KUNINGAN (MASS) – Pelapor kasus video viral “laknat” merasa dilecehkan oleh Bawaslu Kuningan. Sebab, putusan yang diambil dianggap sepihak tanpa klarifikasi terhadap pelapor serta memberitahukan putusan tersebut.
“Semenjak kami melaporkan, sampai saat ini belum pernah ada proses penanganan karena sampai detik ini belum pernah menerima informasi apapun dari bawaslu,” ketus M Toha, salah satu pelapor kasus tersebut, Jumat (8/3/2019).
Ketua Bapilu Partai Berkarya Kuningan ini menegaskan, pelapor kasus itu melibatkan 5 parpol atas nama BPN Prabowo-Sandi Kabupaten Kuningan. Diantaranya Gerindra, Berkarya, PKS, Demokrat dan PAN.
“Tapi kenyataannya, putusan yang diambil bawaslu, yang katanya tidak meregistrasi laporan, tidak menyampaikannya secara tertulis kepada 5 partai selaku pelapor,” ungkapnya.
Dikatakan, pada prinsipnya ia menghargai dan menghormati otoritas bawaslu dalam membuat keputusan sepanjang dijalankan mekanisme aturan yang benar dan jelas. Atas putusan terhadap laporan BPN oleh Bawaslu Kuningan menghentikan proses penanganan, pihaknya memandang keputusan sepihak.
“Karena tidak melalui proses mekanisme penanganan sebagaimana tertuang dalam Peraturan Bawaslu No 7 tahun 2018 tentang penanganan laporan dugaan pelanggaran pemilu,” kata Toha.
Dalam putusan yang disampaikan bawaslu di media, imbuhnya, putusan tersebut hanya berdasarkan pasal 12 ayat 3. Bunyinya “bahwa dalam hal laporan dugaan pelanggaran pemilu yang telah ditangani dan diselesaikan oleh pengawas pemilu pada tingkatan tertentu, pengawas pemilu yang menerima laporan tidak meregistrasi laporan dugaan pelanggaran”.
Menurut Toha, pasal 12 ayat 3 yang menjadi acuan putusan bawaslu terdapat kerancuan. “Pasal 12 ayat 3 berlaku ketika laporan tersebut yang ditangani dan telah diselesaikan ditingkat pengawas pemilu, berdasarkan ruang lingkupnya pengawas pemilu berada ditingkat kecamatan. Sedangkan laporan BPN disampaikan kepada bawaslu dan tingkatannya berada ditingkat kabupaten,” jelasnya.
Kemudian, sambung mantan politisi PDIP ini, semenjak BPN melaporkan sampai saat ini belum pernah ada proses penanganan atau penyelesaian karena belum pernah menerima informasi apapun dari bawaslu.
Seandainya pasal 12 ayat 3 itu menjadi dasar putusan, tambah Toha, mestinya pasal-pasal lain harus dijalankan. Salah satunya pasal 12 ayat 4 yang berbunyi “Laporan pelanggaran pemilu yang tidak diregistrasi diberitahukan kepada pelapor”.
“Kemudian ayat 5 menjelaskan, pemberitahuan laporan yang tidak diregistrasi sebagaimana dimaksud ayat 4 dilakukan dengan cara mengumumkan di papan pengumuman sekretariat pengawas pemilu dan/atau dapat memberitahukan melalui surat kepada pelapor,” paparnya.
Kalau diperhatikan Bab III bagian ke 3 pasal 18 ayat 1, ungkap Toha, dalam proses pengkajian temuan atau laporan dugaan pelanggaran pemilu, bawaslu provinsi, kabupaten/kota, panwaslu kecamatan dan LN dapat melakukan klarifikasi terhadap pelapor, terlapor pihak yang diduga sebagai pelaku pelanggaran, saksi, atau ahli untuk didengar keterangannya.
“Kenyataannya kami pun merasa kaget, tiba-tiba ada keputusan, laporan dihentikan, sedangkan mekanisme aturannya tidak dijalankan. Alasan apa yang menjadi dasar keputusan itu absah menurut aturan, jika aturan tidak dijalankan,” pungkasnya. (deden)