KUNINGAN (MASS) – Sistem proporsional daftar terbuka akan berubah menjadi sistem proporsional daftar tertutup seandainya mayoritas wakil rakyat menyetujui rancangan undang-undang pemilu yang sekarang sudah keluar dan mulai banyak diperbincangkan oleh para aktor politik dan para pemerhati politik di Negara Kesatuan Republik Indonesia yang kita cintai ini.
Dalam RUU pemilu terbaru diatur bahwa pemilu tahun 2024 tetap digelar dengan 5 jenis surat suara seperti 2019. Walaupun demikian ada perubahan yang cukup krusial yaitu dalam hal sistem, besaran alokasi kursi dapil (besaran alokasi kursi perdapil minimal 3 kursi maksimal 8 kursi) dan ambang batas parliamentary threshold (untuk syarat parpol mengikuti babak penghitungan perolehan kursi berlaku sampai tingkat daerah sebesar 7%).
Saya coba fokus menyoroti sistem Pemilu 2024 yang diatur dalam RUU pemilu terbaru tersebut yang rencananya akan menerapkan sistem proporsional daftar tertutup. Memperkuat kelembagaan partai politik disinyalir sebagai salah satu alasan atau dasar untuk merubah sistem politik yang dipandang sudah mapan mengakomodasi kedaulatan rakyat tersebut (sistem proporsional daftar terbuka).
Lantas sebenarnya mana yang lebih ideal dan pantas diperjuangkan? Apakah kokoh dan kuatnya kelembagaan partai, atau semakin kokohnya pelaksanaan kedaulatan rakyat? Dalam pemikiran saya dan seandainya saya disuruh untuk memilih, maka saya akan lebih mengutamakan untuk mengambil langkah meperkokoh terlaksananya kedaulatan rakyat dalam memilih para wakilnya yang akan duduk dilembaga perwakilan rakyat (DPR dan DPRD).
Melalui sistem proporsional daftar terbuka jelas-jelas telah memberikan ruang yang sangat leluasa kepada rakyat untuk memilih para wakilnya secara objektif. Analisis personality, kapasitas dan kapabilitas terhadap para calon wakilnya yang akan duduk dilembaga perwakilan rakyat secara leluasa telah menjadi dasar dalam menentukan pilihannya. Walaupun diakui pilihan bias masih banyak terjadi sebagai akibat berlangsungnya intervensi sikap ilegal dan tidak bertanggung jawab dari beberapa calon legislatif yang ingin terpilih karena ambisi pribadi, dan bukan karena ingin secara murni mengabdikan diri untuk negeri (money politik sebagai contoh nyata aksinya).
Dengan memilih nama orang yang “dikenal” secara personal maupun secara kemampuan, rakyat tidak akan merasa dibohongi. Lain halnya apabila rakyat hanya memilih gambar partai dengan tanpa mengetahui siapa-siapa saja yang akan mewakilinya dilembaga perwakilan rakyat yang memiliki peranan strategis dalam mengawal NKRI ini.
Dalih untuk memperkuat partai dengan memaksakan sistem proporsional daftar tertutup menurut pemahaman saya adalah inskontitusional. Karena harus dipahami bersama bahwa pelaksanaan demokrasi pada dasarnya harus benar-benar mencerminkan penjaminan terhadap dua asas pokok, yaitu adanya jaminan hak asasi rakyat, dan adanya partisipasi rakyat dalam pemerintahan. Jaminan terhadap hak asasi rakyat dalam memilih para wakilnya, akan benar-benar dikebiri apabila rakyat dipaksa untuk memilih gambar partai, bukannya memilih nama para calon wakil rakyat.
Disini dibutuhkan kepekaan dari seluruh wakil rakyat yang terlibat dalam penggodokan RUU politik atas ruh identitas kebangsaan negara kita. Pahami secara benar bahwa mengapa pesta demokrasi secara rutin dilaksanakan di negara kita setiap lima tahun sekali. Itu Khan pada dasarnya merupakan konsekwensi logis dari bentuk pemerintahan yang kita pilih sebagaimana telah ditegaskan dalam konstitusi kita yaitu UUD Negra Republik Indonesia tahun 1945. Disana ditegaskan bahwa bentuk pemerintahan negara kita itu adalah republik, dimana rakyat miliki peranan yang dominan dalam memilih para pengelola negara yang akan duduk di pemerintahan.
Perubahan itu memang suatu hal yang wajar dalam bidang apapun, termasuk dalam sistem pemilu. Akan tetapi idealnya perubahan tersebut mengarah pada perbaikan atau penyempurnaan pada yang sudah ada, dan bukannya sebaliknya.
Ego pribadi, kelompok dan golongan harus benar-benar dikesampingkan ketika sedang memikirkan negara. Negara ini bukan milik keluarga tertentu saja, negara ini bukan milik partai pemenang pemilu, akan tetapi sebenar-benarnya negara ini adalah milik kita bersama, milik seluruh rakyat Indonesia. Jadi partai manapun yang berkuasa, tetap harus memperjuangkan untuk kemaslahatan bersama dari anak negeri ini. Dan bukannya terbatas hanya untuk memperjuangkan kepentingan pribadi, golongan atau kelompok partainya saja.
Pemilu dilaksanakan bukan untuk berebut kekuasaan untuk dijalankan secara otoriter atau sekehendak hati, pemilu dilaksanakan bukan untuk memaksaakan ideologi partai dalam pengelolaan negara, akan tetapi pemilu itu dilaksanakan pada dasarnya untuk memperkokoh kedaulatan rakyat dan untuk menjaga kelangsungan hidup Negara Kesatuan Republik Indonesia yang kita cintai ini. NKRI semoga selalu kokoh, jaya abadi.
Penulis: Toto Dianto (Akademisi Kuningan)