KUNINGAN (MASS) – “Apakah bisa, dikatakan bahwa pemerintah daerah Kuningan hari ini tidak mampu mengatasi permasalahan yang sangat serius?”
Dilansir dari data BPS Kuningan yang dirilis pada 02 Maret 2022, bahwa 3 tahun berturut-turut angka persentase penduduk miskin di Kuningan selalu meningkat. Pada tahun 2019 persentase sebesar 11.41%, 2020 naik menjadi 12.82%, dan 2021 menjadi 13.10%. Pun demikian, angka pengangguran di kabupaten meningkat. BPS Jawa Barat merilis angka Pengangguran Terbuka tahun 2021 setiap kabupaten/kota se-Jawa Barat. Dinyatakan Kuningan mendapati peringkat ke-5 yang paling tinggi tingkat persentase pengangguaran. Tahun 2022 sebesar 11.68%, sebelumnya 2020 sebesar 11.22% dan tahun 2019 angka pengangguran sebesar 9.68%. jelas, bahwa angka pengangguran meningkat tiga tahun berturut-turut.
Artinya, Bupati Acep Purnama menunjukkan bahwa system kebijakan yang ada pada masa kepemerintahannya tidak memiliki rencana berapa persen target penurunan angka kemiskinan atau pengangguran setiap tahunnya. Karena yang ada malah semakin meningkat.
Saya selaku Ketua PC PMII Kuningan menegaskan kembali bahwa pemerintah daerah harus segera mengatasi permasalahan ini. sebelum masa kepemerintahan Bupati. Acep dan Wabup Ridho berakhir. Menjelang dua tahun Pemilu 2024 serentak adalah kesempatan bagi para pemangku kebijakan untuk bisa menyelesaikan persoalan kemiskinan dan pengangguran. Jika tidak, sangat berdampak sekali pada agenda politik selanjutnya, masyarakat tidak akan memiliki kepercaan kembali kepada Bupati dan Wakil Bubati hari ini.
Berdasarkan RKPD 2021 salah satu isu stragis di Kabupaten Kuningan adalah persoalan kemiskinan dan pengangguran. Namun, memasuki bulan April, belum nampak sama sekali agenda atau program-program daerah untuk mengatasi persoalan kemiskinan ataupun pengangguran. Terlihat, hari ini kabupaten kuningan masih mengandalkan program-bantuan social dari pusat. Yang mana program tersebut pun terdapat banyak masalah, seperti pengkondisian uang tunai yang diterima oleh KPM, dan tidak tepat sasaran. Pemerintah hingga kini masih sibuk melakukan program politis dan mengabaikan persoalan kemiskinan dan pengangguran secara nyata.
Berdasarkan rilisan BPKAD Kabupaten Kuningan, kebijakan anggaran tahun 2022 yang dialokasikan untuk program bantuan social hanya sebesar 16,107,893,000 yaitu 1% dari total belanja APBD 2022. Artinya anggaran yang dialokasikan tak besar jika dibanding dengan persentase untuk belanja rutin seperti gaji pegawai yang mengambil sebesar 41%. Lanjut, anggaran program bantuan sosial yag tak besar pun ini harus segera dilakolasikan oleh dinas, jangan sampai tidak dialokasikan yang nantinya menjadi SILVA (anggaran masuk kembali ke kas daerah dan bebas di alokasikan untuk apapun, tergantung Bupati). Ini tidak boleh terjadi, apalagi anggaran dialokasikan untuk kegiatan kampanye mendatang.
Disini peran legislastif sangat penting sekali, DPRD memiliki kewenangan dalam meyusun atau mengusulkan kebijakan persoalan kemiskinan dan pengangguaran terhadap eksekutif dan melakukan pengawasan mengenai anggaran yang harus dialokasikan pada program tersebut. Namun sangat disayangkan, peran ini tidak lakukan oleh DPRD Kuningan.
Wabup Ridho yang sekaligus menjabat sebagi Ketua Tim Penanggulangan Pengentasan Kemiskinan harusnya segera membuat kebijakan-kebijakan dan melakukan program pemberdayaan kepada masyarakat melalui Timnya yang ada di setiap desa/kel kuningan dan bersinergis dengan dinas-dinas terkait, lembaga/organisasi social. Konsep pentahelix sangat berguna dan efisien dalam keadaan seperti ini. Namun, kebijakan atau program yang akan dilaksanakannya harus jelas. Program perlindungan sosial, perluasan kesempatan, peningkatan sumberdaya manusia, dan pemberdayaan kelembagaan masyarakat seharusnya menjadi program utama penurunan angka kemiskinan dan pengangguran.
Penulis : Evi Novianti – Ketua Umum PMII Kuningan