KUNINGAN (MASS) – Coronavirus deseas 2019 masih menjadi buah bibir yang belum ada habisnya, berbagai istilah muncul antara lain : pandemi, PSBB, lockdown, social distancing, physical distancing, WFH, ODP, PDP, rapid test, swab test hingga istilah new normal.
Covid-19 diibaratkan suatu momok menakutkan yang bisa saja menghantui setiap manusia. Tak pandang usia, ras, kasta juga agama. Semuanya memiliki kemungkinan positif covid-19. Aktifitas pun mulai dibatasi semuanya dilakukan dari rumah. Kendatipun harus keluar rumah, maka penjagaan terbaik adalah memakai masker, rajin cuci tangan memakai sabun atau senantiasa menyiapkan hand sanitizer kemanapun, menjaga jarak dan jangan berkerumun.
Dunia ini mampu berubah secara tiba-tiba dengan kedatangannya, ia merubah seluruh sektor yang menunjang kehidupan manusia diantaranya: keagamaan, pendidikan, perekonomian, sosial, dan budaya seketika dibatasi melalui pengaturan dan peraturan yang dianggap lebih maslahat untuk kesehatan bersama. Tak diragukan lagi memang Covid-19 masih menjadi pemenang sampai waktu yang belum bisa ditentukan hingga ditemukannya sebuah vaksin atau mungkin daya tahan tubuh manusianya sendiri yang mampu mengalahkan kehebatan virus ini.
Meskipun demikian, masyarakat di Negara yang sudah terpapar Covid-19 tidak hanya bisa diam dalam ketakutan tanpa solusi, menyerah begitu saja. Kini saatnya new normal berlaku, aktivitas di luar rumah mulai berjalan dengan syarat mengikuti protokol kesehatan. Banyak berita di televisi maupun di dunia maya gencar mengabarkan dari tiap Negara maupun daerah tentang jumlah pertambahan dan pengurangan pasien covid-19. Tentu saja ini merupakan pengetahuan nilai positif dan kewaspadaan kita terhadap dampak dari Covid-19 itu sendiri.
Namun sebaliknya, bagi yang memiliki kekhawatiran berlebih, hal ini justru menjadi bumerang bagi dirinya sendiri dipastikan juga bagi lingkungan sekitarnya, bisa jadi inilah penyebab penyakit yang sesungguhnya, dengan rasa khawatirnya ia bisa stress, depresi karena hanya diam di rumah tanpa melakukan aktifitas berarti, meski anggapannya benar bahwa Covid-19 bisa datang dari mana saja dan dari siapa saja, dimanapun dan kapanpun.
Inilah pula akhirnya yang menjadikan alasan di masa new normal dilarang keras untuk melihat atau menyimak berita jika pada akhirnya ia hanya menjadi pribadi yang mengasingkan diri dan terasing, menganggap orang lain sebagai sumber pembawa virus yang berbahaya. Justru dengan new normal diharapkan kita mampu berani berhadapan langsung dengan Covid-19 dan melawannya tanpa harus menantangnya.
Dengan new normal ini pula diharapkan pola hidup menjadi lebih baik, aktivitas menjadi lebih bermakna, tetap berkarya meraih cita-cita dan mewujudkan setiap asa. Apapun yang mampu merusak pola pikir dan hanya menjadi manusia yang diam dalam kekhawatiran dan ketakutan itulah yang harus dijauhi.
Begitupun kaitannya jika menyimak berita yang sedang hangat di perbincangkan seberapa bahayanya Covid-19 juga jumlah korban meninggal gegara virus ini sehingga kita tidak mampu bijak dalam menyikapinya, tidak berlaku adil pada diri sendiri, maka sudah dipastikan “larangan keras menyimak berita” berlaku di new normal saat ini.
Walhasil, mari kita hidup berdampingan, bijak dalam bersikap, melanjutkan rutinitas dengan tetap mengikuti protokol kesehatan sampai saatnya Covid-19 bisa diatasi.***
Penulis: Eva Saufana, M.Pd., (Guru SMAN Subang)