KUNINGAN (MASS) – Pengadaan sembako yang menelan biaya kisaran Rp14 miliar untuk diberikan kepada masyarakat mendapat tanggapan dari salah seorang pemerhati pemerintahan, Yadi Supriadi. Menurut dia, pengadaan tersebut merugikan masyarakat dan tidak adil.
“Itu salah, tidak tepat. Masyarakat dirugikan. Dengan Rp200 ribu itu, meskipun kecil, saya kira bisa dibelikan beras sehat yang bagus. Bukan beras jelek,” ujarnya kepada kuninganmass.com, Jumat (22/5/2020).
Yadi melanjutkan, uang yang digunakan untuk penanggulangan dampak Covid-19 itu merupakan uang rakyat. Ketika dibelanjakan oleh orang lain, atau pemda, maka rakyat dirugikan. Beda halnya apabila rakyat belanja sendiri.
“Selain bisa membeli beras yang bersih, dengan uang Rp200 ribu masyarakat bisa membeli lauk pauknya yang bervariasi sesuai dengan selera. Berbeda dengan sembako yang dibagikan,” imbuhnya.
Dengan pengadaan sembako, warung-warung kecil pun dirugikan. Sebab mereka tidak dapat menikmati perputaran uang dari dana belasan miliar tersebut. Kalau saja berupa uang, dan uangnya dibelanjakan ke warung kecil, maka warung kecil pun bisa makan.
“Jadi jelas tidak adil. Hanya memperkaya 3 penyedia saja, tapi mengorbankan masyarakat,” tandas Yadi.
Selaku orang yang tahu seluk-beluk proyek pemerintah, ketika ada pihak ketiga maka dapat memicu sangkaan jelek. Telah menjadi kebiasaan, dalam praktik pengadaan barang dan jasa itu biasanya ada komitmen fee. Terlebih ditunjuk langsung dengan alasan darurat.
Baca juga: https://kuninganmass.com/government/benarkah-anggota-dewan-terlibat-pengadaan-sembako/
“Saya tidak menuduh ya, ini mah kebiasaan. Praktek pengadaan itu biasanya ada komitmen fee. Dugaan gratifikasi. Maksud saya, supaya tidak muncul sangkaan buruk, semisal kecurigaan pemda nyari untung lah, apa lah, harusnya jangan dilakukan,” sarannya.
Sebelum melaksanakan pengadaan, tambah Yadi, pemda seharusnya berpikir lebih jauh agar tidak muncul isu miring. “Jangan ada pengadaan lah. Kasihkan saja uangnya langsung,” kata Yadi.
Sementara itu, pernyataan Kadinsos Dudy Budiana yang menyatakan “jika dilelang maka kapan beresnya”, jadi sorotan pula pihak lain. Muncul pendapat, regulasi lelang sekarang sudah serba cepat. Ada istilah Lelang Cepat yang prosesnya bisa cuma 18 jam sudah SPK (Surat Perintah Kerja).
Baca juga: https://kuninganmass.com/government/kalau-anggota-dewan-terlibat-pengadaan-sembako-melanggar-uu/
“Apakah waktu 18 jam bisa dikatakan menghambat pengadaan sembako? saya kira tidak. Yang darurat itu covidnya, kalau pengadaan sembakonya mah gak darurat. Katanya dibagikannya juga nanti udah lebaran, dilelang cepat juga cuman 18 jam bisa, alih alih melalui proses pesanan dengan asumsi distributornya punya gudang dan angkutan, Surya Jogja juga punya gudang punya angkutan,” ketus pemerhati lain yang malu-malu identitasnya disebutkan.
Selaku orang yang punya pengalaman cukup dibidang pengadaan, sumber ini mengaku tidak tahu aturan yang membolehkan anggaran belasan miliar perlakuannya bisa dipakai pemesanan tanpa proses tender. Hanya saja dirinya membayangkan bagaimana jadinya anggaran sebesar itu diperlakukan dengan cara pemesanan.
“Melalui proses lelang juga kadang mah ancur, apalagi melalui cara pemesanan. Kayak duit sendiri saja mungkin. Terus mengenai penyedia Putra Cimahi, saya kira orang-orang juga sudah pada tahu siapa pemiliknya,” pungkas dia. (deden)