KUNINGAN (MASS) – Jumlah produksi kopi di Kabupaten Kuningan cukup besar. Produksi Kopi Robusta mencapai 472,06 Ton, Arabika 26,22 Ton, dan Kopi Liberika 1,5 Ton. Angka tersebut dihasilkan dari luasan kebun produksi Kopi Robusta seluas 1.485,25 Ha, Kopi Arabika 87,07 Ha, dan Kopi Liberika 1,85 Ha dengan sebaran yang beragam.
Untuk kopi robusta tersebar di Kecamatan Cilebak, Subang, Selajambe, Darma, Ciniru, Hantara, Cilimus dan Karangkancana. Kopi Arabika tersebar di Kecamatan Cilebak, Darma, Cigugur, Cilimus dan Mandirancan. Kemudian kopi liberika tersebar di Kecamatan Subang, Darma, Cigugur dan Cilimus.
Data tersebut disampaikan Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kabupaten Kuningan Dr Wahyu Hidayah M Si saat menjadi salah satu narasumber dalam Focus Group Discussion (FGD bertajuk ”Penguatan Identitas Kopi Lokal Menuju Go Global”, yang digelar Kantor Perwakilan Bank Indonesia Cirebon pada Senin (23/9/2024) kemarin.
Dalam kesempatan tersebut, Wahyu menuturkan perluasan areal tanam kopi perlu dilakukan dan proses budidaya kopi berperan penting dalam peningkatan produksi kopi di Kabupaten Kuningan. Hal tersebut dapat dilakukan dengan upaya pengembangan varietas unggul, peningkatan teknik budidaya, pengelolaan lahan yang baik dan pengembangan infrastruktur.
Melalui pengidentifikasian yang kuat, kata Wahyu, akan membantu kopi lokal bersaing di pasar nasional maupun global. Untuk pengembangan kopi lokal go global, sangat penting untuk membangun kepercayaan konsumen melalui branding indikasi geografis (GI). Konsumen mencari ciri khas asal dan kualitas saat memutuskan apa yang akan dibeli. Penggunaan label GI menghubungkan produk dengan warisan dan reputasi lokal dengan menawarkan jaminan asal dan karakteristik tertentu.
“Manfaat perlindungan Indikasi Geografis adalah: memperjelas identifikasi produk dan menetapkan standar produksi dan proses diantara para pemangku kepentingan Indikasi Geografis; menghindari praktik persaingan curang, memberikan perlindungan konsumen dari penyalahgunaan reputasi Indikasi Geografis; kemudian menjamin kualitas produk Indikasi Geografis sebagai produk asli sehingga memberikan kepercayaan pada konsumen,” ujarnya.
“Banyak manfaat yang bisa didapatkan, hal ini juga dapat membina produsen lokal, mendukung koordinasi, dan memperkuat organisasi sesama pemegang hak dalam rangka menciptakan, menyediakan, dan memperkuat citra nama dan reputasi produk; meningkatnya produksi dikarenakan di dalam Indikasi Geografis dijelaskan dengan rinci tentang produk berkarakter khas dan unik; reputasi suatu kawasan Indikasi Geografis akan ikut terangkat, selain itu Indikasi Geografis juga dapat melestarikan keindahan alam, pengetahuan tradisional, serta sumber daya hayati, hal ini tentunya akan berdampak pada pengembangan agrowisata” imbuhnya.
Di akhir paparan Kadis Katan Kuningan mengapresiasi sekaligus menyampaikan penghargaan setinggi-tingginya kepada BI atas dukungan dan bantuan fasilitas terhadap petani kopi di wilayahnya. Wahyu berharap melalui FGD dapat menjadi upaya penguatan kolaborasi untuk mengembangkan budidaya kopi di wilayahnya.
FGD sendiri, digelar dalam rangka meningkatkan branding kopi wilayah Ciayumajakuning melalui penguatan identitas kopi lokal dan komoditas rantai pasok kopi yang terintegrasi dari hulu sampai hilir dengan mengedepankan aspek keberlanjutan.
Manajer Fungsi Pengembangan UMKM Keuangan Inklusif dan Ekonomi Syariah Bank Indonesia Muhammad Harun Ar-Rasyid, S.Hut menjelaskan maksud FGD di lakukan untuk mengeksplorasi hasil survei yang telah di lakukan di wilayah Kabupaten Kuningan dan Majalengka.
“Kami melakukan survei ke 9 titik, (3 titik wilayah Majalengka dan 6 titik wilayah Kuningan) beberapa waktu lalu ke daerah penghasil kopi. Komoditas kopi di Kabupaten Kuningan dan Kabupaten Majalengka memiliki potensi besar. Ditunjang kondisi geografis yang mendukung, dengan adanya gunung Ciremai dan area perbukitan di sekitarnya menjadikan komoditas kopi di 2 kabupaten tersebut saat ini mulai berkembang pesat. Faktor alam tersebut disebabkan oleh adanya elevasi yang mencukupi sebagai tempat tumbuh kopi” ungkapnya.
Harun mengungkapkan, ada beberapa lahan yang kurang produktif yang saat ini masih dapat digunakan petani untuk dijadikan area kebun kopi, seperti yang ada di Desa Bantar Agung dan Desa Payung Kabupaten Majalengka. Adapun beberapa kelompok tani mulai melakukan intensifikasi sehingga menjadikan komoditas.
FGD sendiri diisi dengan diskusi, saran pandang, tanya jawab dengan para pelaku usaha kopi Kuningan dan Majalengka. Serta adanya Kesepakatan FGD dengan dibuat tim untuk proses pengusulan Indikasi Geografis Kopi Kuningan dan Majalengka. (eki)