KUNINGAN (MASS) – Banyaknya warga Kuningan yang belum berKTP elektronik menyimpan masalah tersendiri. Bercermin pada Pilbup dan Pilgub 2018, sedikitnya 2.500 Suket (Surat Keterangan) diterbitkan oleh Disdukcapil pada hari hari pencoblosan.
Ini terungkap pada acara Sosialisasi Hasil Pengawasan dan Penindakan Pelanggaran pada Pilkada 2018, yang digelar Bawaslu Kuningan di Hotel Montana Sangkanurip, Kamis (23/8/2018). Menurut pembicara dari komisioner Bawaslu, Abdul Jalil Hermawan, pihaknya ragu pada Pileg 2019 nanti pun masalah itu mampu teratasi.
Saat itu, ia juga menyebutkan DPT (Daftar Pemilih Tetap) pileg mengalami pengurangan sekitar 2000 orang. Jika pada Pilkada 2018 sebanyak 852.462 pemilih, pada Pileg 2019 nanti sebanyak 850.615 pemilih.
“Meski jumlah pemilih berkurang, tapi jumlah TPS lebih banyak. Di Pilkada 2018 hanya sebanyak 2.005 TPS, sedangkan di Pileg 2019 sebanyak 3.566 TPS. PerTPSnya maksimal 300 pemilih mengingat ada 5 lembar surat suara yang harus dicoblos,” sebutnya.
Peserta sosialisasi yang dipandu oleh Ondin Sutarman itu berasal dari unsur mahasiswa, ormas, OKP, LSM dan juga parpol. Pembicaranya selain dari Bawaslu, juga dari Dekan Fakultas Hukum Uniku, Haris Budiman SH MH MM dan Kajari Kuningan Adyaksa Darma Yuliano SH MH.
Jalil bicara pula kasus politik uang yang diproses hukum sampai inkrah. Termasuk banyaknya ASN yang tidak netral. Pada tahapan pilkada, sedikitnya 16 ASN yang dipanggil Panwaslu untuk kemudian direkomendasikan ke BKPSDM Kuningan.
Penjelasan Jalil diperkuat Ondin Sutarman. Kasus politik uang saat pilkada, menurutnya cukup banyak. Dari 4 kasus yang terindikasi, 1 diantaranya inkrah. Sisanya mentok pada syarat formil dan materil.
“Sedangkan kasus pelanggaran kode etik penyelenggara hanya 1 kasus yang diputus yaitu PPS di Desa Sukasari Kecamatan Mandirancan. Untuk kasus black campaign, syarat materilnya tak terpenuhi,” bebernya. (deden)