JAPARA (MASS) – Warga Desa Cikeleng Kecamatan Japara, belakangan ini bergejolak. Ini disebabkan munculnya sebuah rencana peternakan besar di atas lahan sekitar 10 hektar di desa tersebut.
“Pembebasan lahannya sudah dilakukan tanpa sepengetahuan BPD. Itu untuk kandang ayam. Yang kami sayangkan, lokasinya dekat dengan pemukiman dan sekolah dasar, hanya berjarak sekitar 20 meteran saja,” keluh Udi, mantan wakil ketua BPD Cikeleng, Kamis (11/7/2019).
Selain kekhawatiran polusi, rencana kandang ayam besar-besaran itu ditambah dengan rencana penggalian sumur bor. Dari keterangan yang diperolehnya, kedalaman sumur bor tersebut mencapai sekitar 150 meter.
“Cikeleng itu tergolong desa yang rawan air. Kalau ada sumur bor dengan pemakaian banyak, kami khawatir terjadi krisis air di desa kami ini,” kata Udi.
Kekhawatiran tersebut pernah terjadi tatkala ada seorang warga yang membuat sumur bor. Waktu itu, sumur bor yang digali berdampak kepada kesulitan air yang diperoleh warga lainnya.
“Jadi, kami menolak keras rencana itu. Lokasinya di Blok Ciwareng yang jaraknya dekat dengan pemukiman dan sekolah dasar,” tegas pria yang kini terpilih jadi ketua BPD Cikeleng tersebut.
Ia menceritakan, gejolak yang muncul di Cikeleng dimulai sejak beberapa tahun lalu. Diawali dengan pembebasan lahan seluas 3,2 hektar pada 2016-2017, hingga berlanjut pada pembebasan lahan sekitar 7 hektar ditahun 2018.
“Ini kandang ayam besar. Kabarnya untuk ayam pedaging. Saat BPD mengetahui, kami tindaklanjuti dengan beberapa langkah hingga mengadakan musyawarah dusun pada Bulan Januari 2019,” tutur Udi sambil memperlihatkan dokumen penting.
Dari musyawarah di lima dusun itu, semuanya sepakat untuk menolak rencana pembangunan kandang di Blok Ciwareng. Begitu juga terhadap rencana penggalian sumur bor. Tak heran jika masyarakat melakukan pemasangan spanduk penolakan.
“Solusinya, kalau mau membangun kandang ayam, silakan di area yang jauh dari pemukiman dan sekolah. Masih banyak kok lahan di Cikeleng yang jauh dari pemukiman,” pintanya.
Menurut Udi, perusahaan yang investasi di desanya itu awalnya sebuah CV yang telah membebaskan 3,2 hektar lahan. Selanjutnya tiba-tiba diambil alih oleh sebuah perusahaan berstatus PT.
“Direkturnya orang Cirebon. Saya tidak terlalu tahu persis profile perusahaan tersebut,” terang Udi. (deden)