KUNINGAN (MASS) – Disebut tidak memiliki integritas oleh Rudi Iskandar, Ketua KPU Kuningan Asep Z Fauzi menerima saran dan kritik dari masyarakat. Prinsipnya, sejak awal pihaknya melaksanakan tugas sesuai wewenang yang diberikan undang-undang.
“Munculnya ketidakpuasan, itu hak publik dalam menilai. Tentu kami sebagai bagian dari lembaga publik membuka diri, membuka kesempatan seluas-luasnya kepada masyarakat untuk memberikan masukan-masukan,” ucap Asfa, sapaan akrabnya.
Sebagai manusia biasa, dia mengakui perlu diingatkan terus-menerus. Namun Asfa berterima kasih apabila diterangkan secara spesifik dimana letak tidak berintegritasnya. Nanti hal itu akan dijadikan PR untuk melakukan perbaikan baik secara kelembagaan maupun personal.
“Sedangkan untuk penilaian formil, tentu kami juga punya atasan, KPU provinsi dan KPU RI, apakah kerja kami kurang maksimal atau seperti apa,” ujarnya.
Berbicara angka pada form C1 yang diduga berubah dari data awal, Asfa mengatakan, itu bagian dari tugasnya dalam melaksanakan proses realcount secara berjenjang. Tujuan rekapitulasi tersebut untuk sinkronisasi data. Itu dilakukan oleh PPK karena sekarang tidak ada rekap tingkat desa/kelurahan.
Basis pleno PPK, lanjutnya, yaitu form C1 berhologram yang diterima salinannya oleh saksi bermandat yang hadir di TPS. Bagi yang tidak mengutus saksi maka tidak mendapatkan salinan secara langsung, hanya berupa fotocopi dan catatan manual.
“Tentu sangat dimungkinkan terjadi pergeseran data dan angka sesuai dengan apa yang dilakukan penyelenggara bersama komponen yang hadir, seperti panwas, saksi parpol dan stakeholder lainnya,” papar Asfa.
baca juga: https://kuninganmass.com/politics/rudi-sebut-kpu-tak-berintegritas/
Proses itu sampai dilakukan pembukaan C1 plano, bahkan di beberapa TPS ada yang sampai melakukan penghitungan ulang. Penghitungan ulang tersebut dilakukan ketika didapati data yang tidak sinkron dan tidak ditemukan jalan keluarnya. Kecuali dengan membuka surat suara untuk dihitung ulang.
“Apa yang kami temui, jangankan C1 berhologram, C1 plano pun ada yang salah jumlah. Saya cek fotonya. Ternyata dijumlah itu 146, ditulis 145. Itu yang harus dibetulkan di tingkat PPK. Hukumnya wajib, karena kalau tidak dibetulkan maka membiarkan data salah,” jelasnya.
Dia berharap, dokumen data yang dibawa Fordem sesuai dengan data yang sudah disandingkan dengan data tingkat PPK. Diharapkan pula dokumen C1 sesuai dengan yang diterima saksi di TPS. Karena pernah terjadi, adanya dokumen yang beredar tapi ternyata tidak otentik.
Ketika masih ada kekeliruan di tingkat Pleno KPU, seperti pada saat Kecamatan Cimahi dan Sindangagung, maka dilakukan perbaikan. Kroscek data itu yang dimohonkan para pihak yang secara formal bagian dari rapat pleno. Asumsinya, temuan caleg atau saksi partai sudah disampaikan melalui bagian reprsentasinya masing-masing.
Setelah pleno kabupaten, tidak menutup kemungkinan pasca pleno pun masih terjadi kekeliruan. Sehingga itu dilakukan sinkronisasi di tingkat provinsi, bahkan sampai KPU RI. Asfa menjelaskan, proses rekap berjenjang ini diatur PKPU 4/2019.
Kaitan dengan rekruitmen petugas KPPS, ia mengungkapkan, dalam waktu beberapa hari pihaknya harus merekrut lebih dari 26 ribu orang, secara serentak. Karena rekruitmen diawali oleh Pengawas TPS (PTPS), tidak sedikit dari orang mumpuni di desa yang nyebrang ke PTPS.
“Pikiran masyarakat itu kan sederhana. Ketimbang kerja berat dengan honor yang biasa, lebih baik nyari kerja lain yang bebannya ringan tapi dengan honor aman,” ungkap Asfa.
Setelah terekrut petugas KPPS, mereka harus dibimtek dengan waktu dan anggaran yang terbatas. Meski anggaran nasional triliunan, dia mengatakan, kalau dihitung indeks per kabupaten, per pemilih atau per penyelenggara, menurutnya tidak rasional.
Dalam menanggapi pernyataan elit politik yang diduga menuding KPU bermain, Asfa memandang perlu untuk melakukan konfirmasi. Hal itu akan dilakukan dengan waktu yang tepat, tanpa harus mengganggu tahapan pemilu yang menjadi skala prioritas. (deden/bersambung)