KUNINGAN (MASS) – Anak merupakan sumber daya negara yang paling berharga karena mereka pada akhirnya akan melestarikan, mengembangkan, dan melindungi kekayaan yang diciptakan oleh usaha bangsa. Tidak ada habisnya ketika terjadi kekerasan terhadap anak. Setiap tahun ada lebih banyak kasus dan korban. Baik di dalam maupun di luar keluarga, kekerasan adalah suatu kemungkinan. Traumatisasi korban kekerasan tentu akan berdampak baik secara fisik maupun psikis. Anak-anak yang terpapar kekerasan di masa lalu berpotensi menjadi individu (pelaku) kekerasan saat dewasa.
Anak korban kekerasan memerlukan pengasuhan dan perlakuan khusus yang melibatkan orang tua, kerabat, pemerintah, dan masyarakat. Untuk mengatasi kekerasan terhadap anak, dan diperlukan strategi. Rencana tersebut harus dapat menghentikan dan menanggapi aktivitas kekerasan.
Sesuai yang tercantum pada pasal 20 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak adalah : “Negara, pemerintah, masyarakat, keluarga dan orang tua berkewajiban dan bertanggungjawab terhadap penyelenggaraan perlindungan anak”. Dari pasal diatas, terlihat mengenai bahwa setiap warga Negara wajib ikut sera berperan dalam penyelenggaraan perlindungan anak. Jadi ketika ada kasus kekerasan terhadap anak, maka sudah menjadi perhatian dan tanggungjawab setiap warga Negara (Hasanah and Raharjo, 2016).
Keluarga yang merupakan sebagai lingkungan pertama bagi setiap orang yang akan memberikan kebutuhan psikologis dan psikososial seseorang akan hal-hal seperti dukungan emosional, kasih sayang, bimbingan, informasi, dan perhatian. Selain pemenuhan kebutuhan yang bersifat dometik, kelurga perlu memilihkan teman bagi anak, dan atau memantau pertemanan anak. Prinsipnya anak mendapatkan teman yang aman, nyaman dan mendukung tumbuh kembang. Anak harus memiliki kesempatan untuk berbicara tentang keadaan, masalah, dan kompleksitas yang berkaitan dengan kesejahteraan sosial anak.
Gagasan di balik semua aturan dan peraturan Indonesia disebut Pancasila. Setiap warga negara wajib ikut serta dalam pertahanan negara dalam rangka menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Undang-Undang Pertahanan Negara.
Menerapkan prinsip-prinsip luhur Pancasila dalam perlakuan hukum terhadap semua warga negara Indonesia secara setara (khususnya yang berkaitan dengan perlindungan anak) akan membantu mereka mengembangkan disiplin, optimisme, kerja sama, dan keterampilan kepemimpinan yang diperlukan untuk menjamin kelangsungan hidup bangsa dan negara. Sebagai warga negara, adalah tugas kita untuk bekerja untuk melindungi bangsa (Agustriani et al., 2022).
Seperti pada Sila kedua Pancasila “Kemanusiaan yang adil dan beradab” mengandung nilai-nilai kemanusiaan, seperti pengakuan dan perlakuan terhadap bangsa Indonesia sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan yang mempunyai derajat hak dan kewajiban yang sama tanpa membedakan atas dasar agama, suku, ras, atau keturunan. Seperti halnya sila kedua Pancasila.
Setiap warga negara wajib memelihara nilai-nilai kemanusiaan yang adil dan beradab dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, sesuai Sila 2 Pancasila. (Aditya, 2016). Sesuai dengan kodratnya yang memiliki akal, pikiran, perasaan, dan keyakinan, manusia wajib dilindungi dan dijunjung tinggi harkat dan martabatnya, sebagaimana tertuang dalam sila kedua Pancasila yang berbunyi “Kemanusiaan yang adil dan beradab” . 4 hal inilah yang membedakan manusia dengan makhluk lainnya.
Begitupun dengan perasaan dan keyakinan manusia, yang berfungsi untuk membedakan mana yang baik dan mana yang berbahaya. Jadi wajar jika prostitusi dianggap berada di luar batas kesusilaan manusia, mengakui adanya harkat dan martabat manusia, mengakui bahwa manusia adalah makhluk paling terhormat yang pernah diciptakan Tuhan, menjunjung tinggi prinsip-prinsip moral dan memperlakukan orang lain dengan adil, toleran terhadap orang lain dan tidak kejam terhadap mereka.
Salah satu pilar mengikuti sila kedua Pancasila adalah bersikap adil. Padahal setiap situasi membutuhkan pemeriksaan yang cermat terhadap masalah yang dihadapi tidak berkonsentrasi pada latar belakang seseorang, seperti ras, budaya, atau etnis mereka. Harus saling memanusiakan manusia, jangan berbuat semaunya sendiri dalam menjalani kehidupan sehari-hari (Sabrina, 2022).
Akhir kata, kita sebagai generasi penerus mempunyai kewajiban untuk menjadi teladan bagi orang lain dalam hal menjaga bangsa, termasuk belajar dengan sungguh-sungguh dan menaati hukum. Manifestasinya adalah perlindungan anak jangka panjang. Hal itu diwujudkan dalam bentuk perlindungan anak berkelanjutan, dan akan menciptakan generasi penerus bangsa yang mempertahankan dan membela Negara Indonesia.
Penulis: Lisna Nurul Fajar (2281060098), Mahasiswa Tadris Biologi C/ Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan IAIN Syekh Nurjati Cirebon