KUNINGAN (MASS) – Merebaknya isu dugaan penyelewengan dana BPJS yang nilainya puluhan milyar, dibantah keras oleh Kabag Humas Setda, Dr Wahyu Hidayah MSi. Kepada kuninganmass.com, ia menjelaskan duduk permasalahan sebenarnya.
“Untuk iuran BPJS itu begini. Ada kewajiban peserta BPJS yaitu PNS sebesar 2 persen dari gaji. Itu langsung dipotong. Bukan digunakan oleh pemda, tapi langsung disetorkan,” jelas Wahyu.
Selain itu, ada kewajiban 3 persen dari akumulasi belanja gaji pegawai yang harus dibayar oleh pemda atau pemberi kerja. Kewajiban inilah yang dicicil akibat dulu kemampuan fiscal terbatas.
“Tiap anggaran nyicil, tapi ada sisa yang diakumulasikan jadi besar. Sejak pemerintahan pak Acep, sejak almh bu Utje juga, sudah tiap tahun langsung dibayar setelah melihat kebutuhannya berapa. Dengan kata lain, kita tiap tahun nyicil tunggakan pokok sekaligus kewajiban,” terangnya.
Akibat keterbatasan fiscal, dulu pun pemda sudah berkoordinasi dengan pihak BPJSnya dan juga Pempus. Sehingga dibolehkan untuk nyicil. Ia menegaskan, sejak 2005 silam sebetulnya kewajiban tetap dibayarkan, hanya ada yang belum dibayar sehingga terakumulasi hingga sekarang.
“Bukan Kuningan saja, daerah tetangga juga sama, bahkan ada yang nilai tunggakannya lebih besar dari kita,” sebut Wahyu.
Keterbatasan fiscal yang dulu terjadi, imbuhnya, karena ada belaja pegawai yang mesti lebih dipentingkan untuk dibayar, belanja langsung pembangunan-pembangunan dan lainnya. Tapi sekali lagi Wahyu menegaskan, hal itu berdasarkan hasil konsultasi ke pempus dan koordinasi pula dengan pihak BPJS.
“Total tunggakan kita itu sekitar Rp89 milyar. Tiap bulan sekitar Rp7 milyar selama 12 bulan. 9 bulan di tahun 2018 yang mencapai sekitar Rp68 milyar, 3 bulan lagi di tahun 2019. Tapi kita lagi berusaha agar kurang dari Rp7 milyar perbulannya, sehingga mungkin nanti diperpanjang pada tahun 2019,” paparnya.
Dari situ, Wahyu menandaskan tidak ada penyelewengan. Disebut penyelewengan jika uangnya ada, kemudian digunakan tidak sebagaimana mestinya. Dalam masalah ini, kewajiban 2 persen disetor dan untuk 3 persen tidak dibayar seutuhnya akibat keterbatasan fiscal dulu.
Terkait pemangkasan anggaran tiap dinas atau badan guna menyisil Rp7 milyar perbulan, menurutnya tidak ada pelanggaran aturan. Meski APBD murni 2018 telah ditetapkan, namun ada proses perubahan APBD nantinya.
“Kegiatan-kegiatan yang dikurangi atau dihilangkan itu yang nilai strategisnya bisa ditunda. Semacam kegiatan koordinasi, studi banding atau kegiatan lain yang belum prioritas tahun ini. Selain itu kegiatan yang belum dilaksanakan,” kata Wahyu.
Ia mencontohkan, rencana kegiatan-kegiatan yang hendak dilaksanakan pada triwulan ketiga atau keempat, itu bisa digunakan. Tentu melihat nilai strategisnya serta melihat efisiensi. Itu pun dinas atau badan yang mengevaluasinya, tidak serta merta dicoret dari atas.
“Jadi tidak menyalahi, karena merupakan kegiatan yang masih direncanakan, dan nanti ada proses perubahan APBD,” pungkas birokrat yang baru saja resmi jadi kader Banser tersebut. (deden)