KUNINGAN (MASS) – Alasan publik harus tolak kebijakan ekspor pasir laut karena dengan ekspor pasir laut tersebut Pemerintah sedang membahayakan ketahanan nasional dan kebijakan tersebut untungkan oligarki eksportir.
Indonesia sudah melarang ekspor pasir selama 20 tahun. Namun saat ini, entah apa yang merasuki pemerintah saat ini. Setelah 20 tahun dilarang ekspor pasir laut, saat ini ekspor laut sudah diperbolehkan melalui Peraturan Presiden No. 16 tahun 2023.
Sontak kebijakan tersebut menuai kontroversi sebab ekspor pasir laut pasti membahayakan lingkungan dan kedaulatan negara. Ekspor laut juga mengganggu ekosistem laut dan berdampak buruk terhadap pulau-pulau kecil.
Kebijakan ini disinyalir adanya loby-loby oligarki dan Singapura yang berencana memperluas daratan melalui reklamasi.
Oleh karena itu, ekspor pasir laut harus dihentikan.
Kebijakan Ekspor Pasir Laut Hanya untuk Kepentingan Negara Asing dan Untungkan Oligarki Eksportir, Harus Dibatalkan
Pemerintah memberikan izin ekspor pasir laut itu artinya pemerintah sengaja menjual pulau NKRI yang akhirnya akan memperluas batas Zona Ekonomi Economy (ZEE) negara lain dan memperkecil ZEE Indonesia itu sendiri.
Presiden Jokowi menerbitkan PP No.26/2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut. Menurut pemerintah, kebijakan tersebut sebagai upaya terintegrasi meliputi perencanaan, pengendalian, pemanfaatan dan pengawasan terhadap sedimentasi di laut.
Padahal PP tersebut akan membahayakan ekologi, karena hasil dan lokasi sedimentasi itu definisinya absurb atau tidak jelas. Di sisi implementasi akan rawan manipulasi dan pelanggaran.
Bila benar ada sedimentasi yang merugikan ekosistem laut dan menganggu alur pelayaran, maka seharusnya sedimentasi itu cukup dibersihkan dan tidak perlu dijual dan ekspor.
Tidak semua sedimentasi merugikan, ada juga sesungguhnya sedimentasi laut bermanfaat bagi ketahanan nasional, bagi ekosistem laut dan bagi batas wilayah NKRI.
Bahkan sedimentasi di Pulau-pulau terluar batas wilayah NKRI malah akan menguntungkan NKRI karena batas wilayah menjadi semakin luas sehingga ZEE Indonesia bertambah. Bertambahnya ZEE akan menambah potensi Indonesia memanfaaat kekayaan laut di dalamnya.
Ekspor pasir laut untuk kepentingan reklamasi sama dengan memindahkan daratan alias menjual pulau.
Ekspor pasir laut pernah dilakukan Indonesia pada tahun 1997 hingga 2002 dimana Indonesia menjadi pemasok utama pasir laut ke Singapura untuk perluasan lahan dan telah mengirimkan 53 juta ton per tahun.
Hasil 5 tahun Indonesia melakukan ekspor pasir laut adalah Pemerintah 1997-2022 dianggap bertanggungjawab atas hilangnya pulau-pulau Indonesia dan keanekaragaman hayatinya.
Pencabutan larangan ekspor pasir melalui PP No. 26 tahun 2023 ini sejalan dengan akan dilakukannya proyek perluasan lahan di negara tetangga yaitu Singapura. Singapura adalah importir laut terbesar di dunia yang selama dua dekade telah mengimpor 517 juta ton pasir laut dari negara tetangganya.
Malaysia adalah pemasok terbesar pasir laut ke Singapura dan tahun 2019 telah melarang ekspor pasir.
Jika Presiden Jokowidodo mengeluarkan izin ekspor pasir laut dengan dalih mengurangi sedimentasi laut maka itu adalah langkah yang salah kaprah, karena pengurangan sedimentasi air laut bisa dilakukan tanpa harus mengekspor pasir laut.
Menjual Pasir laut sama halnya dengan menjual daratan. DPR perlu meminta keterangan Presiden dan Pejabat Menteri terkait kebijakan yang merugikan ketahanan nasional ini. DPR tidak boleh tunduk pada oligarki dengan bersikap permisif terhadap kebijakan yang amat membahayakan kepentingan kedaulatan nasional.***
Achmad Nur Hidayat MPP, Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik UPN Veteran Jakarta dan CEO Narasi Institute