KUNINGAN (MASS) – Kemiskinan selalu menjadi pusat perhatian. Selalu jadi bahan pemberitaan bagi para jurnalis dengan frame berita yang dibuat dramatis lan tragis. Selalu jadi bahan bualan politisi membuat janji-janji yang pada akhirnya diingkari. Selalu jadi bahan orasi aktivis pada saat turun ke jalan sebelum akhirnya bagi-bagi proyekan.
Badan Pusat Statisitik (BPS) menjelaskan bahwa kemiskinan adalah kondisi ketidakmampuan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan dasar (basic need approach). Kemiskinan adalah ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Jadi yang dikatakan penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran perkapita perbulan dibawah garis kemiskinan.
Kemudian, bagaimana dengan kondisi kemiskinan penduduk Kabupaten Kuningan? Ya, sudah bukan rahasia lagi, tingkat kemiskinan Kabupaten Kuningan berhasil menduduki peringkat ke-2 se-Jawa Barat. Beragam komentar diutarakan, Bupati, Wakil Bupati, Calon Wakil Bupati, Anggota Dewan, semuanya merasa peduli di depan wartawan tetapi enggan bersentuhan dengan warganya yang dilanda kemiskinan.
Angka kemiskinan kabupaten kuningan memang menyisakan beragam simpati, ditambah juga dengan ketersediaan lapangan kerja yang belum terpenuhi. Semua orang bisa merasa peduli, tetapi bersentuhan langsung dengan kemiskinan semua orang akan merasa bahwa itu adalah tragedi yang harus dihindari.
Belakangan santer beredar di surat kabar, Dewan yang terhormat keuangannya sekarat. Saking sekaratnya sampai harus meminjam uang dengan nominal 1 milliar (Bagi kaum misquen angka ini terbilang besar). Ketika ditanya alokasinya untuk apa? Dari mulai pimpinan, wakil pimpinan DPRD memilih bungkam, berujar tidak tau menau soal pinjam-meminjam dan uangnya mau dipakai untuk apa. Ah sandiwara ini sudah mulai terasa.
Dari cerita ini saya baru menyadari, ketidakjelasan bisa terjadi tidak hanya dalam kisah percintaan anak mahasiswa, para DPRD pun mengalami hal yang tidak jauh berbeda. Kalau kisah cinta mahasiswa, sering kali tidak jelas hubungannya padahal sudah diajak jalan kemana-mana, kalau DPRD tidak jelas anggarannya mau dibawa kemana padahal sudah berkali-kali sidang paripurna.
Ada yang bikin wah dari kisah pinjam-meminjam yang sekarang beritanya tidak jelas arah. Selain ada yang memilih bungkam, ada juga yang bikin geram. Anggota dewan dari NasDem misalnya, beliau dengan santuy bilang “ Sudah lunas kok, Cuma 4 hari. Kok pada ribut sih, saya (yang minjeminnya) juga biasa aja”. (sumber: kuninganmass.com).
Coba kalau kisah ini pelakunya adalah rakyat miskin lan melarat, pasti kisahnya tidak sebiasa aja anggota dewan yang terhormat, rakyat melarat keribetannya bisa sampe seantero jagat. Mereka biasanya sebelum meminjam saja sudah dihujani pertanyaan, persyaratan dan prosedurnya pun tidak main-main. Berbeda dengan paguyuban dewan, tidak mengenal lagi yang namanya aturan, yang ada tinggal kongkalingkong atas dasar pertemanan. (yang penting satu koalisi, abaikan konstitusi. Begitu mungkin slogannya).
Kemiskinan harta memang menyisakan derita, tetapi nampaknya ada yang lebih miskin dari sekedar miskin harta yaitu miskin integritas dan loyalitas. Karena kemiskinan integritas itu pula, mereka lebih memilih lari, ketimbang memberi klarifikasi dan transfaransi. Karena miskin loyalitas juga, mereka yang duduk di dewan terhomat diam-diam berkhianat terhadap amanah rakyat.
Kalau saya boleh meminjam statement Bapak dr H Toto Taufikurohman Kosim (Cabup Pilkada 2018) saat menanggapi kasus pemecatan karyawan KMC yang dianggap tidak loyal karena daftar seleksi CPNS “Ini terkait pasal loyalitas, ibaratnya kita punya pasangan, selama ini sudah kita beri semuanya namun di tengah jalan dia berselingkuh. Coba bayangkan bagaimaan perasaan kita? Itu juga yang dirasakan oleh kami”. (sumber : Radar Cirebon).
Ungkapan Bapak Toto sedikit banyak sama dengan sambatan rakyat untuk para pejabat. Kurang lebih mungkin seperti ini “Coba bayangkan perasaan kami (rakyat) bapak-bapak yang terhomat? Setelah semuanya kami berikan, kepercayaan serta amanah mulia ini kami berikan. Tiba-tiba di tengah ruangan bapak seenaknya bagi-bagi pinjaman tanpa kejelasan alokasi anggaran.”
“Ketahuilah Pak Dewan, rasa sakit hati Bapak Toto karena pilihan karyawan, tidak akan bisa mengalahkan rasa kecewa rakyat Kuningan. Tapi tenang Pak Dewan, kami tidak sekejam Bapak Toto, Anggota dewan yang ketahuan selingkuh dengan amanah rakyat, mangkir saat rapat, tidak akan langsung kami dipecat.” Karena rakyat selalu punya cara untuk bisa memberi maaf, walaupun sering kali yang diberi maaf malah kembali melakukan khilaf.
Bung Hatta pernah berkata orang kurang cerdas masih bisa diperbaiki dengan belajar, orang kurang cakap masih bisa diperbaiki dengan pengalaman, tapi kalau orang tidak jujur sulit untuk diperbaiki. Bagi yang miskin integritas, kita cukup tau gelagatnya. Karena ketika mereka berkuasa, rakyat selalu menuai luka dan derita.
Nampaknya ada yang lebih mengkhawatirkan dari kemiskinan penduduk kuningan, yaitu kemiskinan integritas dikalangan DPRD Kabupaten Kuningan. Ada yang lebih ironis dari kondisi kekeringan air di kuningan, yaitu keringnya rasa tanggung jawab pimpinan dewan.
Fudzi Hanafi
Mahasiswa Ekonomi Syariah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta