KUNINGAN (MASS) – Selain tuduhan menghambat pembangunan, Pansus RDTR (Rencana Detil Tata Ruang) juga dituding terbelah menjadi 2 faksi. Dari 13 personil pansus, satu kelompok pro terhadap terhadap penetapan segera, satu kelompok lagi kontra.
Namun Sekretaris Pansus, Rudi O’ang Ramdhani membantahnya. Ia menegaskan, DPRD bulat dengan semangat ingin segera menetapkan Raperda RDTR menjadi Perda.
“Kita juga punya beban moral kepada masyarakat. Raperda ini dibahas tertunda sejak 2015, sedangkan kita digaji oleh negara. Disadari kami ini seperti tong sampah. Dianggap begini, dianggap begitu. Tapi kaidah dasarnya, siapa yang mau berlama-lama?,” kata Rudi.
Tanggungjawab moral tersebut harus ditanggung oleh anggota dewan. Penilaian kinerja yang lelet dan tudingan negatif lainnya sehingga mungkin saja konstituen menyesal memilih anggota dewan.
Tudingan miring itu disikapi biasa oleh para wakil rakyat. Hanya sayang, menurut Rudi, diamnya anggota dewan justru malah ada oknum yang mempolitisasi.
“Kalau kami, ayo rapat pansus dengan dinas. Direkam bagaimana bentuk kehati-hatian kami terhadap Raperda ini. Ini bukan sembarang Perda tapi berkaitan dengan wajah Kuningan 20 tahun kedepan,” tandasnya.
Politisi yang tidak akan nyaleg lagi pada pemilu 2019 itu menegaskan, leading sector Raperda RDTR bukan hanya sekadar Dinas PUPR. Tapi melibatkan cukup banyak instansi seperti Lingkungan Hidup, DPRPP, Dishub, Diskominfo, BPMPTS dan lainnya. Muaranya nanti RDTR menjadi kitab rujukan perijinan.
“Bukan hanya itu, dengan ditetapkannya nanti 30 persen RTH (ruang terbuka hijau) maka akan berkonsekuensi pada anggaran. APBD harus mengalokasikan dana untuk RTH tersebut untuk 20 tahun kedepan. Jadi mestinya pemerhati lingkungan juga harus konsen disini,” tukasnya. (deden)