KUNINGAN (MASS) – Bagi yang tidak punya acara kemana-mana, lebih baik Minggu yang cerah ini datang ke Open Space Gallery Kertawangunan di Desa Kertwangunan Kecamatan Sindangagung. Pasalnya, ada Saptonan dan Panahan Tradisional yang dimulai jam 13.00 WIB.
Acara ini bagian dari kemeriahan Hari Jadi Kuningan. Pada paginya digelar rapat paripurna istimewa Peringatan Harjad. Lalu dilanjutkan Saptonan.
Tidak semua warga mengetahui apa itu Saptonan. Apalagi wisatawan, untuk itu kuninganmass.com kembali membahas mengenai apa itu Saptonan.
Dengan mengetahui apa itu Saptonan? Maka, penonoton akan paham ketika menyaksikan aksi yang ada hanya satu tahun sekali itu.
Menurut istilah saptonan berasal bahasa Sunda yakni ‘Saptuan’. Oleh sebab itu saptonan diselenggarakan setiap hari Sabtu (kebetulan tahun ini jatah pada hari Sabtu) di minggu terakhir setiap bulan. Namun, seiirng waktu pelaksanaanya selalu bergeser.
Dan biasa diselenggarakan setiap satu tahun sekali secara meriah ditingkat kabupaten, dengan sebutan Pesta Raja yang dilaksanakan setiap tanggal 31 Agustus. Beberapa tahun lalu dilaksanakan pada acara puncak setelah memperingati HUT Proklamasi Kemerdekaan RI.
Secara etimologi dan historis, kegiatan Saptonan dan Panahan tradisional adalah acara rutin setiap hari Sabtu. Setelah kegiatan serba raga (sidang) yang dilaksanakan di sekitar istana kerajaan Kajane (Kuningan) dan mempunyai makna yang dalam seperti kepahlawanan.
Untuk mengikuti tradisi Sapton, banyak hal yang perlu diperhatikan. Disamping ketangkasan menunggang kuda, juga kudanya harus kuda pilihan dan mengerti terhadap bunyi gamelan.
Pakaian pesertanya harus memenuhi syarat, jenis aksesoris, perhiasan kuda serta penilaian faktor-faktor lainnya. Kuda Saptonan disamping tangkas, badanya harus tangguh dan kuat, bulunya harus mengkilap, bisa beraktraksi dalam berbagai gaya mengikuti irama gamelan sebagai pengiringnya. Sedangkan atribut yang dipakai dibagian kepala dan bagian belakang badannya berdiri bulu-bulu merak.
Pakaian yang digunakan beraneka ragam dan corak. Ada yang memakai pakaian raja, patih atau ponggawa. Ada juga yang memakai pakaian prajulit kraton dan corak lainya yang memperlihatkan kesatriaan. Persyaratan pakaian ini setelah Zaman kemerdekaan semakin tidak mengikat.
Tidak sembarangan orang bisa mengikuti tradisi Saptonan, karena tradisi ini sengaja diciptakan untuk, para lurah (kepala desa). Tetapi setelah kaum penjajah Belanda meninggalkan Indonesia, Saptonan bisa diikuti siapa saja yang berminat dan memiliki kuda termasuk para kusir.
Pelaksaan lomba Saptonan ini diawali dengan gamelan goong renteng. Sedangkan medan saptonan di lapangan luas yang dipasangi tiang bambu sepanjang 8 meter. Dengan ketinggian 2,5 meter.
Pada bagian tengah tergantung dua buah ember yang terletak agak berjauhan. Pada bagian ember tersebut ditempelkan sebuah besi pipih yang sudah dilubangi tengahnya untuk dicoblos oleh para peserta dengan menggunakan tongkat sepanjang 2,5 meter dan terbuat dari bambu atau kayu.
Sebelum melakukan hal itu, peserta diharuskan berkeliling lapangan sebanyak tiga kali putaran, sebagai acara pemanasan.
Begitu dipanggil satu persatu, masing-masing memperlihatkan keahlian kudanya dalam menampilkan gaya tarian untuk bisa dinikmati penonton yang membanjiri alun-alun. Penampilan gaya-gaya dari setiap kuda ini masuk dalam penilaian tim juri.
Selesai adegan ini, kemudian kuda dilarikan dengan kecepatan tinggi melewati bagian bawah tiang bambu yang sudah disedakan ditengah alun-alun. Dengan keahliannya, masing-masing peserta berusaha mencoblos ember berisi air yang tergantung diatas tiang mempergunakan tongkat yang dibawa. Kemudian satu persatu mencoblos besi pipih yang ditempel dibagian bawah ember tersebut.
Pencoblosan pada lubang ember itu mudah-mudah susah. Bagi yang berhasil mencoblos dan air dalam ember tumpah, tetapi tongkatnya tetap ditinggal pada lubang pencoblosan dan akhirnya jatuh. Hal itu tidak akan mendapat nilai.
Untuk melakukan hal itu kelihatannya mudah, tetapi tidak semudah yang diperkirakan orang. Sebab umumnya ember tumpah menyiram punggung kuda dan tongkat tetap di tengahnya. Bahkan kadang-kadang terjatuh karena kurang keseimbangan.
Bila sudah terjadi begitu, maka terdengar sorak sorai penonton dibarengi bisingnya goong renteng yang dibunyikan terus menerus. Sedangkan korban yang jatuh mengaduh kesakitan.
Biasanya pemenang saptonan tidak hanya seorang, tetapi lebih dan untuk menentukan siapa juaranya akan digelar pertandingan final.
Bagi pemenang diberikan hadiah yang sangat menarik. Pada umumnya hadiah yang sangat berharga dan bisa dimanfaatkan sehari-hari. Tetapi bagi peserta kemenangan lebih bernilai dari hadiah-hadiah tersebut, serta menjadi kebanggaan.
Sementara untuk acara panahan peserta terdiri belasan orang. Mereka membidik target berbentuk wayang. Setiap peserta yang berhasil membidik sasaran itulah menjadi pemenang. Pemenang berdasarkan poin tertinggi.
Sekadar informasi, nanti ada puluhan peserta saptonan dan semuanya merupakan kusir delman. Acara dimulai dengan iring-iringan 17 delman hias.
Salah satunya adalah kereta kencana yang hanya digunakan satu tahun sekali atau pada momen penting. Hal ini yang membuat Saptonan selalu spesial bagi warga Kuningan. (agus sagi mustawan).