KUNINGAN (MASS) – Sebagian wilayah di Kabupaten Kuningan terletak di kawasan kaki Gunung Ciremai. Meski berada di kaki gunung yang subur, ternyata tak menjamin airnya terus mengalir deras. Bukan hanya yang cukup jauh dari kawasan gunung, daerah yang di sekitar lereng gunung pun tak jarang mengalami kesulitan air.
Kepala Balai Taman Nasional Gunung Ciremai (BTNGC) Maman Surahman S Hut M Si, mengungkap beberapa alasan yang memungkinkan kesulitan air, meski wilayahnya berada di kaki gunung.
“Jadi gini nih, sumber mata air di seluruh dunia itu volumenya relatif sama di Ciremai pun demikian. Tapi jumlah penduduk seiring berjalan waktu berkembang, tadinya punya anak dua berkeluarga, jadi pada akhirnya yang memanfaatkan (air) lebih banyak,” kata Maman, Rabu (3/1/2024) kemarin.
Apalagi, belakangan kebutuhan ari dari segi pemanfaatannya terusmeningkat dari segi pemanfaatannya. Tadinya (untuk keperluan) MCK (mandi cuci kakus) untuk rumah tangga, ada juga aspek bisnis misalnya PDAM, air kemasan, hotel rumah makan, pada akhirnya butuh air. Jadi itulah, potensinya (potensi mata air yang dihasilkan) relatif sama, yang memanfaatkan bertambah,” ujar Kepala BTNGC.
Karena, kata Maman, kalo berbicara kerusakan Gunung Ciremai seiring waktu justru dianggap yang paling bagus penutupan lahannya (cathments). Ia mengutip penelitian seorang guru besar salah satu kampus ternama di Indonesia yang menyatakan bahwa di Pulau Jawa, tingkat penutupan kawasannya paling bagus itu Gunung Ciremai.
“Jadi kalo ada satu tempat desa yang makin berkurang (mata airnya), saya yakin itu karena yang membutuhkan, memanfaatkan bertambah,” jelas Maman.
Dalam wawancara tersebut, Maman juga menyinggung kota sekitar tapi menggunakan air dari kawasan TNGC yang ada di Kuningan. Hal itu, lanjut Maman, yang memberikan ijinnya adalah Kementrian LHK, dan yang mengatur adalah BTNGC. Ia memastikan, untuk setiap hal yang sifatnya transaksional di kawasan TNGC, pasti ada ijin-nya.
“Dari TNGC pertimbangan teknis, bahwa sumber mata air di satu titik itu berapa debetnya, kalo dimanfaatkan hanya sebatas 10% dari sumber mata air yang ada. Karena yang 90% (sisanya) itu 50% dibalikin ke alam, 40% dimanfaatkan untuk masyarakat,” papar Maman. (eki)