dibandingkan dengan titik api, pada wilayah masyarakat yang jumlah jauh lebih sedikit.
Meski sudah begitu nyata, dampak dan bahayanya, pemerintah justru mendukung korporasi milik lahan sawit berskala besar.
Ada 2 tindakan yang dilakukan rezim neoliberal yakni:
Pemberian hak konsesi dan diadopsinya agenda hegemoni climate change, berkerjasama satu sama lain menjadi biang penyebab petaka kebakaran hutan dan lahan.
Dua tindakan ini, juga sekaligus mencerminkan bahwa rezim hari ini, pelayanan korporasi dan kepentingan penjajah.
Buah pahit ketika rezim hadir, sebagai pelaksanaan sistem kehidupan sekuler (yang memprioritaskan keuntungan materi sebanyak-banyaknya), khususnya sistem politik demokrasi dan sistem ekonomi kapitalisme (yang memisahkan antara kehidupan dan agama).
Perintah Allah untuk Menjaga Kelestarian Alam
Allah Swt. telah mengingatkan manusia tentang bencana yang terjadi ketika manusia merusak bumi. Firman-Nya,
ظَهَرَ الْفَسَادُ فِى الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ اَيْدِى النَّاسِ لِيُذِيْقَهُمْ بَعْضَ الَّذِيْ عَمِلُوْا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُوْنَ
“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (QS Ar-Rum: 41).
Islam melarang umatnya berbuat kerusakan di muka bumi. Firman Allah Taala,
وَلَا تُفْسِدُوْا فِى الْاَرْضِ بَعْدَ اِصْلَاحِهَا وَادْعُوْهُ خَوْفًا وَّطَمَعًاۗ اِنَّ رَحْمَتَ اللّٰهِ قَرِيْبٌ مِّنَ الْمُحْسِنِيْنَ
“Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi setelah (diciptakan) dengan baik. Berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut dan penuh harap. Sesungguhnya rahmat Allah sangat dekat kepada orang yang berbuat kebaikan.” (QS Al-A’raf: 56).
Islam memandang bahwa, hutan dan lahan memiliki fungsi ekologis penting bagi kehidupan orang banyak. Dalam Islam itu adalah harta milik umum.
Rasulullah Saw bersabda, yang artinya: “manusia itu berserikat dalam 3 hal yaitu air, Padang rumput, dan api”.
Menjaga kelestarian alam merupakan tugas semua pihak, baik individu rakyat, perusahaan, maupun negara.
Namun, menjadi tugas negara untuk mengedukasi rakyatnya, baik individu maupun perusahaan, agar menjaga alam dengan baik.
Proses edukasi ini dilakukan oleh negara Khilafah melalui jalur pendidikan.
Proses edukasi dilakukan bukan semata dengan memberikan informasi tentang pelestarian lingkungan, tetapi menyatu dengan kurikulum Khilafah yang berbasis akidah Islam.
Artinya, kesadaran yang dibentuk pada warga negara merupakan kesadaran yang berbasis keimanan.
Dengan demikian ada dorongan ruhiah bagi setiap individu untuk menjaga kelestarian alam, yaitu sebagai wujud ketaatan pada Allah Taala. Motivasi ruhiah ini akan lebih efektif daripada motivasi lainnya.
Syariat sang Penjaga Bumi
Negara berfungsi sebagai Raa’in atau pemelihara urusan rakyat. Dalam hal ini sebagai pihak yang bertanggung jawab penuh dalam pengelolaan hutan dan lahan. Sehingga hak individu terjamin dan memperoleh manfaatnya.
Disisi lain negara berfungsi sebagai, junnah atau tameng, khususnya tameng sebagai hutan dan lahan yang merupakan harta publik dari agenda hegemoni climate change. Dan Khalifah adalah syariat Islam yang diwajibkan oleh Allah SWT.
Sistem khilafah akan melaksanakan amanat Allah Taala agar manusia menjaga kelestarian alam. Caranya dengan melakukan langkah antisipatif melalui pemberian edukasi dalam kurikulum pendidikan.
Langkah antisipatif lainnya adalah Khilafah akan memberi jaminan pemenuhan kebutuhan dasar (sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan, dan keamanan) pada setiap individu rakyat.
Dengan demikian, rakyat di sekitar hutan tidak ada dorongan ekonomi untuk merusak hutan.
Walahu’alam.
Penulis : Melinda Harumsah, S.E