KUNINGAN (MASS) – Pilkada hakikatnya merupakan momentum sirkulasi elit politik lokal yang rutin digelar setiap lima tahun. Sejak 2005, diksi pilkada langsung telah dikenal luas di negara kita.
Sebagai instrumen sirkulasi elit politik lokal, ada harapan besar lahirnya kepemimpinan yang membawa spirit perbaikan, perubahan. Dan sebagai elit politik lokal, pasangan calon terpilih memiliki otoritas untuk membuat dan menjalankan kebijakan politik.
Visionary leadership atau kepemimpinan elit politik lokal yang mengikuti kontestasi bisa kita ukur melalui parameter visi, misi dan program yang mereka tawarkan kepada publik.
Melalui tujuh metode kampanye: pertemuan terbatas, pertemuan tatap muka dan dialog, penyebaran bahan kampanye, pemasangan alat peraga kampanye, iklan kampanye, debat publik dan kegiatan lainnya yang tidak melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan; paket lengkap bernama visi, misi dan program diperkenalkan kepada pemilih.
Selama durasi tahapan kampanye, para paslon yang dibantu oleh tim kampanye; bekerja ekstra untuk meyakinkan pemilih terkait tentang visi, misi dan program yang mereka tawarkan. Visi, misi dan program adalah sebentuk janji mulia dari para paslon ketika mereka terpilih sebagai elit politik lokal yang memegang tampuk kepemimpinan selama lima tahun.
Pilkada Serentak yang digelar tanggal 9 Desember 2020 ini, sungguh terasa sekali perbedaan suasananya dibandingkan gelaran pilkada tahun 2018. Keputusan politik telah disepakati baik oleh pemerintah dan penyelenggara pemilhan untuk tetap menggelar pilkada serentak di tengah masa pandemi covid-19 yang melanda negara kita.
Upaya pencegahan penyebaran dan penularan covid-19 menjadi basis sosiologis saat berbagai regulasi pilkada ditetapkan. Singkat kata ada penyesuaian regulasi sesuai dengan konteks kekinian yang dihadapi oleh masyarakat. Semisal tentang materi debat publik yang memuat kebijakan dan strategi penanganan, pencegahan dan pengendalian Covid-19.
Selain muatan materi debat, aturan juga menyentuh soal teknis penyelenggaran debat yang membatasi kehadiran paslon dan tim kampanye. Pilkada hanya boleh dihadiri oleh paslon dan 4 tim kampanye. Disrupsi sangat terasa sekali di model kampanye pilkada 2020 ini yaitu berupa optimalisasi penggunaan media online dan media daring.
Ruh sirkulasi elit politik terletak pada spirit pemikiran paslon untuk menata dan membangun daerah selama kepemimpinan lima tahun sejak terpilih. Lihat saja bagaimana pemikiran para paslon terkait isu meningkatkan kesejahteraan masyarakat, memajukan daerah, meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, menyelesaikan persoalan daerah, Menyerasikan pelaksanaan pembangunan daerah kabupaten, kota, dan provinsi dengan nasional, Memperkokoh Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan kebangsaan dan Kebijakan dan strategi penanganan, pencegahan, dan pengendalian Covid-19.
Materi debat itu yang akan menjadi fokus adu pemikiran paslon di forum debat publik antar paslon. Inilah momentum yang sangat penting bagi para pemilih untuk mengenali kapasitas dan kapabilitas paslon terkait dengan tujuh materi debat publik.
Berbeda dengan metode kampanye yang lain, pada saat debat publik digelar pemilih bisa mengakses langsung pemikiran antar paslon yang berkompetisi. Dan tentu saja, publik punya kesempatan untuk mengamati kematangan emosi paslon di panggung debat, mengamati pula retorika dan gesture paslon saat melewati sesi debat yang dipandu langsung oleh moderator.
Visi, misi dan program paslon yang ditawarkan oleh paslon merujuk pada Rencana Pembangungan Jangka Panjang Daerah yang bersangkutan. Jadi dokumen rujukannya sama, bernama RPJP. Lalu apa yang membedakan kekuatan visi, misi, dan program?
Pertama, dari kreativitas program yang ditawarkan. Kedua, cara penyampaian kepada publik. Program yang keren saja tidak cukup, jika paslon tidak punya cukup kapasitas dan kapabilitas untuk meyakinkan publik. Sederhananya begitu. Visi, misi dan program yang ditawarkan ga boleh lepas dari parameter SMART—specific, measureable, achievable, realistic, dan time boundaries.
Sampai di bagian ini, paslon harus didukung oleh tim penyusun visi, misi dan program yang mampu menuangkan secara tertulis pemikiran para paslon. Pendalaman terhadap dokumen RPJP menjadi kata kunci yang perlu dipelajari sedemikian rupa oleh paslon dan tim kampanye nya. Itu baru yang sifatnya riset sederhana, berbasis dokumen.
Kekuatan visi, misi dan progam itu akan sangat terlihat; jika paslon memiliki sense of crisis terhadap isu-isu yang mengemuka di media lokal. ini pun masih berbasis riset sederhana, melakukan content analysis terhadap isi pemberitaan media setempat. Naluri sebagai calon pemimpin memang mesti diasah lewat beragam pintu ikhtiar.
Kekuatan pemikirannya untuk menata masa depan daerah juga terletak pada pemahaman berkaitan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimiliki daerah setempat. Setiap daerah punya peluang untuk tumbuh, untuk maju di masa depan. Tetapi setiap daerah juga punya potensi stagnan dan statis menggapai kemajuan jika tak cukup mampu mengatasi berbagai kelemahan internal daerah yang bersangkutan.
Budaya kerja dan praktek birokrasi dalam melayani publik, potensi daerah yang belum tergarap optimal, pengangguran yang belum teratasi, kemiskinan yang masih tinggi, daya beli yang masih rendah, lingkungan yang rusak, umkm yang tidak memiliki daya saing dan ragam isu kedaerahan lainnya.
Sirkulasi elti politik lokal melalui jalan pilkada langsung dalam perspektif leadership with legacy hakikatnya merupakan kesempatan berharga untuk meninggalkan proyeksi jejak legasi yang akan ditinggalkan di masa depan. Masa dimana ketika pemimpin terpilih tak lagi memimpin bahkan saat yang bersangkutan kembali ke hadirat yang maha kuasa.
Warisan atau legasi atau karya besar itu akan tetap dikenang oleh publik. Jejak legasi yang memiliki dimensi kebermanfaatan jangka panjang. Siapa sih pemimpin yang ingin dikenang kegagalannya? Siapa siih yang ingin dikenang keburukannya? Rasanya ga ada yang menghendaki seperti itu.
Tetapi seberapa kuat komitmenya untuk meninggalkan legasi berdimensi kebermanfaatanya bagi masa depan daerah, sangat bergantung pada kekuatan visi, misi dan program yang mereka tawarkan kepada publik.
Masa depan daerah dipastikan akan berhadapan dengan banyak peluang dan tantangan. Para paslon di arena kontestasi pilkada pasti menyadari akan hal tersebut. Pendekatan kepemimpinan yang diperlukan yakni visi, misi, dan program yang berbasis problem solving oriented.
Dan harus diakui ini kerjaan yang tidak sederhana. Proses politik setidaknya dimulai dari bagian ini. Visi, misi dan program paslon jika terpilih akan menjadi dokumen resmi daerah yang bersangkutan. Saat mereka terpilih, secara prosedural akan ditindaklanjuti dengan penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah.
Janji kampanye adalah janji meninggalkan legasi yang harus diperjuangkan melalui politik anggaran di APBD. Keselarasan politik anggaran dengan visi, misi, dan program dapat menjadi parameter kesungguhan mewujudkan visionary leadership paslon.
Sirkulasi elit politik yang sehat dimulai dari lahirnya para pemilih rasional, pemilih yang memiliki political engagement dan berorientasi pada pemecahan masalah yang dihadapi daerah yang bersangkutan. Melihat kemajuan daerah bisa kita petakan bagaimana cerita kemarin, hari ini dan kemungkinan di masa depan.
Diskusi publik seputar politik lokal yang merupakan manifestasi dari political talk para pemilih rasional akan sangat membantu tumbuhnya kesadaraan bahwa sudah semestinya kontestasi bernama pilkada bisa melahirkan kepemimpinan yang berorientasi pemecahan masalah dan futuristik dalam pemikiran beriorientasi masa depan. Pemetaan masalah apa saja yang masih belum tuntas akan menjadi batu pijakan penting saat menakar visionary leadership paslon.
Sirkulasi elit politik lokal akan menjadi catatan sejarah saat forum bernama debat publik atau metode kampanye yang lain mampu menjadi perbincangan publik terkait dengan ragam isu yang mengemuka.
Hakikatnya pilkada itu adalah kepentingan bersama untuk memilih pemimpin yang akan membuat dan melaksanakan kebijakan publik. Tahapan kampanye yang memilki durasi cukup panjang sejak 26 September sampai dengan 5 Desember memberi kesempatan yang sangat leluasa kepada para calon pemilih untuk mengenali profil paslon, rekam jejak termasuk visi, misi, dan program yang mereka tawarkan.
Dan bagi paslon, jika durasi kampanye yang cukup lama itu dimanfaatkan dengan baik; bisa menjadi isyarat awal kemenangan meraih dukungan yang luas dari publik. Narasi politik yang harus dibangun adalah narasi politik yang mencerdaskan pemilih sebagaimana tujuan utama kegiatan kampanye adalah memberikan pendidikan politik.
Jika seluruh kandidat hanya dan hanya fokus pada penuntasan masalah dan pembuatan fondasi masa depan kemajuan daerah; maka publik punya banyak alternatif untuk memilih yang terbaik diantara yang baik. Mendewasakan budaya politik warga perlu kerja keras dan perlu kerja sama banyak pihak.
Energi para pemilih mesti dibanjiri dengan hal-hal yang positif. Black campaign memang ada saja, bahkan untuk pilpres sekelas AS pun. Tetapi black campaign itu sama sekali tidak memberikan pendidikan politik yang baik kepada warga. Pilkada harus jadi ajang sirkulasi elit politik yang membawa spirit perubahan ke arah yang lebih baik. Psikologi massa bergantung pada bagaimana para elit politik berkontestasi.
Oleh karena itu, nuansa politik dan pilkada mesti hijrah dan berubah menuju ke arah yang lebih baik lagi. Masa depan itu miliki generasi yang akan datang. Pilkada yang berorientasi lahirnya elit politik yang menawarkan visi, misi dan program yang berorientasi kemajuan akan menjadi contoh, menjadi teladan bagi generasi muda.
Mereka akan belajar dari para pemimpin yang terpilih hari ini. Belajar bahwa kontestasi pilkada itu semangatnya bukan hanya soal siapa yang berkuasa, power approach.
Generasi muda akan belajar bagaimana kontestasi bisa berlangsug jurdil dan sehat. Generasai muda akan belajar bahwa hakikatnya sirkulasi elit politik yang dicari itu adalah seorang leader, seorang pemimpin.
Proses belajar itu akan membawa mereka pada sebuah semangat di masa depan, bahwa kontestasi bernama pilkada adalah ajang beradu visi, misi dan program. Mereka akan sangat bersemangat belajar menempa diri lewat banyak kegiatan organisasi, mereka akan sangat bersemangat mengenali daerahnya, mereka akan sangat bersemangat belajar dan banyak membaca, memperdalam ilmu pengetahuan dan teknologi.
Yah mereka, generasi di masa depan. Ketika itu mereka akan mengatakan, hatur nuhun para pemimpin terdahulu. Terima kasih sudah memberikan contoh dan teladan kepada kami, bagaimana kontestasi pilkada digelar. Bagaimana kebermanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi bisa berdaya guna untuk mengentaskan ragam persoalan pembangunan. Terima kasih sudah memberi kami teladan, bagaimana adab dan akhlaq adalah segalanya.
Politik yang sering diimajinasikan sebagai sesuatu yang kotor dan jahat, pasti akan terhapus dengan sendirinya imej itu. Siapa yang bisa melakukannya? Tentu saja para elit politik yang hari ini berkontestasi di pilkada.
Menakar visionary leadership melalui pilkada, menakar harapan di masa depan. Berjuta asa disematkan pada proses sirkulasi elit politik, terpilihnya paslon yang memiliki semangat legasi bagi generasi masa depan. Hingga tiba tahapan masa tenang, evaluasi alternatif paslon akan dilakukan.
Inilah kesempatan untuk merenungkan, betapa berartinya suara yang kita miliki untuk ikut bersama menata jalan perubahan. Satu suara akan sangat berarti di bilik TPS. Menjatuhkan pilihan di surat suara, semakna dengan menata jalan perubahan di masa depan.
Setelah proses elektoral selesai, publik tak punya banyak pilihan selain menerima hasil pilkada dan memberikan kesempatan kepada yang terpilih untuk mewujudkan visi, misi dan program yang ditawarkan saat pilkada.
Pegang erat alat coblos, perhatikan poto paslon. Jatuhkan pilihan dengan mengucap bismillah, memohon kepada Tuhan yang maha kuasa, semoga yang terpilih adalah pemimpin yang terpanggil jiwanya untuk meninggalkan jejak legasi di masa depan.
Masa ketika saat itu tantangan yang dihadapi jauh berbeda dibanding hari ini. Suara yang diberikan di TPS, adalah sebentuk amanah sekaligus harapan; pilkada menjadi ajang sirkulasi elit politi yang visoner membangun daerah sebagai pemimpin, bukan sebagai penguasa.***
Penulis: Hj Heni Susilawati (Akademisi Uniku)