KUNINGAN (MASS) – Narkoba nyatanya sudah benar-benar menjerat Indonesia, terutama pemudanya. Berbagai zat yang terkandung dalam narkoba ini telah berhasil membuai kaum muda untuk sebuah ketenangan dan kebahagiaan sesaat.
Misalnya saja seorang aktor sinetron kelahiran tahun 1982, Revaldo Fifaldi Surya Permana yang kembali ditangkap kepolisian karena penyalahgunaan narkoba jenis sabu dan ganja. Aktor ini telah ditangkap untuk ketiga kalinya disebabkan kasus yang sama.
Data dari Survei Nasional Penyalahgunaan Narkoba tahun 2021 mengatakan terdapat 4,82 juta jiwa pernah memakai narkoba dan sebanyak 3,66 juta jiwa merupakan pengguna. Dan pengguna terbesar terdapat di kalangan remaja/usia muda antara 15-35 tahun.
Angka tersebut terus merangkak naik setiap tahunnya, sungguh kondisi yang memprihatinkan. Kerugian yang ditanggung negara pun mencapai angka fantastis yaitu 84 triliun pertahun. Data tersebut berdasarkan data Badan Narkotika Nasional (BNN) pada Juni 2021.
Merampas Hak Generasi
Narkoba ini mengandung zat-zat yang bisa merusak akal, hal ini menyebabkan hilangnya hak generasi untuk tumbuh dan berkembang. Bahkan sangat bisa mendorong seseorang untuk melakukan tindakan kriminal. Tak sedikit pula kasus pembunuhan, pengeroyokan, tawuran, pencurian yang dipicu narkoba.
Generasi yang seharusnya tumbuh dengan baik malah dicemari dengan barang haram, ketika akal sudah rusak bagaimana generasi ini akan membawa peradaban yang gemilang? Tentu hal ini tidak dapat dibiarkan begitu saja, harus diselesaikan secara tuntas.
Permasalahan Sistemik
Jika kita amati, dalam sistem sekuler yang diterapkan hari ini, tak pernah ada solusi tuntas atas persoalan ini. Dengan langkah penanganan yang tidak menyentuh akar persoalan, membuktikan bahwa sistem ini tidak secara serius memberantas kasus narkoba.
Merehabilitasi pengguna dan menghukum mati pengedar nyatanya tak menghentikan kasus narkoba. Buktinya sampai sekarang angka pemakai narkoba masih tinggi dan terus bertambah. Pengedar yang ditangkap pun seringkali hanyalah pengedar kelas teri, sedangkan jaringan pengedar utama nyaris tak tersentuh.
Karena jejaring pengedaran narkoba telah mewujud menjadi jaringan mafia internasional yang tentu profesional. Oleh karena itu persoalan narkoba disebut sebagai permasalahan sosial sistemik. Sebab terjadi karena sistem yang diterapkan meniscayakan hal tersebut.
Seorang sosiolog Talcott Parsons mengatakan dalam berbagai bukunya, ia menyatakan bahwa untuk dapat memahami suatu gejala sosial (seperti juga penyalahgunaan narkoba), harus diperhatikan sistem yang memfasilitasi timbulnya gejala yang bersangkutan.
Solusi Sistemik
Permasalahan sistemik tentu hanya akan selesai dengan solusi sistemik pula, yaitu dengan sistem Islam. Sebagai sistem yang sempurna, berbagai aturan dari Allah SWT akan diterapkan guna mencegah berbagai kerusakan. Termasuk pada kerusakan generasi.
Islam memandang bahwa generasi muda merupakan aset yang harus dijaga dengan sangat baik. Hal-hal yang akan melemahkan kaum muda dijauhkan dari mereka, maka diharamkanlah narkoba. Karena narkoba ini bisa melemahkan akal, sedangkan akal adalah potensi penting yang Allah berikan.
Narkoba hukumnya haram karena terkategori zat yang memabukkan dan membuat lemah. Keharaman narkoba juga berdasarkan kaidah fikih, “Al-ashlu fi al-madhaar at-tahrim (hukum asal benda yang berbahaya [mudarat] adalah haram).” (Taqiyuddin an-Nabhani, Asy-Syakhshiyah al-Islamiyah, 3/457).
“Rasulullah SAW melarang dari setiap barang yang memabukkan dan yang melemahkan akal dan badan.” (HR. Ahmad dan Abu Dawud).
Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Narkoba sama halnya dengan zat yang memabukkan, diharamkan berdasarkan kesepakatan para ulama. Bahkan setiap zat yang dapat menghilangkan akal, haram untuk dikonsumsi walau tidak memabukkan” (Majmu’ Al Fatawa, 34: 204).
Ketika seseorang telah kehilangan akalnya, maka tidak ada bedanya ia dengan hewan. Lalu ia akan berperilaku seperti hewan yang tidak kenal aturan. Seperti yang telah kita ketahui bahwa narkoba ini sudah memicu penggunanya untuk melakukan kriminal seperti yang disebutkan sebelumnya.
Berulangnya kasus serupa pada orang yang sama menunjukkan adanya pemahaman yang salah tentang kehidupan ini. Karena sejatinya, Dzat yang bisa memberikan ketenangan dan kebahagiaan hakiki hanyalah Dia Yang Maha Esa yakni Allah SWT, bukan makhluknya apalagi barang haram.
Ketika seseorang sudah salah dalam memahami hakikat kehidupan, maka ia akan berperilaku sesuka hati tanpa memikirkan aturan Allah SWT. Misalnya saja jika tengah dihinggapi stress, bukannya lari pada Allah dengan beribadah, malah menggunakan narkoba agar lupa pada masalahnya untuk sesaat.
Maka Islam menjaga generasi dengan menanamkan ketakwaan dan ketaatan pada Allah SWT sejak kecil, melalui pendidikan Islam. Islam juga akan menjaga perbatasan wilayah agar narkoba tidak masuk wilayah Islam. Islam tidak akan membiarkan adanya jaringan narkoba di wilayahnya.
Ditetapkan pula sanksi ta’zir yang jenis dan kadarnya ditentukan oleh qadi (hakim), bisa berupa penjara, dicambuk dll. Sanksi ta’zir dapat berbeda-beda sesuai tingkat kesalahannya. Pengguna narkoba yang baru berbeda hukumannya dengan pengguna narkoba yang sudah lama. Hukuman itu juga berbeda bagi pengedar narkoba, atau bahkan bagi pemilik pabrik narkoba. Ta’zir dapat sampai pada tingkatan hukuman mati. (Saud Al Utaibi, Al Mausu’ah Al Jina`iyah Al Islamiyah, 1/708-709; Abdurrahman Maliki, Nizhamul Uqubat, 1990, hlm. 81 & 98).
Begitulah cara Islam menjaga generasi, yaitu membekali kaum muda dengan pendidikan Islam juga memberantas jaringan narkoba. Sehingga para remaja bisa tumbuh menjadi manusia taat dan cerdas agar siap untuk membangun peradaban yang cemerlang, seperti kejayaan Islam dahulu.
Wallahua’lam bishawab.
Penulis : Putri Efhira Farhatunnisa (Pegiat Literasi di Majalengka)